SURABAYA (Realita)- Sidang dugaan perkara pembayaran upah karyawan di bawah minimum regional dengan terdakwa Wibowo Pratikno Prawita, Direktur Utama (Dirut) PT Rakuda Furniture kembali digelar dengan agenda pembacaan nta pledoi (pembelaan) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (25/8/2022). Inti dari peldoi itu menyebut penyelesaian hak-hak pekerja telah jadi tanggung jawab kurator.
Dihadapan majelis hakim, terdakwa membacakan pledoinya secara pribadi yang menyatakan dirinya selaku Dirut PT Rakuda dituduh telah membayar upah karyawannya di bawah minimum regional. Menurutnya, semua terjadi berawal saat dirinya diberi tanggung jawab mengurus perusahaan setelah papanya meninggal dunia. “Perlu kiranya saya ceritakan kejadian demi kejadian yang saya rasakan dalam perkara ini. Ketika papa saya meninggal, saya diberi tanggung jawab besar untuk mengurus perusahaan yang dimana pada saat itu saya masih awam tentang mengurus sebuah perusahaan,” ujarnya.
Baca Juga: Alhamdulillah! Besok, Gaji ke-13 Cair
Setelah waktu berlalu, PT Rakuda kemudian mengalami kesulitan finansial karena masalah demi masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Saat itu, terdakwa dan semua staff perusahaan mencari jalan keluar agar segera terbebas dari permasalahan ini. “Kemudian pada tahun 2017, pekerja mogok kerja karena mereka menuntut untuk dibayar sesuai UMK. Atas tuntutan tersebut pihak perusahaan dan pihak pekerja mulai berunding dan telah terjadi kesepakatan sehingga timbul perjanjian bersama, yang isinya pihak perusahaan telah memenuhi tuntutan mereka dengan memberikan upah UMK 2017,” ungkapnya.
Namun masalah baru muncul, pada 2021 berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 10/Pdt.Sus-PKPU/2020/ PN.Niaga.Sby tanggal 24 Juli 202, PT Rakuda dinyatakan pailit. “Dengan adanya putusan pailit, debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Dengan putusan tersebut pula seluruh kekayaan debitur baik yang telah ada ataupun yang diperoleh selama proses kepailitan secara otomatis akan diletakkan sita umum. Sita umum dilakukan dengan cara mengontrol semua harta kekayaan debitur dengan menunjuk kurator,” jelas terdakwa.
Setelah mengetahui PT Rakuda pailit, para pekerja mengajukan tagihan atas kekurangan gaji tahun 2016 yang sudah terverifikasi serta disahkan oleh hakim pengawas. “Dimana para pekerja sudah terdaftar sebagai kreditor preferen dan kreditor konkuren. Hal tersebut sudah dikonfirmasi oleh kurator di dalam persidangan,” katanya merujuk pada keterangan kurator sebagai saksi pada sidang sebelumnya.
Menurutnya, pembayaran penyelesaian hak-hak pekerja diantaranya, upah terutang, uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak telah menjadi tanggung jawab kurator. “Dimana pelunasan pembayaran akan dibayar nanti setelah penjualan harta pailit PT Rakuda Furniture sesuai pasal 27, pasal 39 ayat (2) jo pasal 271 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,” bebernya.
Setelah perusahaan miliknya telah dinyatakan pailit, terdakwa tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Pasalnya, semua harta dan aset PT Rakuda saat ini telah disita. “Saya dilarang untuk mengurusi semua yang berkaitan dengan perusahaan termasuk tagihan. Juga para pekerja sudah mengajukan tagihan ke kurator, sehingga mengenai penyelesaian hak-hak pekerja akan menjadi tanggung jawab kurator yang mengurus dan mengontrol semua harta kekayaan PT Rakuda Furniture,” tegas terdakwa.
Baca Juga: Alhamdulillah, Subsidi Pekerja Rp 2,4 Juta Cair setelah Lebaran
Namun apabila perbuatannya tetap dianggap salah dimata hukum, terdakwa mohon maaf kepada semua pihak yang merasa dirugikan. “Tapi kebenaran dan kejujuran harus saya ungkapkan di sini. Untuk itulah saya mengajukan permohonan untuk dapatnya ditetapkan tidak bersalah dan bebas dari tuntutan hukum. Apalagi saya belum pernah dihukum dan juga sebagai tulang punggung keluarga,” paparnya.
Sementara itu, Ratno Tismoyo, penasehat hukum terdakwa melalui pledoinya menjelaskan bahwa dalam kasus ini surat dakwaan disusun secara tunggal dan dalam surat tuntutannya berpendapat perbuatan terdakwa terbukti memenuhi unsur delik pasal 90 ayat (1) jo pasal 185 UU RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 68 Tahun 2015 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2016.
“Namun sebaliknya kami selaku penasehat hukum terdakwa berpendapat, perbuatan terdakwa sama sekali tidak terbukti memenuhi unsur pokok delik dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum,” katanya.
Dalam pledoinya, Ratno juga menyimpulkan bahwa surat dakwaan terlalu dipaksakan dan tidak menguraikan secara esensial mengenai pengertian yang nyata dari perbuatan terdakwa dikarenakan tidak menerima bukti/dokumen secara lengkap.
“Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang demikian sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat (3) KUHAP menjadi batal demi hukum dan secara yuridis sejak semula tidak ada tindak pidana seperti yang diuraikan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum atas diri terdakwa,” tegasnya.
Perlu diketahui, dalam surat dakwaan dijelaskan bahwa terdakwa Wibowo Pratiknyo Prawita sebagai Direktur Utama PT Rakuda Furniture membayar upah minimum di bawah ketetapan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 68 Tahun 2015. Setelah Pergub Nomor 68 Tahun 2015 diundangkan pada 20 Nopember 2015, terdakwa tidak mau membayar upah pekerja sesuai dengan ketentuan tersebut. Atas hal tersebut, para pekerja melaporkan PT Rakuda Furniture ke Disnaker Propinsi Jawa Timur dan Transmigrasi di Surabaya.ys
Editor : Redaksi