Putusan MK 90 tak Cacat Hukum, Aliansi Mahasiswa Minta Nama Baik Anwar Usman Dipulihkan

realita.co
Aliansi Mahasiswa Pejuang Kebenaran atau AMPAK menggelar aksi demonstrasi di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis pagi (21/12).

JAKARTA--  Aliansi Mahasiswa Pejuang Kebenaran atau AMPAK menggelar aksi demonstrasi di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta,  Kamis pagi (21/12).

Para peserta aksi dari sejumlah perguruan tinggi menyuarakan dukungannya terhadap Hakim Konstitusi Anwar Usman. 

Baca juga: Jangan Lengah, DPR Bisa Saja Sahkan UU Pilkada Tengah Malam Nanti

Mereka mendukung langkah eks ketua MK itu memperjuangkan harkat, martabat beserta hak-haknya selaku hakim pascaputusan MKMK ke PTUN Jakarta. 

“Mendukung dan meminta agar hakim (PTUN) memutuskan pemulihan nama baik Anwar Usman serta mengembalikan hak-haknya karena terbukti tidak bersalah, tidak ada intervensi dari luar, tidak ada konflik kepentingan (conflict of interest) yang membuat Putusan MK Nomor 90/PPU-XXI/2023 menjadi cacat hukum sebagaimana dinyatakan dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023,” kata Koordinator Aksi Kanzul Uloh membacakan pernyataan sikap. 

Peserta aksi memandang, Anwar Usman adalah korban permainan opini serta putusan MKMK yang kental warna politis. 

Disebutkan, jauh sebelum Putusan Nomor 90 dibacakan, serangan opini disertai fitnah telah dialami lembaga MK termasuk Anwar Usman. Salah satunya, isu mengenai bocornya putusan tentang sistem Pemilu proporsional tertutup, juga labelisasi Mahkamah Keluarga. 

“Putusan MKMK lahir di tengah kuatnya arus opini politik yang menyerang marwah lembaga MK, sehingga putusannya cenderung mengikuti tekanan opini publik,” ujarnya. 

Dalam memperkuat pandangannya, Kanzul menyoroti proses pemeriksaan, kualitas alat bukti, dan bentuk sanksi oleh MKMK yang dinilai menabrak Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan MK. 

Baca juga: Pengunjuk Rasa Sukses Robohkan Gerbang Depan dan Belakang DPR RI

“Soal proses pemeriksaan, seharusnya dilakukan tertutup. Nyatanya dibuat terbuka untuk pemeriksaan pelapor, dan tertutup untuk hakim terlapor. Di samping menyalahi aturan, itu dapat menimbulkan misinformasi dan disinformasi yang merugikan hakim terlapor,” ujarnya. 

Begitu juga soal kualitas alat bukti. Menurutnya, sejumlah alat bukti yang jadi dasar tuduhan pelanggaran etik tidaklah kuat. Misal, tuduhan bahwa Anwar Usman sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam pengambilan putusan. 

“Hanya didasarkan atas pemberitaan salah satu media. Ajaibnya, MKMK menerima itu tanpa pengujian lebih jauh,” jelasnya. 

Tak kalah penting soal sanksi. MKMK memutus Anwan Usman melakukan pelanggaran etik berat, menjatuhkan sanksi pemecatan dari jabatan Ketua MK serta melarangnya terlibat menangani perkara perselisihan Pilpres, Pemilu atau Pilkada. 

Baca juga: DPR Milik Rakyat, Bukan Milik Jokowi

“Itu tidak dikenal dalam aturan. Andai pun benar melakukan pelanggaran berat, mestinya dipecat dari hakim MK dan disediakan mekanisme untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Banding,” imbuhnya. 

Pihaknya makin yakin Anwar Usman hanyalah korban dengan adanya Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023. Putusan itu menolak permohonan pengujian kembali Pasal 169 huruf q UU Pemilu pasca Putusan MK Nomor 90/PPU-XXI/2023. 

Delapan hakim konstitusi, minus Anwar Usman, sepakat bahwa putusan MK Nomor 90  tidak cacat hukum, tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, tidak bertentangan dengan perlindungan hak atas kepastian hukum yang adil sesuai UUD 1945. "Karenanya, kami dukung langkah beliau,” tandasnya.kik

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru