BATU (Realita)- Tradisi jenangan merupakan warisan budaya leluhur yang turun temurun di lingkungan orang Jawa yang sarat makna dan simbol kehidupan salah satunya tradisi jenangan yang merupakan kearifan lokal.
Kegiatan jenangan biasanya disuguhkan dalam acara pernikahan dan penyambutan tamu agung , tradisi jenangan itu sendiri sebagai simbol kebersamaan dan gotong royong sesama warga masyarakat.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Kota Batu Tahun 2024 Meningkat Signifikan
Kali ini disuguhkan untuk menyambut 74 Kades dan Lurah berprestasi seluruh Indonesia yang datang berkunjung di Balai Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Kamis (5/12/2024)
Kepala Desa Tulungrejo, Suliono menyampaikan, tradisi jenengan disamping sebagai simbol kebersamaan dan gotong royong, proses pembuatanya pun penuh dengan filosofi dan makna yang dalam.
Baca Juga: Wali Kota Batu Terpilih Puji Keberhasilan PT Selecta Dalam Pengelolaan Pariwisata
" Mulai proses pembuatan adonan dan persiapan membuat tungku dan saat mengaduk pun tidak bisa dilakukan sendiri tetapi harus bersama-sama. Yang artinya bahwa desa itu tidak bisa berdiri sendiri," terang Suliono
Kades yang selalu berpenampilan nyentrik ini mengungkapkan, sama seperti apa yang disampaikan oleh Rokcy Gerung bahwa desa itu di ibaratkan lumut yang harus bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai intansi baik itu dari APH, OPD, Provinsi dan Pusat. Pungkasnya.
Baca Juga: Pj. Wali Kota Batu Tinjau Langsung Gerakan Nasional Aksi Bergizi di SMPN 2
Sementara itu ibu Kanti menjelaskan proses pembuatan jenangan itu terdiri dari beberapa bahan dan bumbu yang harus dicampurkan yaitu, beras, gula merah, kelapa, kemiri, bawang dan lain sebagainya.
" Proses pembuatan jenangan ini membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 5 jam, ini tadi dimulai dari jam 10.00 sampai jam 14.00 WIB. Pembuatan jenangan ini diperuntukan untuk penyambutan tamu dari Kemendagri yang datang berkunjung ke Balai Desa Tulungrejo," jelas Ibu Kanti. (Ton)
Editor : Redaksi