Kasus Gagal Bayar Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha, Para Korban Tempuh Jalur Politik

Reporter : Redaksi
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Prof. Muhammad Mufti Mubarok dan Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi, Prof. Dr. Firman Wijaya saat ditemui di gedung Sridjaja Surabaya, Jum'at (1/12/2024) foto: Yudik

SURABAYA (Realita)- Penyelesaian kasus gagal bayar asuransi jiwa PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau Wanaartha Life (PT WAL) masih belum menemui titik terang. Para korban masih terus menantikan pengembalian uang mereka yang hingga kini belum ada kepastian.

Padahal kepolisian sudah menetapkan pemilik PT Asuransi Adisarana Wanaartha yaitu Evelina Pietruschka, Manfred Pietruschka, dan Rezanantha Fadil Pietruschka sebagai tersangka, namun hingga detik ini belum ditangkap. 

Baca juga: Manulife Luncurkan Manulife Saving Protector Untuk Bantu Nasabah Siapkan Masa Pensiun dan Pendidikan Anak

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Prof. Muhammad Mufti Mubarok menilai, kasus ini tergolong luar biasa. “Kasus ini sedang kami tangani secara serius karena memang sangat berat. Kami akan membawa masalah ini ke DPR agar bisa diselesaikan secara kelembagaan, melibatkan eksekutif, legislatif, dan seluruh pihak terkait,” ujarnya di Surabaya, Sabtu (23/11/2024) malam.

Ia berharap kasus ini dapat terselesaikan pada tahun 2025. Menurut Mufti, penyelesaian kasus tidak cukup hanya mengandalkan jalur hukum, tetapi juga harus melalui jalur politik. “Pengembalian dana nasabah yang hanya 1,5 persen itu sangat tidak layak,” tegasnya.

Pandangan serupa diutarakan oleh Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi, Prof. Dr. Firman Wijaya. Ia menekankan pentingnya memprioritaskan rencana rancangan undang-undang perampasan aset dalam kasus ini.

Baca juga: 150 Peserta Ikuti Event DEI Summit yang Diselenggarakan Manulife Indonesia untuk Pertama Kalinya

“Undang-undang pencucian uang dan perampasan aset dapat dikombinasikan untuk menyelesaikan masalah ini. Putusan pengadilan sebelumnya yang menyatakan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) membuat para korban kecewa. Setelah proses panjang selama 9 bulan, bagaimana mungkin gugatan mereka tidak diterima karena cacat formil?” kata Prof.Firman.

Ia juga menilai keputusan tersebut tidak merusak logika hukum dan dapat meningkatkan semangat penegakan keadilan. “Proses penyelesaian kasus Wanaartha jangan hanya sebatas melihat dokumen, seolah-olah tidak ada apa-apa. Ini sangat merugikan korban,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Perkumpulan Pemegang Polis Wanaartha, Johanes Buntoro Fistanio berharap dengan hadirnya pemerintahan dan legislatif, maka perhatian terhadap kasus ini bisa lebih maksimal. “Kasus ini sudah berlangsung hampir 5 tahun. Banyak korban yang mengalami sakit, bahkan ada yang meninggal dunia,” ungkapnya.

Baca juga: Nipu, Hartini ASN Dindik Jatim Dituntut 2 Tahun 6 Bulan Penjara

Sebagai pengurus baru DPW Badan Persaudaraan Antar Iman (BERANI) Jawa Timur, Johanes juga menyampaikan bahwa dengan bergabungnya ia di organisasi sayap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), ia berharap bisa lebih mudah menyampaikan komunikasi dengan legislatif dan eksekutif. “PKB memiliki jejak yang baik dalam memperjuangkan keadilan masyarakat. Kami ingin memastikan nasib para korban mendapat perhatian yang layak,” katanya.

Perlu diketahui, kasus gagal bayar asuransi Wanaartha bermula pada tahun 2020. Saat itu, rekening efek perusahaan diblokir oleh Kejaksaan Agung dalam penyelidikan kasus Jiwasraya. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban kepada pemegang polis. Diperkirakan sekitar 28 ribu pemegang polis menjadi korban dalam kasus ini.ys

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru