BEIJING- Ambruknya bisnis properti di China yang ditandai dengan gagal bayar Evergrande, perusahaan properti terbesar di China yang masuk 500 perusahaan dunia, sejak akhir 2021. Alhasil, pemilik Evergrande dikabarkan nyaris miskin.
Adalah Hui Ka Yan, pemilik Evergrande, kekayaannya terjun bebas 93 persen. Dari kekayaan US$42 miliar atau setara Rp630 triliun (kurs Rp15.000/US$), merosot hingga tersisa US$3 miliar atau Rp45 triliun. Memang belum miskin-miskin amat, namun susut signifikan.
Baca juga: KPK Curiga PT Adonara Propertindo Makelar Tanah yang Sering Langgar Hukum
Awalnya, Hui masuk jajaran orang terkaya di China. Belakangan, Bloomberg Billionaires Index menendangnya dari barisan borjuis China. Tak hanya itu, Hui juga terlempar dari barisan para ‘naga’ politik di China. Pada 2008, Hui menjadi bagian dari Chinese People’s Political Consultative Conference (CPPCC), kelompok yang terdiri dari pejabat tinggi pemerintah dan pebisnis China papan atas.
Pada 2013, Hui memiliki posisi dari elit kelompok itu, badan penasihat politik beranggotakan 300 orang. Namun, Hui diminta tak hadir dalam konferensi tahunan CPPCC pada tahun ini.
Namanya juga dihapus dari daftar orang-orang yang akan membentuk susunan organisasi untuk lima tahun ke depan. Willy Lam, Seorang asisten profesor di Chinese University of Hong Kong yang menulis beberapa buku tentang politik China, mengatakan kepada Bloomberg.
“Peran CPPCC seperti hadiah kehormatan yang diberikan Tiongkok kepada pebisnis yang setia untuk memberikan kontribusi kepada negara. Sama sekali tidak mengherankan bahwa taipan properti seperti Hui, yang menciptakan masalah di sektor properti dengan pengaruh berlebihan mereka, tidak masuk dalam daftar,” tulis Willy Lam, asisten profesor di Chinese University of Hong Kong yang menulis buku tentang politik China.
Pada akhir 2021, Evergrande dibelit utang senilai US300 miliasr (Rp4.500 triliun). Untuk melunasinya, Hui terpaksa harus jual aset. Satu per satum rumah dan jet pribadi pindah tangan. Perusahaan Sempat berjanji untuk memberikan rencana restrukturisasi utang pada Juli 2022, menetapkan bagaimana cara membayar kembali kreditur, pemasok, dan investor, tetapi gagal melakukannya.
Pada Januari 2022, Evergrande menangguhkan perdagangan sahamnya di bursa saham Hong Kong di tengah laporan bahwa mereka telah diperintahkan untuk merobohkan sejumlah blok apartemen di Hainan selatan China.
Asal tahu saja, Evergrande telah membangun 39 gedung apartemen mewah di kota Danzhou, Hainan selatan di Ocean Flower Island, sebuah pembangunan yang dibuat dari tiga petak tanah reklamasi yang berbentuk seperti bunga.
Pemerintah China telah memerintahkan Evergrande merobohkan 39 gedung apartemen dalam 10 hari, karena Evergrande diduga mendapatkan izin bangunan melalui cara ilegal.
Bertubi-tubi masalah melilit Evergrande terjadi di tengah memburuknya pasar properti China dalam 11 bulan berturut-turut, pada Agustus 2022.
Ambruknya bisnis Evergrande, dikhawatirkan melahirkan krisis keuangan di China. Cukup beralasan karena properti China menyumbang 30 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dan, Evergrande adalah rajanya properti.
Sedikitnya, Evergrande mempekerjakan 200.000 orang. Pada 2020, penjualannya tembus US$110 miliar (Rp1.650 triliun) serta memiliki lebih dari 1.300 pengembangan di 280 kota.
Menurut analisis dari City AM, pertumbuhan pendapatan Evergrande turun dari pada 2016, 2017, dan 2018, masing-masing 59 persen, 47 persen, dan 49 persen menjadi 2 persen pada 2019 dan 6 persen pada 2020.in
Editor : Redaksi