SURABAYA (Realita)- Jaksa KPK menghadirkan ahli Bahasa Madura yakni Dwi Laily Sukmawati dalam sidang perkara korupsi dana hibah APBD Jatim dengan terdakwa Sahat Tua P Simanjuntak di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Jum'at (28/7/2023). Pasalnya, keterangan Wakil DPRD Jatim nonaktif itu membingungkan, bahkan dua kali membantah dakwaan jaksa terkait dirinya menerima suap sebesar Rp Rp 39,5 miliar.
Di hadapan majelis hakim, Dwi Laily Sukmawati diminta menerjemahkan percakapan via telefon dua penyuap yang telah divonis bersalah yaitu, Abdul Hamid Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang dan Ilham Wahyudi alias Eeng Koordinator Lapangan Kelompok Masyarakat (Pokmas). Keduanya bercakap menggunakan Bahasa Madura dalam membahas suap dana hibah pokir tahun anggaran 2021-2023 akan dianggarkan di APBD Jatim tahun anggaran 2023-2024. Percakapan yang berlangsung lewat telepon itu menyebut nama Sahat sebagai legislatif yang akan disuap.
Baca juga: Buntut Kasus Dana Hibah Sahat Tua, KPK Geledah Rumah Anggota DPRD Jawa Timur
Menurut hasil terjemahan Dwi Laily Sukmawati pada 11 Desember 2022 lalu Abdul Hamid menelepon Eeng. Eeng saat itu posisi sedang makan di warung dekat Jembatan Suramadu. Di sela-sela pembicaraan Eeng mengatakan belum lama telah bertemu dengan Rusdi, staf ahli Sahat.
Kemudian Abdul Hamid menanyakan hasil pertemuan Eeng dengan Rusdi itu. Eeng menjawab belum ada kesepakatan, tapi "duwe m cukup".
"Duwe m ini kalau diartikan dua miliar," kata Laily.
Eeng kemudian menyarankan agar "duwe m" diserahkan menjelang Hari Natal. Kata Eeng, anggap saja uang itu sebagai persiapan Hari Natal. Lantas Abdul Hamid menimpali pertanyaan di mana uang tersebut bisa diserahkan.
Eeng menjelaskan ada tiga lokasi yang bisa dipilih. Di antaranya Suramadu, kantor, dan Sunan Ampel. Hingga telepon berakhir keduanya belum memutuskan memilih di mana akan menyerahkan uang.
Kemudian Abdul Hamid dan Eeng kembali telepon. Telepon berikutnya mereka baru sepakat menentukan lokasi. "Baru ada keputusan menyerahkan di tempat parkir JNT," ucap Laily.
Baca juga: Terbukti Korupsi, Sahat Tua Divonis 9 Tahun Penjara dan Hak Politiknya Dicabut
Penjelasan Laily memantik tim pengacara Sahat bereaksi. Dua dari tiga lawyer itu semula menanyakan kredibilitas hingga tahapan-tahapan kerja yang dilakukan Laily dalam menganalisa percakapan telepon Abdul Hamid dan Eeng. Setelah itu, para tim penasihat hukum Sahat menanyakan apakah saat Abdul Hamid dan Eeng telepon ada yang menyebutkan kalau kliennya Sahat pernah meminta uang.
Pertanyaan tersebut dijawab jelas oleh Laily. Di dalam percakapan tidak ada pembahasan Sahat meminta uang. Akan tetapi Abdul Sahat dan Eeng berencana menyerahkan uang senilai "duwe m" alias 2 miliar kepada Sahat melalui Rusdi.
Usai persidangan, Arif Suhermanto Jaksa KPK mengatakan keterangan saksi ahli bahasa Madura sudah menjelaskan secara gamblang. Disebutkan secara jelas pada tanggal 11 Desember 2022 lalu Abdul Hamid dan Eeng merencanakan lewat telepon akan memberikan uang senilai Rp 2 miliar kepada Sahat melalui Rusdi. Kesimpulannya, keterangan saksi ahli tersebut bisa memperkuat dakwaan Sahat.
"Kalau pihak pengacara mencari celah membela klien itu hal biasa. Tetapi fakta percakapan telepon sudah membuktikan," ucap Arif.
Baca juga: Jadi Saksi Sidang Sahat, Gus Fawait dan Renny Pramana Banyak Jawab Tak Tahu
Dijelaskan dalam didakwa, Sahat didakwa dengan dua pasal sekaligus. Pertama terkait tindak korupsi, kolusi dan nepotisme dalam Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus ini, jaksa menyebut Sahat menerima suap itu sebagai kompensasi untuk memuluskan pencairan dana hibah yang nantinya akan diterima oleh kelompok masyarakat (Pokmas) tersebut.ys
Editor : Redaksi