Ini Alur Pelayanan Administrasi di Kantor Syahbandar Molawe yang Diduga Sarat Pungli

realita.co

KENDARI (Realita)- Belum lama ini seorang pengusaha pelayaran menyurati Menteri Perhubungan, terkait dugaan pungutan liar (pungli) di kantor Syahbandar Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Surat yang ditandatangani Adnan dan Syamsir itu ditembuskan ke instansi terkait termasuk media massa. 

Dugaan kasus tersebut juga ramai diberitakan di media online di Kendari.

Baca juga: Sopir Truk Melanggar, Bukan Ditilang Tapi Dipalak Oknum Polantas Rp 25 Ribu

Dugaan pungli itu, kata Adnan, melampaui batas normatif. Data yang berhasil dihimpun, biaya atau pembayaran upeti perpanjangan  buku pelaut dan satu kali jalan, hanya Rp 10.000 (sepuluh ribu).  Namun faktanya, diduga dipungut hingga lebih dari Rp 1.000.000. Sementara biaya PNPB seharusnya Rp 445.000, tapi dipungut Rp 2,5 juta.

Dalam surat pengaduan ke Departemen Perhubungan itu, disebutkan para staf  Syahbandar yang dipimpin Wilo itu memiliki peran masing-masing dalam menghimpun dana yang diduga pungli dari agen dan pengusaha tambang (Shipper), dan disetorkan melalui rekening tertentu atas nama Irvan Padjalangi yang berprofesi ASN sebagai negosiator dan Agustan, seorang staf honorer di kantor tersebut. 

Dana dugaan pungli itu kemudian diserahkan kepada Kepala Syahbandar Wilo, dengan perantara  Soerindra. 

Soerindra sendiri ketika dikonfirmasi wartawan dengan tegas membantah. Ia mengaku bekerja sesuai SOP. 

"Maaf pak kami bekerja sesuai SOP," kata dia.

Kendati demikian, sebuah dokumen yang berhasil diperoleh memperlihatkan sebuah rumah mewah yang ditempati Soerindra, dengan nilai kontrak Rp 40 juta per tahun. 

Sebelum menempati rumah mewah tersebut Soerindra minta bantuan seorang agen pelayaran dari PT Safina bernama Fajrin. Bahkan kabarnya  pemilik PT Safina ini pula membayar sewa rumah tersebut.

Ketika dikonfirmasi soal rumah tersebut Soerindra mengaku jika rumah yang ditempati milik  Lily. 

"Astaga itu rumah ibu Lily," ujarnya tanpa menjelaskan apakah ditempati secara gratis apa bayar.

Fakta lain Soerindra juga diduga memiliki dua mobil mewah, salah satu unitnya merk Fortuner.

Sebuah sumber terpercaya mengungkapkan peran Soerindra dalam penerbitan sertifikat. Pembayaran penerbitan sertifikat keselamatan kapal dilakukan melalui transfer ke rekening atas nama Agustan sebesar Rp 2,5 juta. Padahal untuk PNBP atau penerimaan negara hanya kurang lebih Rp 445 ribu.

Disebutkan pula bahwa apabila dananya mencapai Rp 300 juta, Soerindra meminta Agustan untuk menarik dananya dari bank. 

Baca juga: Tarik Infak dari Siswa, Kepsek Dibebastugaskan

Untuk penerimaan negara disetorkan ke  Haerul sebagai bendahara penerima. Selanjutnya Haerul menyetorkan ke kas negara. 

"Ini jelas melanggar aturan karena seharusnya pihak pemohonlah yang harus menyetor ke kas negara, kemudian menunjukkan bukti e.billing barulah sertifikat itu diterbitkan," ujar sumber yang tak mau disebutkan namanya belum lama ini.

Praktek di luar prosedur seperti ini membuat bendahara penerima Haerul sering mengeluh dan was-was.

Mengenai sisa uang yang jumlahnya lebih dari dua juta dikali 350 selain upeti jety ilegal yg kisaran Rp 5 hingga 20 juta per kapal itu, kemudian oleh Soerindra disetorkan ke  Wilo, lalu dibagi bersama Soerindra dengan perwira jaga lainnya.

Pembagian fee seperti ini dilakukan dua kali dalam sebulan. Jatah Wilo biasanya diserahkan di mes tepatnya d kamar wilo di Molawe atau diantar ke rumahnya.

Informasi yang diperoleh sertifikat yang keluar setiap bulannya berkisar 350 hingga 400 lembar.

Bobroknya pelayanan di kantor tersebut menyerempet hingga ke urusan preman. Seorang staf Syahbandar bernama Syamsir, jabatan perwira jaga, suatu waktu nyaris memukul seorang agen bernama Aswan hanya gegara uang Rp 100 ribu.

Baca juga: Hindari Pungli, Kalapas I Cipinang: Saya Tidak Segan Beri Sanksi Tegas

Sementara itu Kepala Syahbandar Molawe Kabupaten Konawe Utara Sulawesi Tenggara, Wilo ketika dikonfirmasi terkesan menghindar dan justru menasihati wartawan. Kendati demikian, nasihat Wilo, dianggap jauh api dari panggang. 

"Ya allah selamatkanlah orang2 ini, semoga dpt sadar kembali, dan utk ingàt bahwa hidup ini sementara. Ingat dosa pak, kembali instropeksi diri, carilah pekerjaan yg halal, jgnlah dptkan sesuatu dr hasil penjaliman dan ingat bahwa anda punya keluarga dan punya kegiatan yg berbeda2," beber Wilo melalui pesan WhatsApp, Sabtu (24/7/2021) sekitar pukul 18.08 WIB.

Kode 'jatah nasi goreng' 

Kepala Syahbandar Molawe Wilo, diduga sering menggunakan kode jatah nasi goreng dan nasi kuning dalam pembagian uang dengan istilah jatah nasi goreng dan nasi kuning. Nasi goreng itu, diduga jatah untuk Usman sebesar Rp 35 juta, nasi kuning untuk seorang staf bernama Syamsir, sebanyak Rp 25 juta, diterima setiap 15 hari. Kode lain, yakni nasi goreng yang kemasanya dinamakan siputih yang artinya amplop putih.

Kepala Syahbandar Molawe, Wilo ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp mengaku tidak mengerti.

"Tidak mengerti. Selama kepemimpinan saya tidak ada kode kodean saya selalu menganjurkan bekerja dengan hati dan ihlas,"tegasnya.tom

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru