MADIUN (Realita) – Dunia perfilman mengalami transformasi pesat di era saat ini. Baik ke arah lebih baik maupun sebaliknya. Tak ingin kecolongan dengan hal-hal yang bersifat negatif, pemerintah lewat Lembaga Sensor Film (LSF) mencoba membendung tayangan yang seharusnya tidak dikonsumsi masyarakat.
Untuk itu, Pemkot Madiun bersama dengan LSF mengoptimalkan program lanjutan Desa Sensor Mandiri di Jawa Timur. Yakni dengan menggelar Training of Trainers Sahabat Sensor Mandiri bertema "Budayakan Sensor Mandiri untuk Literasi Tontonan yang Lebih Baik" bagi warga Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun di Hotel Amaris, Kamis (22/8/2024).
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Madiun, Soeko Dwi Handiarto mengaku, menyambut baik program sensor mandiri antara LSF dan Kelurahan Winongo. Menurut dia, program tersebut merupakan program lanjutan yang sejatinya telah dimulai pada tahun 2021 silam.
Baca juga: Peringati Hari Pahlawan, Pj Wali Kota Madiun Ajak Masyarakat Teruskan Perjuangan
‘’Program ini merupakan jawaban atas perkembangan khususnya perfilman dan digitalisasi,’’ ucapnya.
Soeko tak menampik jika tugas LFS memang cukup berat. Yakni, membendung perkembangan konten digital di era saat ini. Sehingga, diharapkan peran serta masyarakat secara mandiri ikut aktif dalam memilah dan memilih tontonan.
‘’Tidak imbang antara kegiatan sensor dan konten yang diproduksi oleh masyarakat,’’ sebut Soeko.
Bersamaan program sensor mandiri berlangsung, Soeko mengajak masyarakat menjadi agen edukasi dan literasi sensor mandiri. Mulai dari lingkungan keluarga hingga lingkungan masyarakat. Dengan begitu, segala hal negatif yang termuat dalam tontonan dapat diantisipasi bersama.
Baca juga: Pemkot Madiun Bakal Terapkan WFA, Boleh Kerja dari Mana Saja
‘’Kelurahan Winongo menjadi pioner di Kota Madiun. Selanjutnya, edukasi akan disebarkan ke kelurahan-kelurahan lain se-Kota Madiun,’’ tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi III LSF, Mukayat Al Ami menilai, literasi dan edukasi penting dilakukan agar masyarakat secara mandiri lebih bijak dalam mengonsumsi tontonan. Khususnya film. Pun memilah serta memilih tontonan yang patut ditonton maupun yang harus diacuhkan. Sebab, di era digitalisasi saat ini, mustahil jika harus bergantung pada penyensoran LSF.
‘’Tugas kami dalam Undang-Undang memang untuk penyensoran tontonan masyarakat. Selain itu, kami juga punya tugas mengedukasi masyarakat untuk menyensor secara mandiri tontonan mereka,’’ katanya.
‘’Namun dari segi pengawasan memang susah. Yang bisa diukur adalah bagaimana masyarakat sadar atau tidak. Jika sadar, program sensor mandiri ini berhasil. Kalau tidak sadar ya belum sukses melaksanakan program ini,’’ tambahnya.
Baca juga: Lagi, Pemkot Madiun Raih Penghargaan dari Menpan-RB
Menurut Mukayat, masyarakat harus pintar dalam mengonsumsi tontonan. Tentu, tontonan yang baik itu memuat nilai positif berbangsa dan bernegara kebudayaan dan mengandung edukasi. Sedangkan tidak baik adalah tontonan yang menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), seksual, kekerasan, dan rasisme.
‘’Nilai-nilai ini penting untuk disosialisasikan, dikenalkan, dan disebarkan di lingkungan. Harapan kami, Pemkot Madiun melalui Kelurahan Winongo bisa menjadi pelopor edukasi sensor mandiri bagi masyarakat,’’ harapnya. adv
Editor : Redaksi