LAMONGAN (Realita) - Proses jual beli sehektar tanah pertanian yang terletak di Dusun Kalikapas, Desa Sidomukti, Kecamatan/ Kabupaten Lamongan, terpaksa ditangani pihak Kepolisian. Pasalnya, dalam proses jual beli tersebut, disinyalir ada Pungutan Liar (Pungli) yang diduga dilakukan oleh oknum perangkat desa dengan total ratusan juta rupiah.
Kuasa Hukum Pihak Pembeli, Sholahudin Serba Bagus, menjelaskan jika persoalan ini sudah berlangsung sejak lama. Meski sudah dilakukan berbagai upaya koordinasi, namun pihak pemerintah desa dinilai makin melonjak dengan pungutan-pungutan untuk memenuhi kelengkapan jual beli tersebut.
Baca juga: Ngamuk karena Ditagih Gaji, Pak Kades Tendang Meja Makanan untuk Anak-anak Posyandu
"Sebenarnya antara pemilik tanah dan klien saya sebagai pembeli tidak ada masalah apa-apa. Cuma terkait perpindahannya itu, ada persyaratan yang harus dipenuhi melalui pemerintahan desa. Dan disitulah kami lihat ada persyaratan-persyaratan yang menurut kami kurang wajar, " kata Bagus, panggilan akrab Sholahudin Serba Bagus, saat berada di Mapolres Lamongan. Sabtu (01/04/2023).
"Pada saat pengukuran bersama petugas BPN, dianggap oleh pemerintahan desa ada kelebihan tanah dan dianggap sebagai tanah tak bertuan. Padahal tanah tersebut sudah lama dikuasai oleh pemilik tanah atau penjual. Sehingga apabila mau mensuratkan atau balik nama harus memenuhi persyaratan dengan pembayaran yang totalnya sampai 210 juta rupiah," lanjutnya.
Dalam laporan tersebut dijelaskan, pada bulan November 2021 terjadi transaksi jual beli tanah pertanian yang terletak di Dusun Kalikapas, Desa Sidomukti, Kecamatan/ Kabupaten Lamongan, yang dimiliki oleh warga setempat bernama Saleh. Tanah itu ditawarkan oleh Heri kepada salah satu developer di Kabupaten Lamongan hingga masing-masing pihak sepakat bahwa tanah yang memiliki luasan sekitar 1,4 hektar itu, diberikan dengan harga sebesar Rp. 320.000 /m2 atau total harga sekitar 5 miliyar rupiah.
Baca juga: MTs Negeri di Jombang Diduga Tetap Jual LKS Meski Tabrak Aturan
Selanjutnya tanah yang dilengkapi bukti petok dan surat pendukung lainnya itu, berencana akan ditingkatkan ke Sertifikat Hak Milik (SHM) didepan Notaris. Hingga sekitar bulan Desember 2022, dilakukan pengukuran batas tanah oleh petugas Pertanahan (BPN) dan disaksikan oleh pihak penjual dan pembeli, perangkat desa Sidomukti beserta sejumlah ahli waris, dan diketahui adanya perbedaan antara luasan petok dan keadaan sebenarnya.
Ditengah proses yang dilakukan, disebutkan adanya kelengkapan yang harus dipenuhi diantaranya yakni Konversi yang belum di tandatangani Kepala Desa Sidomukti dan Surat Keterangan Beda Persil dari Desa. Hingga masing-masing pihak didampingi notaris sepakat untuk bertemu Kepala Desa Sidomukti, inisial E-S, untuk meminta kekurangan-kekurangan persyaratan tersebut.
Pada kesempatan itu, disebutkan jika ada pernyataan dari oknum kepala Desa yang mengatakan salah satu petok belakang yang beda persil tidak ditemukan penomoran arsip desa dan secara tegas dikatakan tanah dengan luas kurang lebih sekitar 500 m2 tersebut tidak bertuan (tanpa pemilik). Padahal tanah dengan luasan tersebut dikuasai Saleh dengan bukti petok, AJB dan pembayaran PBB bahkan selama puluhan tahun. Hingga disebutkan dalam laporan itu terkait dugaan permintaan dari oknum tersebut, yakni uang sebesar 85 juta rupiah atau 50% dari hasil penjualan tanah tak bertuan tersebut, serta 5% dari hasil penjualan lahan. Namun pihak penjual merasa keberatan dan hanya memberikan uang sebesar 5 juta rupiah.
Baca juga: SD di Jombang Diduga Potong Bantuan PIP, untuk Biaya Administrasi
Pertemuan itu berlanjut dengan proses tawar menawar, hingga pihak penjual mengambil sikap terpaksa dengan memberikan 2,5% dari transaksi nilai jual beli atau sebesar 115 juta rupiah. Sehingga uang yang diduga sebagai pungutan tersebut berjumlah 210 juta rupiah, dengan rincian uang pemberian dari Sales sebesar 5 juta rupiah, uang peralihan buku C sebesar 5 juta rupiah, dan dari tanah tak bertuan sebesar 85 juta rupiah.
Tak berhenti disitu, sekitar bulan Maret 2023 juga disebutkan dalam laporan terkait sikap kepala Desa Sidomukti yang terkesan menghindar, saat pihak penjual dan pembeli berniat untuk meminta tanda tangan kelengkapan berkas surat keterangan dan legalisir konversi desa. Bahkan tertuls sebuah pesan WhatsApp yang diduga dari oknum kepala desa tersebut, yang intinya meminta agar pihak penjual atau pembeli agar menyelesaikan terlebih dahulu biaya-biaya yang sudah ditentukan tersebut senilai 210 juta rupiah dan dikirim ke nomor rekening BCA atas nama A-F, yang diduga rekening milik salah satu keluarga oknum kepala desa itu sendiri.def
Editor : Redaksi