JAKARTA (Realita) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merupakan salah satu lembaga negara yang didirikan pasca reformasi tahun 1998. Lembaga nonstruktural yang bermarkas di Cijantung, Jakarta Timur ini didirikan dan dibentuk berdasarkan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Sebagai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK bertugas memberikan perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban untuk menghindarkan ancaman atau intimidasi baik hak maupun jiwanya dari si pembuat tindak pidana dan/atau para simpatisan (keluarga maupun para pengikutnya)," ungkap Kepala Biro Hukum LPSK, Sriyana di kantornya, Senin (7/11) saat beraudiensi dengan Unit Penelitian Pengabdian Masyarakat dan Publikasi (UP2P) FH UJ dan Mahasiswa Fakultas Hukum Univ Jayabaya.
Baca Juga: FEB Undip Raih Sekolah Bisnis Terbaik 2 di Indonesia Versi Edurank 2023
Menurutnya, keberadaan LPSK dalam upaya menegakkan prinsip hukum “Equality Before The Law” dengan cara memberikan jaminan perlindungan kepada saksi, pelapor, dan korban dalam proses peradilan hukum pidana disetiap tahapan proses hukum sangat erat kaitannya dengan upaya dan proses mewujudkan “Judiciary Reform” yang mengarah pada upaya untuk membentuk “Restorative Justice Model” dalam proses peradilan hukum pidana.
"Hal ini semua diatur dalam Pasal 2 UU No. 13/2006 Tentang Perlidungan Saksi dan Korban. Yaitu memberikan perlindungan kepada Saksi dan Korban dalam semua tahap proses peradilan pidana," jelas Sriyana
"LPSK sebagai "lembaga yang bersifat mandiri” diharapkan mampu menjalankan peran dan fungsinya sebagai lembaga yang bertanggungjawab melakukan perlindungan bantuan terhadap saksi maupun korban-korban kasus tindak pidana di Indonesia”, khususnya “memberikan rasa aman dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana (Pasal 4 UU No. 13/2006)," ucapnya lagi.
Ketua UP2P, Sheha A. Habib, SH.MH melalui keterangan tertulis yang diterima Realita.co Kamis (10/11/2022) memaparkan, audiensi ini merupakan hal yang menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh UP2P FH Universitas Jayabaya.
"Audiensi ini dimaksudkan agar para mahasiswa-mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Jayabaya mendapatkan pengetahuan secara langsung tidak hanya sekedar teori, selain itu juga dalam rangka melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi. Dalam kegiatan ini kami dari UP2P dan Dosen-dosen serta mahasiswa- mahasiswi FHUJ disambut dengan hangat oleh Kepala Biro Hukum LPSK, Bapak Sriyana yang sekaligus juga sebagai pematerinya, dalam paparannya beliau menjelaskan tentang “Peran Strategi LPSK dalam Pemenuhan Hak Saksi dan Korban Tindak Pidana," kata Sheha A. Habib.
Diketahui, kewenangan LPSK-RI diatur dalam Pasal 12A UU No. 31 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa dalam menjalankan tugasnya, LPSK-RI berwenang:
• Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pemohon dan pihak lain yang terkait dengan permohonan;
• Menelaah keterangan. Surat, dan/atau dokumen yang terkait untuk mendapatkan kebenaran atas permohonan;
Baca Juga: LPSK Resmi Lindungi David Ozora yang Masih Koma hingga Saat Ini
• Meminta informasi perkembangan kasus dari penegak hukum;
• Melakukan pengamanan dan pengawalan;
• Meminta salinan atau fotokopi surat dan/atau dokumen yang diperlukan dari instansi manapun yang memeriksa laporan pemohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
• Mengubah identitas terlindung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
• Melakukan pendampingan saksi dan/atau korban dalam proses peradilan;dan
Baca Juga: Kasus Belum Tuntas, Pajero yang Menewaskan Mahasiswa UI Sudah Berubah Warna
• Mengelola rumah aman;
• Memindahkan atau merelokasi terlindung ke tempat yang lebih aman;
• Melakukan penilaian ganti rugi dalam pemberian restitusi dan kompensasi.
Selain hal tersebut di atas, peran dan wewenang LPSK tidak hanya melindungi saksi dan korban, namun juga melindungi justice collaborator, ahli, pelapor dan pelaku yang mau menjadi justice collabolator. Beby
Editor : Redaksi