KONAWE - Isak tangis guru Supriyani tak terbendung saat dipaksa harus mengakui perbuatannya memukuli anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Hal ini disampaikan Supriyani saat ditemui di Kantor LBH Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sultra, Selasa (22/10/2024).
Baca juga: Viral Seorang Guru Pukul Siswanya, Disdik Lamongan Bakal Sanksi Tegas
Supriyani dibawa ke LBH HAMI oleh kuasa hukumnya setelah keluar dari Lapas Perempuan Kelas III Kendari usai ditangguhkan penahanannya oleh Kejari Konsel.
Guru honorer yang sudah mengajar selama 16 tahun itu mengaku dirinya beberapa kali ditelepon penyidik Resrim Polsek Baito untuk mengakui perbuatannya. Upaya itu agar Supriyani bisa berdamai dengan keluarga murid tersebut dan proses hukumnya tidak dilanjutkan.
"Saya ditelepon beberapa kali sama penyidik untuk diminta mengaku saja kalau bersalah," ungkapnya.
Padahal ia sudah mengakui tidak pernah memukuli murid yang juga anak polisi di Polsek Baito tersebut. "Saya tidak pernah memukul anak itu apalagi dituduh pakai sapu," katanya. Baca berita tanpa iklan.
Ia mengaku sudah bertahun-tahun mengajar di SDN Baito dan baru kali ini mendapat kasus seperti itu. "Saya sudah 16 tahun honor, baru kali ini dituduh seperti itu," ujar dia. Ia tersendu-sendu sembari megusap air mata setiap kali menuturkan kata demi kata atas apa yang menimpanya.
Rekan hingga kuasa hukum guru honorer sekolah dasar di Konawe Selatan ikut nangis saat mendengar cerita Supriyani. "Kasihan dia honor 16 tahun, gajinya hanya Rp300 ribu tiap bulan tapi diperlakukan seperti ini," ungkap salah satu guru.
Andri Darmawan, kuasa hukum Supriyani mengungkapkan kesedihanya atas apa yang dialami oleh kliennya tersebut. "Jujur saya sedih, tidak berani menatap wajahnya, ibu saya mantan guru jadi saya tau perjuangan guru seperti apa." Ungkap Andri pada Sabtu (22/10/2024).
Ia menambahkan pihaknya akan mengawal kasus ini hingga Tuntas dan Supriyani mendapat keadilan. Saksi masih anak-anak Kuasa hukum guru honorer Supriyani, Andri Darmawan mengatakan polisi menetapkan tersangka dengan alat bukti saksi anak sekolah dasar kelas satu yang masih umur tujuh tahun.
"Dari awal kita berdasarkan dakwaan jaksa yang sudah kita terima jadi dakwaan jaksa itu katanya ibu Supriyani ini memukul satu kali pakai gagang sapu stenslis itu yang tidak masuk di akal logika saya," katanya dikutip dari Tribunnews, Selasa (22/10/2024).
Ia menjelaskan dugaan pemukulan tersebut tidak menandakan adanya pukulan dari ganggang sapu. “Karena kita kan bisa melihat dampak misalnya pukulan ganggang sapu yang ringan itu bisa menimbulkan melepuh begitu pukulannya satu kali ini yang bilang pukulan satu kali bukan kita tapi yang bilang jaksa didakwaan ada nanti saya perlihatkan,” jelasnya.
Dalam tuduhan disebutkan pemulukan pada jam 10 menjelang siang, padahal saat itu para siswa sudah pulang. “Jadi ini menjadi aneh kemudian tadi kan kita sudah wawancarai kita tanya ibu Lilis kemudian ibu Siti Aisyah kita tanya teman-teman gurunya karena konstruksinya kan begini jam 10 itu ibu Lilis keluar dari kantor sekolah,” ujarnya.
