Oknum Dugaan Mafia Hukum Dilaporkan ke Presiden dan Jaksa Agung

JAKARTA (Realita) - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepulauan Riau (Kepri) Hari Setiyono dilaporkan ke Presiden RI Joko Widodo dan Jaksa Agung RI ST Burhanuddin oleh Nasib Siahan yang merupakan kuasa hukum dari Usman alias Abi dan Umar, Senin (07/06). 

Selain itu, Hari juga diduga telah mengelabui Jaksa Agung Muda Pidana Umum Dr Fadil Zumhana dengan berstrategi curang. Usman alias Abi dan Umar merupakan korban dugaan mafia hukum di Kepri atas kasus jual beli besi scrap crane noel.  

Baca Juga: Jokowi Minta Kapolri Bebaskan Pendemo yang Ditahan

Sebelumnya Hari Setiyono telah menyatakan bahwa P-21 atas kasus tuduhan penadah telah sesuai dengan prosedur. Namun, Nasib Siahaan membantah bahwa P-21 terhadap kliennya justru seluruh prosedur telah dilanggar. 

Kuasa hukum Usman memaparkan, bahwa berdasarkan P-19 atau petunjuk untuk memeriksa ahli taksasi harga dan memeriksa ahli pidana dan perdata, dan dalam berita acara ekspose pada (23/10/2020) menyatakan unsur tindak pidana berdasarkan rumusan Pasal 480 KUHP yang disangkakan kepada Usman alias Abi dan Umar tidak terpenuhi.  Sehingga pada 25 Februari 2021, Aspidum Kejati Kepri, Edi Utama mengembalikan kepada penyidik SPDP No: SPDP/22a/XII/2020/Dirreskrimum tanggal 21 Desember 2020 atas nama Usman alias Abi dan Umar. 

Lalu kasus dinyatakan belum lengkap atau P-18 oleh penyidik pada (28/04/2021).

Ahli hukum perdata Dr. Yudhi Priyo Amboro, SH dari Universitas Internasional Batam kepada penyidik dalam perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar, berpendapat  legal standing kepemilikan bukan pada pelapor (Ahok) karena barang scrap yang dijual oleh Dedy Supriadi kepada Sunardi kemudian dijual lagi kepada Usman alias Abi dan Umar belum dilakukan serah terima dari Jasib Shipyard kepada PT. Karya Sumber Daya, perusahaan milik Ahok. 

Berdasarkan keterangan ahli perdata tersebut, ahli hukum pidana Prof. Maidin Gultom, SH, menyatakan unsur pidana sebagaimana rumusan pasal 480 KUHP dalam perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar  tidak terpenuhi. “Akan tetapi ajaibnya,  BAP ahli hukum perdata dan hukum pidana lenyap dalam berkas perkara atas nama Usman alias Abi dan Umar pada saat pengiriman berkas terakhir ke Kejati Kepri akhir April 2021”

Menurut Nasib Siahaan, SH pada 5 Mei 2021, tanpa pernah ada Pengembalian Berkas Perkara (P 19), tiba-tiba berkas perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar dinyatakan lengkap (P-21), berdasarkan pemberitahuan Wakil Kejati Kepri, Dr Patris Yusrian Jaya kepada Kapolda Kepri, Nomor: B-435/L.10.1/Eoh.1/5/2021, dengan diwarnai ada dugaan manipulasi tanggal pembuatan Rendak dan Chek List oleh JPU Raymund Hasdianto Sihotang, SH Tanggal pembuatan Rendak dan Chek List  oleh JPU P 16 sebenarnya adalah tanggal 17 Mei 2021. Namun oleh JPU Raymund Hasdianto, Sihotang, SH tanggal 17 Mei 2021 tersebut dicoret dan diganti menjadi tanggal 5 Mei 2021. 

Setelah adanya maladministrasi penetapan P-21 dalam berkas perkara atas nama Usman alias Abi dan Umar riuh dipersoalkan, lalu lahir kebohongan baru, dengan menyatakan JPU telah melakukan koordinasi melalui Vicon dengan penyidik, setelah P-21. 

Pertanyaannya, untuk apa lagi koordinasi dengan penydik dilakukan setelah berkas perkara sudah dinyatakan P-21?. 

Kebohongan lainnya, Hari Setiyono memakai argumen tersangka Usman alias Abi dan Umar sudah mendapat surat somasi dari Kuasa Hukum Kasidi alias Ahok pada tanggal 27 April 2019. Padahal selain tidak pernah diterima oleh Usman alias Abi dan Umar, surat somasi Minggu Sumarsono, SH kuasa hukum Ahok tidak dapat dipakai sebagai bukti petunjuk, karena dikeluarkan pada tanggal 27 April 2019.  

