JAKARTA - Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais melempar sejumlah kritik terhadap Presiden Jokowi dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Amien menyebut keduanya rezim yang paranoid hingga ugal-ugalan.
Laporan itu disampaikan Amien Rais melalui video yang diunggah di akun YouTube Amien Rais Official dengan judul "DUET JOKOWI LUHUT TIDAK KITA PERLUKAN LAGI". Video itu diunggah pada Sabtu (2/4/2022).
Baca juga: Media Asing Soroti Sikap Jokowi Soal Putusan MK
Amien mengatakan rezim Jokowi-Luhut harus berakhir pada 2024. Dia menuding Jokowi-Luhut melakukan segala cara untuk mengegolkan tujuan politiknya.
"Daripada saya bicara dalam rangka membayangkan oknum tertentu, lebih baik saya landing saja realitas politik kita sekarang ini duet Jokowi-Luhut yang saat ini menjadi simbol dan substansi rezim yang berkuasa saat ini bahwa sesungguhnya harus berakhir pada Oktober 2024," kata Amien.
"Jadi, selain itu, tidak boleh lagi dua oknum ini lantas menggerakkan berbagai cara, tekad ala Orde Baru itu, kita masih terngiang-ngiang rakyat kita dibodohi, tapi kadang ditekan, diancam untuk mengegolkan tujuan politik yang sesungguhnya jahat, political crime," lanjutnya.
Eks Ketua MPR ini menyebut Jokowi-Luhut rezim yang kuat dengan ambisinya. Amien lantas menyebut Jokowi-Luhut sebagai paranoid yang menutupi kelemahan dengan menggertak dan mengancam serta menggerakkan massa.
"Saya ingatkan bahwa rezim Jokowi-Luhut, karena ambisi kekuasaannya itu, menjadi sebuah rezim paranoid. Jadi menjadi paranoid rezim di mana cirinya adalah rasa tidak pernah secure, aman, kemudian cara menutupi kelemahannya dengan cara menggertak, dengan mengancam, dengan mengerahkan massa yang masif, bahwa duet ini adalah satu-satunya yang dapat menyelamatkan bangsa ini," ujarnya.
Amien lantas menyebut massa yang digerakkan adalah perangkat di lingkungan masyarakat. Menurutnya, cara yang dilakukan itu tidak berbobot.
"Jadi saya kasihan melihat keadaan kita sekarang ini, mengerahkan seluruh lurah se-Indonesia, mungkin nanti asosiasi-asosiasi tertentu, mungkin nanti eksponen bangsa petani, nelayan, buruh, pegawai negeri, pensiunan ini pensiunan ini, dan lain-lain," ucapnya.
"Tetapi ini adalah suatu cara yang kosong substansi, kemudian abal-abal, tidak ada bobotnya. Karena apa? Karena ini sangat artifisial, ya seperti balon. Kelihatannya besar, tapi jika terkena jarum kecil saja udah kempis," lanjutnya.
Amien mengatakan Jokowi-Luhut rezim ugal-ugalan. Dia lantas menyinggung usulan penundaan pemilu yang dia klaim sebagai skenario Jokowi-Luhut. Menurutnya, seorang pemimpin harus mengetahui presiden hanya bisa dipilih dua kali.
"Saudara sekalian, saya lihat sandiwara politik yang dipertontonkan oleh duet Jokowi-Luhut itu makin lama makin menggila, makin ugal-ugalan. Jadi tidak bisa lain kesimpulan saya bahwa memang saudara saya Jokowi ini itu, selain tidak kompeten sebagai pemimpin yang saya tulis dalam risalah kebangsaan saya, tapi juga tidak tahu kapan dia harus mundur," ujarnya.
Baca juga: Hutang Indonesia Capai Rp 8.144 Triliun, Pakar: Bayi yang Baru Lahir Sudah Nanggung Utang Rp 30 Juta
"Pemimpin yang baik itu harus tahu persis kapan dia harus mundur, apalagi dalam UUD 45 itu sudah jelas sekali dikatakan presiden kita hanya bisa dipilih dua kali saja. Tapi sekarang mau dipaksakan supaya ada sidang MPR khusus untuk buat PPHN, jadi kemudian nanti arahnya mengubah secara sangat ugal-ugalan, lebih dari itu, sangat jahat, ini luar biasa," lanjut Amien.
Selain itu, Amien menyebut Jokowi-Luhut mengidap sindrom narsisistik megalomania. Sindrom yang membawa diri seseorang merasa paling sempurna.
"Jadi saudara sekalian, memang seorang pemimpin, seorang presiden, itu ada kemungkinan mendapatkan sindrom narsisistik megalomania. Narsisistik itu adalah seseorang yang merasa akulah yang paling sempurna, akulah yang paling benar, akulah yang paling tahu segala macam persoalan, orang lain lebih bodoh, orang lain tidak bermutu, dan lain-lain," ucapnya.
Amien lantas menyarankan Jokowi-Luhut untuk pergi ke psikolog. Untuk memastikan apakah Jokowi-Luhut mengidap apa yang dia sebut itu.
"Megalomania itu membayangkan yang besar-besar, saya lihat ini, maaf ya Saudara Jokowi dan Luhut, Anda berdua ini harus mengaca diri, tanya kepada psikolog-psikolog yang objektif apakah kalian berdua itu sedang menderita narsisistik megalomania tadi. Kalau iya, tentu memohon ampunlah kepada Allah, kepada Tuhan, karena ini bisa bawa bahaya luar biasa," ujarnya.
"Jadi bayangkan kalau orang sudah kena halusinasi kemudian diekspresikan, dihijaulantahkan sindrom narsistik tadi dalam alam riil, maka saya kira sebagian besar bangsa akan mengelus dada, bangsa kita ini bisa melahirkan pemimpin-pemimpin keluar yang saya kira DNA-nya itu keluar dari DNA bangsa kita. Jadi menurut saya aneh-aneh itu ya," sambung Amien.
Baca juga: Utang Rp 8000 Triliun, Pemerintah Indonesia Harus Nyicil Rp 500 T per Tahun
Amien juga mengatakan Jokowi mabuk akan kekuasaan. Menurut Amien, Jokowi tidak merasa puas dengan kekuasaan 10 tahun.
"Nah, saudara sekalian, saya bahkan berani mengatakan di sini, Pak Jokowi dengan pahlawan ini sudah sudah istilahnya itu power drunken, sudah mabuk kekuasaan, 10 tahun belum cukup, masih ingin lagi, ingin lagi," ucapnya.
Amien memahami akan ada banyak kritik atas pernyataannya itu. Namun dia tidak mempedulikan karena apa yang dia ungkap bagian dari sikap demokratis.
"Bahkan saya khawatir andaikata tiga periode misalnya tidak kita halangi macam-macam, kemudian nanti macam-macam ini, saya berpikir ke depan saya tahu orang banyak marah pada saya. Itu Pak Tua ngapain ya, saya sedang menyampaikan kekhawatiran saya sebagai anak bangsa yang mungkin yang tidak suka sama saya, saya dianggap noise, tapi itu tidak apa-apa, itu risiko," ucapnya.
"Tidak ada orang yang punya pendapat di negeri demokratis yang terbuka sekarang ini itu tidak dihujat, yang sudah betul pun dihujat, ayat Al-Qur'an saja diusulkan 300 ayat mau dihilangkan dan lain-lain ini. Jadi sontoloyonya banyak sekali di negeri kita ini kalau sampai nanti duet Jokowi lihat itu," imbuhnya.ik/you
Editor : Redaksi