“Saya tanya ke ibu Lilis bagaimana kondisi di kelas satu dia bilang dia dari jam 8, jam 9 dia keluar dia cuman pergi tanda tangan jaraknya 10 meter itu tidak cukup berapa menit dia kembali lagi sampai pulang karena sampai jam 10 itu kebiasaan di sekolah jam 10 anak kelas satu langsung disuruh pulang, nah setelah jam 10 ibu guru membersihkan mengatur meja sehingga ini yang menjadi kejanggalan kita ada apa sebenarnya karena menurut ibu Lilis jam 10 sudah tidak ada anak-anak,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala SDN 4 Baito, Sana Ali menjelaskan kronologi yang dijelaskan pihak kepolisian dirasa janggal. “Yang janggalnya ini yang dituduhkan itu pada saat kejadian semua guru ada di sekolah tapi mereka tidak melihat bahwa ada kejadian termasuk guru kelasnya itu sampai pulang anak itu tidak ada kejadian apa-apa di sekolah,” katanya.
Ia kemudian menjelaskan sosok guru Supriyani yang sudah mengajar selama 16 tahun di sekolah tersebut.
“Yang janggalnya ini yang dituduhkan itu pada saat kejadian semua guru ada di sekolah tapi mereka tidak melihat bahwa ada kejadian termasuk guru kelasnya itu sampai pulang anak itu tidak ada kejadian apa-apa di sekolah,” kata dia.
Ia mengatakan guru Supriyani mengajar di kelas IB, sementara anak polisi yang mengaku dipukul belajar di kelas IA. Apabila terjadi pemukulan, ia meyakini anak-anak akan berteriak hingga membuat riuh sekolah. Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi. "Jadi, kami menuntut agar guru kami dibebaskan dari segala tuntutan, dan ditangguhkan penahanannya. Terlebih lagi, beliau saat ini mendaftar P3K dan akan ikut tes setelah mulai honor sejak 2009," tegasnya.
Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam mengatakan kejadian dugaan penganiayaan tersebut terjadi pada Rabu (24/4/2024) di sekolah.
“Kejadian terjadi pada Rabu (24/4/2024) di sekolah, saat korban telah bermain dan pelaku datang menegur korban hingga melakukan penganiayaan,” kata AKBP Febry Sam, Senin (21/10/2024).
Sebelumnya, AKBP Febry mengonfirmasi sosok ayah sang anak yang diduga dianiaya guru Supriyani merupakan anak polisi. “Anggota Polsek Baito,” jelasnya. Kasus tersebut dilaporkan ke Polsek Baito pada Jumat (26/4/2024) oleh ibu M yakni N yang juga istri Aipda WH.
Kasus ini berawal saat ibu korban melihat ada bekas luka di paha bagian belakang korban, Kamis (25/4/2024) sekitar pukul 10.00 WITA.
Baca juga: Murid Tikam Gurunya Sendiri saat Mengajar di Kelas
Kepada ibunya, sang anak menjawab bahwa luka tersebut akibat jatuh dengan ayahnya, Aipda WH di sawah. Pada Jumat (26/4/2024) sekitar pukul 11.00 WITA pada saat korban hendak dimandikan oleh sang ayah untuk pergi salat Jumat, N mengonfirmasi suaminya tentang luka di paha korban.
Suami korban kaget dan langsung menanyakan kepada korban tentang luka tersebut. Kepada ayahnya, sang anak menjawab bahwa telah dipukul oleh gurunya, SU di sekolah pada Rabu (24/4/2024).
Setelah itu, ayah dan ibu korban pun mengkonfirmasi saksi yang disebut korban yang melihat atau mengetahui kejadian tersebut. Pada Jumat (26/4/2024), sekitar pukul 13.00 wita, N dan Aipda WH pun melaporkan kejadian itu ke Kepolisian Sektor (Polsek) Baito.
Saat itu juga pihak Polsek Baito melalui Kanit Reskrim Bripka Jefri mengundang terduga pelaku ke markas polsek untuk dikonfirmasi terkait laporan tersebut.
“Tetapi yang diduga pelaku tidak mengakuinya sehingga yang diduga pelaku disuruh pulang ke rumahnya, dan laporan Polisi diterima di Polsek Baito,” kata AKBP Febry Sam.
AKBP Febry menjelaskan sejumlah upaya pun telah dilakukan pihak Polsek Baito yakni melakukan mediasi untuk menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan. Namun mediasi terkendala karena guru SU tak mengakui perbuatannya. Pihaknya sudah melakukan proses penyelidikan selama tiga bulan untuk memberikan ruang mediasi kepada kedua pihak.
Namun, karena tidak ada kesepakatan antara kedua pihak, kasus itu kemudian naik ke tahap penyidikan. Selain itu, Febry membantah adanya penahanan oleh penyidik Polres Konawe Selatan terhadap sang guru. Sebab, penahanan tersebut dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Andoolo sejak berkas diserahkan oleh penyidik.
“Keluarga korban juga tidak pernah meminta sejumlah uang untuk kompensasi damai,” kata Febry, Selasa (22/10/2024).
Pernyataan tersebut dikeluarkan karena penasehat hukum Supriyani mengatakan saat mediasi, pihak pelapor meminta uang damai Rp 50 juta. “Tetapi saat itu pihak korban memintai uang Rp50 juta sebagai uang damai dalam kasus tersebut,” ujar Syamsuddin. Seperti pernyataan Kapolres Konawe Selatan, Aipda WH, ayah dari siswa yang mengaku dipukul guru itu juga membantah pernyataan meminta uang Rp 50 juta untuk damai.
“Kalau terkait permintaan uang yang besarannya seperti itu pak (Rp50 juta) tidak pernah kami meminta, sekali lagi kami sampaikan kami tidak pernah meminta,” kata Aipda WH, Senin (21/10/2024).
Ia menjelaskan dalam upaya mediasi yang dilakukan, tersangka pertama kali datang bersama kepala sekolah dan mengakui perbuatannya. “Kami sampaikan bahwa beri kami waktu untuk untuk mendiskusikan ini beri istri saya waktu untuk berfikir,” jelas dia.
Baca juga: Guru TK Aniaya Muridnya Dibalas Dihajar Orang Tua Si Siswa
“Begitu pula saat mediasi kedua yang didampingi Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama,” tambah dia.
Mediasi pertama dilakukan pada hari pelaporan, yakni Jumat (26/4/2024) sekitar pukul 14.00 Wita di Kantor Polsek Baito. Pertemuan tersebut dihadiri oleh keluarga siswa, Kapolsek Baito, dan Supriyani . Namun dalam mediasi tersebut, Supriyani membantah telah melakukan penganiayaan.
Karena tidak menemukan kesepakatan, pihak korban membuat laporan polisi pada Jumat (26/4/2024) di Polsek Baito.
Mediasi selanjutnya dilakukan pada Senin (6/5/2024) oleh pihak S bersama suami, Kepala Sekolah SDN 04 Baito, Aipda Wibowo, dan Nurfitriana yang dilakukan di rumah korban.
"Dari pertemuan tersebut, S mengakui perbuatannya yaitu memukul korban dan meminta maaf kepada orang tuakorban," ujar Kapolres Konawe Selatan, Febry Sam Laode. Meskipun demikian, orangtua korban meminta waktu untuk bisa menerima dan memaafkan.
Masih pada Mei 2024, Supriyani kembali datang ke rumah korban bersama Kepala Desa Wonua Raya. Mereka datang dengan tujuan untuk membicarakan permasalahan antara kedua belah pihak agar bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Pada saat pertemuan tersebut, suami Supriyani mengeluarkan amplop berwarna putih yang diletakkan di atas meja. Melihat amplop tersebut, orangtua korban merasa tersinggung dan menegur suami Supriyani.
"Dalam pertemuan tersebut tidak ada kesepakatan damai sehingga kepala desa dan terlapor pamit pulang," jelas dia.
Sementara itu suami Supriyani, Katiran mengatakan istrinya membantah tuduhan itu dan menegaskan tak pernah memukul M yang duduk di kelas IA. Apalagi, saat kejadian ia sedang mengajar kelas AB. "Di situ bapak murid itu bilang, kalau tidak bisa diselesaikan, akan ditempuh jalur hukum," ujarnya dikutip dari Kompas, Selasa (22/10/2024).
Polisi kemudian memeriksa para guru di sekolah. Namun, tak ada satu pun yang mengetahui dugaan pemukulan itu. Para guru menduga, luka tersebut akibat bermain. Karena suatu hal, akhirnya dituduhkan kepada salah satu gurunya.
"Kami bertanya kenapa sampai minta maaf padahal tidak melakukan. Tapi dijawab biar kasusnya cepat selesai," kata Katiran. "Lalu, kami tanya lagi kalau ternyata nanti tidak diterima dan menjadi tersangka bagaimana? Tidak apa-apa kata penyidik," kata dua.pas
Editor : Redaksi