Besi tua scrap crane noel seberat  58.490 kilo gram berdasarkan bukti Gate Pass, ditransaksikan dan dikeluarkan dari Gudang PT. Ecogreen Oleochemicals pada tanggal 26 April 2019. “Dalam konteks perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar ini pihak JPU telah merangkai kebohongan, terdapat hubungan sedemikian rupa, dan kebohongan yang satu, melengkapi kebohongan yang lain, sehingga secara timbal balik, menimbulkan suatu gambaran palsu, seolah-olah merupakan suatu kebenaran,” tukas Nasib lagi.

Mafia hukum di Kejati Kepri belakangan mendapat sorotan pers nasional. Usman alias Abi dan Umar yang bukan pihak yang menjadi subjek dalam Laporan Polisi Nomor: LP-B/34/V/2019/SPKT-Kepri tanggal 2 Mei 2019, namun ditetapkan sebagai Tersangka, dengan dikenakan dugaan tindak pidana “pertolongan jahat  penadahan” sebagaimana yang dimaksud Pasal 480 KUHP, atas petunjuk P-19 JPU, Nomor: B-74/K.10.4/Eoh.1/01/2020 tanggal 20 Januari 2020, semata-mata berlandaskan karena adanya Putusan Nomor: 170/Pid.B/2020/PN.Btm tertanggal 18 Mei 2020 jo Putusan Pengadilan Tinggi Pekan Baru Nomor: 334/PID.B/2020/PT. PBR tertanggal 14 Juli 2020, yang telah berkekuatan hukum tetap atas nama terdakwa Dedy Supriadi, Dwi Buddy Sentosa, dan Saw Tun alias Alamsyah, yang juga produk mafia hukum.

“Tidak semua orang yang membeli barang hasil “kejahatan”  dapat dikatakan penadah. Haruslah dibuktikan terlebih dahulu apakah orang tersebut memenuhi  unsur-unsur dasar untuk dapat dikatakan sebagai seorang penadah. Sesungguhnya sifat “asal dari kejahatan” yang melekat pada suatu barang dapat hilang apabila barang tersebut telah diterima oleh pembeli yang beritikad baik” ujar ahli pidana, Prof. Maidin Gultom, SH.

Usman alias Abi dan Umar mendapat penawaran resmi melalui surat dari seorang yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang besi tua bernama Sunardi, Direktur PT. Royal Standar Utama pada tanggal  24 April 2019.

Baca Juga: Jokowi Ngaku Tak Bisa Tidur di IKN

Berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli Scrap, Usman alias Abi dan Umar  membayar, dengan harga Rp.4500 per kilo gram. Harga wajar scrap di pasaran pada saat itu Rp. 4300,- per kilo gram. Dalam katalog Yurisprudensi  tersebut mencontohkan  Putusan No. 770 K/Pid/2014 (Abdul Bahar, Moch Ismael, dan Mulyono) dan No. 607 K/Pid/2015 (Srihardono) dimana Terdakwa dalam putusan-putusan tersebut membeli barang dengan harga yang sama dengan harga pasar/standar, sehingga barang tersebut tidak patut diduga berasal  dari tindak pidana dan Terdakwa tidak terbukti melakukan penadahan.

Cilegon dalam

Pada tanggal 23 Mei 2019,  Kasidi alias Ahok (pelapor) mengklaim kepada Mohammad Jasa bin Abdullah atas permasalahan besi scrap 125 ton besi dan 60 ton tembaga. Terhadap klaim kerugian dari Kasidi alias Ahok tersebut  sebenarnya telah diselesaikan oleh Mohammad Jasa bin Abdullah  dengan cara mengurangi jumlah hutang Kasidi alias alias Ahok kepada Mohammad Jasa bin Abdullah, berdasarkan bukti berupa Surat Kesepakatan Bersama Tentang Sisa Pembayaran Penjualan Besi Scrap Impsa 4 Unit Crane Container tanggal 24 Mei 2019. Artinya diantara keduanya sudah tidak ada persoalan lagi. Bukti ini telah diserahkan kepada penyidik, namun oleh penyidik dihilangkan dari berkas perkara.

Nasib Siahaan, SH menyatakan pada tanggal 2 Juni 2021 pukul 13.00 WIB, berlangsung ekspos perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar, melalui  Video Conference (Vicon) yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil  Zumhana. Dalam Vicon,  Kajati Kepri Hari Setiyono berstraregi culas dengan hanya melibatkan jaksa Raymund Hasdianto Sihotang, SH, Kasie Oharda Kejati Kepri, yang justru merupakan jaksa yang menjadi terlapor sebagai pelaku mafia hukum. Anehnya, Jaksa P-16 lain untuk perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar bernama Ali Lubis, SH dan Anthoni Indra Simamora, SH, MH malah tidak dilibatkan.

Pada saat Vicon dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana, Kajati Kepri Hary Setiyono diduga sengaja tidak melibatkan Jaksa Ali Rasab Lubis, SH dan Jaksa Anthoni Indra Simamora, SH, MH, Kasie Kamnegtibum dan TPUL Kejati Kepri, para Jaksa P-16 dalam perkara Usman alias Abi dan Umar, diduga dengan maksud agar rekayasa perkara dan praktek mafia hukum tidak terbongkar atau dapat disembunyikan di hadapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana. 

“Jaksa Ali Rasab Lubis, SH sengaja tidak dilibatkan meskipun saat Vicon tengah berada di kantor, Sedangkan Jaksa  Anthoni Indra Simamora, SH, MH, menjelang Vicon diperintahkan Kajati Kepri Hari Setiyono pergi ke Batam untuk sebuah urusan yang tidak terlalu penting. Pertanyaan besarnya, bila P-21 sudah sesuai prosedur mengapa Kajati Kepri takut melibatkan kedua jaksa P-16 ini dalam Vicon?,” ujarnya.

Padahal Kajati Kepri Hari Setiyono telah mengetahui Jaksa Raymund Hasdianto Sihotang, SH sebagaimana ramai diberitakan di media (06/06) memiliki catatan pernah melanggar SOP dan diperiksa secara internal yang mana hasil pemeriksaannya diserahkan Jampidum kepada Jamwas Kejagung RI. 

Berdasarkan fakta tersebut Kajati Kepri Hari Setiyono selaku pimpinan seharusnya menggolongkan Jaksa Raymund Hasdianto Sihotang, SH sebagai jaksa yang perlu diawasi serta dibina, dan bukannya diberi kesempatan dalam Vicon untuk menjelaskan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana tentang duduk perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar.

Baca Juga: Belum Pindah ke IKN Meski Air dan Listrik Sudah Ada, Jokowi Kini Pertanyakan Fasilitas Kursi

”Hal ini tidaklah elok, terlebih-lebih status Jaksa Raymund Hasdianto Sihotang, SH sebagai jaksa yang ikut dilaporkan sebagai mafia hukum. Ini bentuk pengelabuan oleh Kajati Kepri kepada Jampidum,” tukas Nasib Siahaan, SH.

Jaksa Raymund Hasdianto Sihotang, SH, ikut menyatakan berkas perkara atas nama tersangka Song Chuanyun alias Song P-21, meskipun  tidak memenuhi  syarat materiil dan Chek List dibuat sekaligus untuk P-19 dan P-21 dan dilampirkan pada P-24, masing-masing tanpa ada persetujuan dari Aspidum Kejati Kepri.  

Jaksa Raymund Hasdianto Sihotang, SH, ikut menyatakan perkara tersangka Song Chuanyun alias Song dapat dimajukan ke persidangan melalui pengadilan negeri Batam, karena memenuhi unsur Pasal 351 ayat 3 KUHP. Tidak sesuai keterangan Ahli Hukum Internasional Prof. Hikmanto Juwana, SH, LLM, Ph.D, dan Ahli Nautica Djoko Wiwin Sunarno, yang menyatakan locus delicti perkara tidak berada di wilayah hukum Indonesia kemudian, dan tidak dapat disidang di pengadilan negri Batam. 

Jaksa Raymund Hasdianto Sihotang, SH, dikualifisir tidak menjalankan kewajibannya melaksanakan dan mengendalikan kegiatan PraPenuntutan berupa Rencana Surat Dakwaan. Dan Surat Dakwaan  tidak sesuai Surat Edaran Jaksa Agung RI dan Petunjuk Teknisnya, Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: B-607/E/11/1993 tanggal 22 Nopember 1993 perihal Pembuatan Surat Dakwaan.

“Kami sudah sampaikan surat terbuka kepada Presiden RI dan Jaksa Agung RI, agar jaksa tidak menggigit orang yang tidak bersalah, karena dapat merusak iklim investasi, terlebih-lebih pada era pandemic covid 19. Untuk itu Kajati Kepri dan anak buahnya  kali ini harus ditindak tegas dengan dicopot oleh Jaksa Agung. Ini pembangkangan terhadap perintah Presiden Joko Widodo yang mengultimatum aparat penegak hukum dilarang menggigit orang yang tidak bersalah,” ujar Nasib Siahaan, SH.

Sementara itu, Hari Setiyono mengatakan Bahwa Kepala Kejaksaan Tinggi sangat menghormati setiap orang pencari keadilan untuk memperjuangkan nasibnya dengan cara yang prosedural menurut hukum sehingga dapat dijadikan pembelajaran positif bagi masyarakat.

"Kalau mereka tidak puas silahkan ajukan kasasi," ujar Hari. hrd

Editor : Redaksi

Berita Terbaru