SURABAYA (Realita) - Perkembangan ekonomi global tahun 2023 terpantau masih belum ideal dan diprakirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun 2022. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur (KPw BI Jatim) Doddy Zulverdi menyampaikan itu di kantornya, Selasa (6/6/2023) sore kemarin.
Hal tersebut, lanjut dia, karena berbagai tantangan yang dihadapi, di antaranya pelemahan transaksi perdagangan internasional sebagai dampak konflik geopolitik Rusia-Ukraina. Selain itu juga karena gangguan rantai pasok dunia, kebijakan proteksionisme di berbagai negara, dan gejolak perbankan global terutama di Amerika Serikat dan Eropa yang mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Baca juga: BI Jatim Gelar EJIF 2024, Tawarkan 20 Proyek IPRO ke Investor Luar Negeri
“Meskipun demikian, patut disyukuri tidak sampai terjadi resesi global," ujar dia dengan didampingi Deputi KPw BI Jatim Bandoe Widiarto, Advisor KPw BI Jatim Muslimin Anwar, dan Kepala Divisi Implementasi KEKDA KPw BI Jatim Dadal Angkoro.
Disampaikan, di tengah masih tingginya ketidakpastian global, pemulihan ekonomi nasional yang pada triwulan I 2023 tumbuh 5,03% (YoY) terus berlanjut. Tekanan inflasi IHK nasional juga menunjukkan tren penurunan dari 5,51% (yoy) pada tahun 2022 menjadi 4,97% (yoy) pada triwulan I 2023 serta 4,33% (yoy) pada April 2023 dan 4,00% (yoy) pada Mei 2023.
Kembalinya inflasi domestik pada rentang sasaran inflasi nasional (4,00%, yoy) pada periode Mei 2023 memberikan ruang bagi BI untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut didukung dengan membaiknya beberapa indikator perekonomian domestik seperti menguatnya cadangan devisa, terjaganya surplus neraca perdagangan, relatif stabilnya nilai tukar Rupiah, dan masih tumbuh positifnya kinerja intermediasi perbankan di Indonesia.
Mempertimbangkan kondisi perekonomian tersebut, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 24-25 Mei 2023 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga kebijakan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%.
Fokus kebijakan BI diantaranya memperkuat operasi moneter untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, dan memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah terutama imported inflation melalui intervensi di pasar valas.
Selain itu melanjutkan twist operation melalui penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder, melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada respons suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan terhadap suku bunga kebijakan.
Searah dengan perekonomian nasional, perekonomian Jawa Timur pada triwulan I-2023 terpantau melanjutkan perbaikan dengan tumbuh 4,95% (yoy) yang didorong oleh menguatnya konsumsi (baik belanja Pemerintah maupun Rumah Tangga) dan meningkatnya kinerja sektor perdagangan.
Baca juga: Gelar FESyar Jawa 2024, BI Jatim Dorong Pengembangan Halal LifeStyle
Namun demikian, tukas Doddy, perlambatan investasi serta menurunnya kinerja ekspor menahan pertumbuhan ekonomi Jatim. Oleh karena itu, penting untuk menjaga konsumsi masyarakat serta mendorong kolaborasi fiskal pusat dan daerah dalam rangka mendukung perbaikan kinerja investasi.
“Pada triwulan II-2023, kinerja ekonomi Jatim terindikasi melanjutkan perbaikan sejalan dengan potensi keyakinan konsumen yang membaik, Prompt Manufacturing Index (PMI) yang masih tinggi di atas 50% (ekspansi), tren penjualan eceran yang positif, prognosa produksi tanaman pangan dan hortikultura yang meningkat, serta peningkatan kinerja mayoritas kegiatan usaha sektor prioritas,” papar Doddy.
Perbaikan ekonomi tersebut disertai dengan laju inflasi gabungan kota/kabupaten pada Mei yang
kembali turun menjadi 5,02% (yoy) dibandingkan April 2023 (5,35%, yoy). Penurunan ini diharapkan dapat berlanjut dan mencapai rentang sasaran inflasi nasional.
Lebih lanjut Doddy menyampaikan, kinerja intermediasi perbankan Jawa Timur pada April 2023 menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, terutama pada kredit kelompok korporasi dan rumah tangga.
Baca juga: BI Jatim Gelar EJID, Bahas Peluang Investasi Strategis di Jawa Timur
Pada tahun 2023, kinerja ekonomi Jawa Timur diprakirakan akan bertumbuh positif pada kisaran 4,6 – 5,4% (yoy) disertai laju inflasi IHK yang yang terus menurun ke dalam rentang sasaran.
Doddy menutup paparannya dengan menyampaikan rekomendasi 4 strategi kunci untuk menjaga perekonomian Jatim. Pertama, penguatan peran Jatim sebagai ekspor industri manufaktur melalui percepatan hilirisasi agroindustri, peningkatan utilisasi kawasan industri, peningkatan ekspor, dan peningkatan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan.
Kedua, memperkuat peran Jatim sebagai lumbung pangan nusantara melalui penguatan infrastruktur pangan, pertanian berbasis teknologi, dan kerja sama antar daerah melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) serta perluasan pembiayaan rantai pasok.
Ketiga, penguatan optimalisasi proses digitalisasi ekonomi Jawa Timur meliputi optimalisasi penggunaan QRIS, lokapasar dan perdagangan elektronik untuk UMKM, Elektronifikasi Transaksi Pemerintah (ETP), dan penguatan infrastruktur digital yang lebih merata. Keempat, meningkatkan inklusivitas ekonomi Jatim melalui pariwisata, UMKM, dan ekonomi syariah.gan
Editor : Redaksi