MADIUN (Realita) – Tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) Perumahan Puri Asri Lestari (PAL) akhirnya terungkap.
Senin (9/12/2024), Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Madiun menetapkan tiga tersangka dalam dugaan praktik rasuah tersebut. Salah satunya, mantan Kepala Kantor ATR/BPN Kota Madiun berinisial SDM.
Baca Juga: Sambut Hari Jadi ke-106 Kota Madiun, Kejari Bersih-bersih Jalan
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur (Jatim), kerugian negara yang diakibatkan penyalahgunaan PSU diperkirakan mencapai Rp 2,4 miliar.
‘’Kami menemukan alat bukti cukup bahwa ada kerja sama antara pihak pengembang dengan pihak BPN saat itu. Kasus ini tahun 2012 ketika pihak pengembang mengajukan izin membangun perumahan,’’ kata Kepala Kejari Kota Madiun, Dede Sutisna, Senin (9/12/2024).
Selain mantan Kepala BPN, kata Dede, pihaknya juga menetapkan dua tersangka lain yang merupakan pihak pengembang perumahan. Yakni, Direktur PT Puri Larasati Propertindo (PLP), berinisial HS dan Manajer Operasional PT PLP, TI.
Dari hasil pemeriksaan, kasus tindak pidana korupsi ini bermula ketika pihak PT PLP mengajukan permohonan pengembangan perumahan di Jalan Pilang AMD, Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun. Kala itu, PT PLP mengajukan site plan membangun 38 unit rumah. Namun, Pemkot Madiun menetapkan hanya 35 unit rumah yang diperbolehkan untuk dibangun sesuai dalam Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) dan sisanya lahan untuk PSU berupa ruang terbuka hijau (RTH).
Nah, persoalan muncul ketika pihak pengembang mengajukan permohonan pemisahan atau pemecahan sertifikat tanah dan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) di Kantor BPN Kota Madiun.
Pengembang sengaja memanipulasi data dalam dokumen dengan tetap menggunakan site plan versi pengembang untuk 38 unit rumah. Pun, Kantor BPN Kota Madiun menyetujui permohonan dari pengembang dengan menerbitkan 38 Surat Hak Guna Bangunan (SHGB). Padalah, dalam ketentuan Peraturan Kepala BPN 1/2010 mensyaratkan permohonan untuk menerbitkan pemecahan SHGB harus sesuai site plan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Baca Juga: Kajari Kota Madiun Dede Sutisna Nguri-uri Budaya Jawa Lewat Gamelan
‘’Kemudian Kantor DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Kota Madiun juga menyetujui pengajuan IMB tersebut tanpa mendasari rekomendasi resmi dari Pemkot Madiun,’’ bebernya.
Akibatnya, sambung dia, lahan yang seharusnya untuk PSU berupa RTH dikomersilkan pihak pengembang demi keuntungan. Yakni, membangun serta menjual 3 unit rumah di atas lahan yang seharusnya dialokasikan untuk RTH. Pengembang memperoleh keuntungan senilai Rp 1 miliar hasil penjualan unit rumah tersebut.
‘’Pihak pengembang mencoba menyerahkan PSU sepanjang 2016 sampai 2021, tapi pemkot menolak karena tidak sesuai site plan,’’ terang Dede.
Dalam proses ungkap kasus ini, Dede menyebut telah memeriksa puluhan saksi dari Kantor BPN Kota Madiun serta Pemkot Madiun. Pun meminta keterangan tiga saksi ahli. Yakni, saksi ahli keuangan negara, saksi ahli pidana, dan BPKP Jatim.
Baca Juga: Tongkat Komando Kejari Kota Madiun Berganti
Akibat perbuatan mereka, ketiga tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
‘’Ancaman hukuman maksimal empat sampai 20 tahun penjara,’’ sebutnya.
Dia menambahkan, pihaknya telah memperoleh data total 118 perumahan yang ada di Kota Madiun. Namun, yang telah menyerahkan PSU hanya sebanyak 27 perumahan. Pasca penindakan ini, Kejari akan menggandeng Pemkot Madiun untuk memperbaiki tata kelola dan menertibkan permasalahan PSU.
‘’Diperlukan ketegasan dalam menegakkan aturan yang berlaku agar serah terima PSU perumahan bisa berjalan secara optimal,’’ pungkas Dede.adi
Editor : Redaksi