Pilpres 2024 Butuh Capres Alternatif, Siapa?

realita.co

MANADO – Komite Pemilih Indonesia (TepI) menggelar diskusi publik yang bertajuk : Capres Alternatif, Mengapa Tidak? yang dihelat di Kafe Charity,, Kleak, Manado, Sulawesi Utara (Sulut) Kamis (8/09/2022).

Saat menyampaikan ide dan pandangannya Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menyebut agar lebih menarik sebaiknya jelang pilpres 2024, muncul capres alternatif yang mewakili bidang hukum, ekonomi, sosial dan politik, militer serta pegiat anti korupsi.

Baca juga: Direktur P3S:  Pengangkatan 127 ASN di Minut Sudah Prosedural, Jangan Jadikan Komoditas Politik

“Yang utama adalah mereka punya konsep dan strategi membuat negara ini menjadi lebih baik. Saya coba tawarkan nama seperti mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Assidiqie. Beliau tokoh yang secara rasional dan empiris bisa diterima publik,” ujarnya.

Jimly menurut Jerry merupakan figur yang jujur dan tulus dalam memajukan bangsa ini barangkali dari sisi finasial, dia tak seperti kandidat lain. Calon alternatif lain  yang yang berlatar-belakang ekonom yakni Rizal Ranli.

“Saya pikir dia tahu persis untuk mengatur ekonomi yang lagi sakit parah dan economic crisis. Di saat hutang membengkak hingga Rp7.000 triliiun dan inflasi mencapai 5 persen inflasi pangan tembus 11,4 ,persen maka dibutuhkan pemimpin punya grand strategy seperti Rizal. Dia sukses saat menjadi Menko Ekonomi Gus Dur dia mampu membuat ekonomi tumbuh dari minus 3 persen menjadi plus 4 persen. Hal luar biasa, dia jujur, cinta dan peduli rakyat,” terang dia.

Pemilu 2024 tandas peneliti politik dari American Global Univesiity yang politik pencitraan tak akan laku lagi misalkan doyan foto selfie, bersepeda dan pencitraan lain. Jadi kalau ada capres alternatif yang cerdas mereka akan laris seperti survei lembaga KedaiKopi.

Selain itu tambahnya, pegiat anti korupsi Abraham Samad arau Ketua KPK Firli Bahuri.

“Saya pikir koruptor akan ketakutan jika bangsa ini dipimpin oleh tokoh yang garang dan dikenal anti korupsi. Kalau mewakili kaum perempuan ada seperrti Mantan Menteri KKP Jokowi Susi Pudjiastuti. Kendati pendidikannya tak terlalu tinggi tapi keberanianya membakar kapal-kapal pencuri ikan dari negara asing menjafi catatan tersendiri,” paparnya.

Ada lagi tokoh dari Sulawesi seperti Gubernur Olly Dondokambey. Dia layak diperhitungkan masuk dalam bursa capres.

Sedangkan Dosen Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi, Manado Ferry Liando dalam paparannya menjelaskan salah satu cara untuk mencegah terjadinya golput pada pilpres 2024 adalah memerlukan calon alternatif sebagai calon presiden dan wakil presiden pada pemilu 2024..

“Hasil penelitian yang pernah saya dilakukan di tahun 2015, menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pemilih tidak menggunakan hak pilihnya salah satunya disebabkan karena kejenuhan pemilih terhadap calon-calon yang tampil berkompetisi pada pemilu,” ulasnya.

Oleh karena itu, dia menuturkan calon alternatif tidak hanya merujuk pada aktor politik akan tetapi merujuk juga pada institusi politik. Kejenuhan pemilih disebabkan pula karena partai politik peserta pemilu hanya berganti-ganti pada 2 atau 3 parpol itu-itu saja.

Baca juga: Pemerintahan Prabowo Diminta Tak Pakai Jasa Buzzer dan Influencer

“Apalagi performa parpol-parpol itu tidak mengarah pada perbaikan demokrasi. Korupsi makin merjalela, pelayanan publik makin buruk dan harga konsumsi makin mahal dan menyulitkan masyarakat.

Cuma saja baik konstitusi maupun UU 7 tahun 2017 tidak memberikan ruang bagi publik untuk memunculkan calon alternatif. Calon presiden hanya bisa diusung oleh parpol. Jadi suka atau tidak suka, siapa calon yang di usung parpol harus diterima masyarakat. Parpol yang bisa mengusung calon hanyalah parpol yang memiliki kursi sebanyak 20 persen hasil pemilu 2024,” sebut Ferry.

Jika angka itu tidak cukup tegasnya, maka suatu parpol bisa bergabung dengan parpol lain.

“UU tidak memberi jalur lain untuk mengusung calon presiden selain parpol. Kita tidak dimungkinkan untuk mengusung calon dari jalur independen seperti di USA.

Untuk mencegah desakan calon alternatif, sangat tergantung pada peran parpol. Parpol harus selektif menyeleksi calon. Banyak figur-figur yang sudah teruji, tidak korup, visioner dan nasionalis tapi tidak diberi ruang oleh parpol untuk menjadi calon. Parpol juga kerap hanya terjebak pada hasil-hasil survey dan pemodal. Padahal hasil survey hanya sebatas mengukur popularitas, bukan mengukur kinerja, kejujuran dan visi,” ujar peneliti kepemiluan PP AIPI ini.

Sementara Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi) Jeirry Sumampow mempertanyakan alasan capres alternatif?

Baca juga: Airlangga Mundur, Pengamat: Jokowi dan Gibran Berpeluang Jadi Ketum jika AD/ART Diubah

Menurut Jeirry, hal ini untuk menerobos kejenuhan pemilih, hingga mendorong percakapan yang lebih kualitatif. Menggali gagasan para calon. Mewujudkan Pemilu sebagai persaingan gagasan,” ujarnya.

Jadi terangnya, persoalan lain yakni adanya design branding media dan medsos diarahkan untuk promosi orang-orang itu saja, namun capres alrernatif jarang disurvei.

“Menurut saya PT dan keterbatasan calon buntutnya menghalangi calon alternatif. Mestinya Pemilu serentak, PT tak ada atau nol,” tandas Jeirry.

Jeirry pun menyebut nama-nama yang menjadi acuan dan semakin banyak semakin banyak pilihan supaya menarik dan dapat perhatian publik.

Siapa calon alternatif yang cocok? Jimly Assidiqie, Rizal Ramli, Ilham Habibie.jr

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru