JAKARTA (Realita) - Pengembalian berkas perkara atau P19 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta atas kasus dugaan penipuan investasi yang menjerat sejumlah tersangka menuai tanda tanya. Kejati DKI seharusnya bekerjasama dengan polisi dalam menuntaskan kasus tersebut.
Diketahui, Polda Metro Jaya sebelumnya menetapkan enam tersangka kasus dugaan penipuan investasi terkait proyek pengadaan bahan makanan/ sembako di Pemprov DKI Jakarta senilai Rp 165.000.000.000. Keenam tersangka yang telah dijebloskan ke jeruji besi yakni, Direktur Utama PT. Green Pangan Sejahtera, Asty Setiautami; Dirut PT. Global Semesta, Yogi Hartarto; Andrew Makmuri; Alman Faluti; Rayni Hari Masud; dan Budi Herawan.
Baca juga: Kejati DKI Jakarta dan Komisi III DPR RI Gelar Penyuluhan Hukum Jaksa Masuk Sekolah
"Kalau bolak balik seperti ini Kejati ini patut dicurigai ada apa, harusnya Kejati ini membantu Polisi untuk melengkapi bukan menolak, artinya melengkapi ini data apa lagi yang harus diminta, harusnya kan data apa saja yang diminta itu kan harus ada persepsi antara penyidik polisi dan Kejati bukan asal menolak, kalau bolak balik melulu ini harus dicurigai ada apa," ungkap Direktur Eksekutif CBA Uchok Sky Khadafi dalam menanggapi kasus tersebut, Selasa (06/06), di Jakarta.
Penyidik Krimsus Polda Metro Jaya diketahui sudah melimpahkan berkas perkara, namun pihak kejaksaan mengembalikan berkas perkara tanpa ada dokumen atau petunjuk. Jika berkas tak juga rampung (P21) para tersangka berpotensi lolos jeratan hukum lantaran masa penahanan mereka dikabarkan akan habis dalam waktu dekat ini.
"Apakah ada angin duduk masuk ke Kejati itu kan jadi pertanyaan publik saat ini," kata dia.
Dalam kesempatan ini Ia meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin memperhatikan kinerja anak buahnya. Menurutnya Jaksa Agung patut mencopot Kepala Kejati DKI Jakarta Reda Manthovani jika kinerjanya dalam penegakan hukum jalan ditempat atau 'masuk angin'.
"Kejati DKI harus diganti itu kalau ngga beres, apalagi kalau banyak kasus hukum mandek, kalau kinerjanya kaya gitu masuk kotak aja karena prestasinya minim," tegas dia.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Kejati DKI Jakarta maupun Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum)-nya, Danang Surya Wibowo juga belum merespon terkait hal tersebut.
Kasus ini bermula dari adanya adanya penawaran investasi pembiayaan yang ditawarkan oleh Asty Setiautami selaku Dirut PT. Green Pangan Sejahtera kepada PT. Merapi Utama Pharma melalui Yogi Hartarto selaku Dirut PT. Global Semesta.
Dalam penawarannya, Asty menyebut jika PT. Green Pangan Sejahtera memiliki proyek pengadaan bahan makanan atau sembako di Pemprov DKI Jakarta senilai Rp 165.000.000.000. Jika PT. Merapi Utama Pharma mau memberikan dana investais, Asty disebut menjanjikan keuntungan sebesar Rp 4.866.500.000.
Baca juga: Investasi Bodong, Istri Selebgram Surabaya Dilaporkan ke Polda Jatim
Untuk meyakinkan hal itu, Asty disebut sempat memperlihatkan Surat Perintah Kerja No. 973/-077.522 tertanggal 26 Mei 2020. Singkat cerita, PT. Merapi Utama Pharma akhirnya tertarik sehingga mau menyerahkan dana pembiyaan kepada PT. Green Pangan Sejahtera melalui PT. Global Berkah Semesata sebesar Rp 137.633.500.000,-, dengan jangka waktu investasi selama 30 hari.
Namun seiring berjalannya waktu sesuai dengan yang dijanjikan tidak ada itikad baik dari PT. Green Pangan Sejahtera untuk mengembalikan dana investasi berikut keuntungan yang dijanjikan. Selain itu, diketahui bahwa Surat Perintah Kerja sebagaimana yang diperlihatkan oleh Asty pada saat penawaran adalah palsu.
Dari dana yang diterima oleh PT. Global Berkah Semestar sebesar Rp 137.633.500.000 selanjutnya diduga ditransfer kepada para tersangka, yakni :
1. Tersangka Asty Setiautami sebesar Rp 103.000.000.000.
2. Tersangka Andrew Makmuri sebesar Rp 10.600.000.000.
Baca juga: Kejati DKI Jakarta Raih Peringkat Pertama Penerapan Resoritive Justice
3. Tersangka Alman Faluti sebesar sebesar Rp 10.600.000.000.
4. Tersangka Tayni Hari Masud sebesar Rp 6.185.000.
5. Tersangka Budi Hermawan sebesar Rp 3.000.000.000.
6. Tersangka Yogi Hartarto sebesar Rp 9.800.000.000. hrd
Editor : Redaksi