Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan, Kejagung Bakal Panggil Ryamizard?

realita.co
Febrie Adriansyah.

JAKARTA (Realita)-  Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyidik perkara dugaan korupsi satelit orbit 123 Bujur Timur di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun anggaran 2015, yang kala itu dipimpin oleh Jendral Ryamizard Ryacudu.

Namun hingga saat ini penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung belum mengagendakan untuk memintai keterangan Ryamizard.

Baca juga: Begini Kronologi Temuan 109 Ton Emas Ilegal yang Berlogo PT Antam

"Ya belum sampai situ, yang jelas kita lihat kan dari materil perbuatan, ada beberapa yang sudah penyidik akan panggil," kata Jampidsus Febrie Adriansyah kepada wartawan di Gedung DPR/MPR Senin (17/01/2022).

Febrie menyebut masih terlalu jauh untuk memanggil mantan Menhan Ryamizard berkaitan dengan keterlibatannya soal dugaan pelanggaran tersebut. Selain itu, dia menyebut pihaknya juga masih mengumpulkan materil berkaitan dengan kasus itu.

"Nggak lah jauh betul (panggil Ryamizard), itu kan masih kita lihat materilnya sekarang, materilnya kita lihat," ujarnya.

Kejagung telah memeriksa 11 orang diantaranya ada yang dari pihak swasta dan juga dari TNI. 

"Sudah 11, tapi karena penyidikan masih ada tindakan-tindakan lain lah, pengumpulan dokumen dan alat bukti lain," kata Febrie.

Baca juga: Terseret Kasus Korupsi Timah, Instagram Crazy Rich Helena Lim Langsung Di-private

Perkara dugaan korupsi proyek pengadaan satelit orbit 123 Bujur Timur ini terjadi pada tahun 2015 -2021, proyek ini merupakan bagian dari program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan), Pengadaan satelit Satkomhan ini berupa Mobile Satelit Service (MSS).  

Sedangkan penghubung kontrak proyek pengadaan satelit dilakukan dengan pihak Air Bus dan perusahaan Navaion.

Kontrak satelit 123 Bujur Timur telah habis masa kontraknya di tahun 2015, namun menurut ketentuan sehabis masa kontrak masih ada tanggang waktu pemakaian selama 3 tahun. 

Baca juga: Kejagung Didorong Ungkap Kasus Pencucian Emas Budi Said

Tindak pidana korupsi menjadi terang benderang ketika satelit yang disewa tidak berfungsi dan tidak sesuai dengan spesifikasi. 

Akibatnya, keuangan negara dirugikan senilai Rp 500 milyar dan 20 juta US Dolar.

"Jadi untuk kerugian pertama tadi  yang ditetapkan ini ada dua yang kita lihat dari hasil suap, yang pertama ada anggaran yang keluar dilakukan pembayaran yaitu senilai biaya sewa sebesar 491 milyar kemudian biaya konsultan senilai 18,5 milyar sekian, kemudian yang ketiga biaya arbitrase senilai 4,7 milyar kita perkirakan ini 500 milyar lebih," jelasnya.hrd

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru