KOTA MALANG (Realita)- Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang 2022-2042 telah dilakukan pembahasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang.
Saat ini, telah memasuki tahap Pandangan Umum Faraksi-fraksi DPRD Kota Malang, dalam agenda sidang paripurna DPRD Kota Malang, di Lantai 3 Gedung DPRD Kota Malang, Senin (10/10/2022).
Baca juga: Dilantik dan Diambil Sumpah, Ini 45 Anggota DPRD Kota Malang Periode 2024-2029
Terhadap Ranperda RTRW tersebut, DPRD Kota Malang fokuskan pada empat penataan. Hal itu disampaikan Ketua DPRD Kota Malang, I Made Rian Diana Kartika.
Made, sapaan karib Ketua DPRD, menyebutkan, pemfokuskan empat penataan itu nantinya pada penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH), Cagar Budaya, Kawasan Heritage dan Kawasan Investasi.
"Nantinya RTH disesuaikan, kemudian kita lihat muatan lokalnya seperti apa, cagar budaya, ketersediaan sawah yang dilindungi, kawasan heritage, serta kawasan investasi yang berkaitan dengan ijin tenaga kerjanya,” ungkapnya.
Selain itu, Made juga menjelaskan, akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang beranggotakan 15 orang dan empat dari pimpinan. Yang mana, nanti dalam pembahasan lebih lanjut selama 20 hari ke depan.
"Untuk RTRW yang harus dibahas 20 hari sudah diparipurnakan, kan kita ada dua sidang paripurna. Berikutnya kita tunggu jawaban PU fraksi. Kita juga akan konsultasi ke Kementerian PUPR dan tentunya ini untuk perkembangan pembangunan Kota Malang,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Wali Kota Malang, Sutiaji, menyampaikan bahwa RTRW Kota Malang sudah diajukan sejak tahun 2015. Menurutnya, secara prinsip hal tersebut juga sudah selesai. Pembahasan dengan Malang Raya, juga sudah dilakukan dan salah satu bahasan terkait dengan perbatasan wilayahnya.
" Mengenai kesesuaian di wilayah perbatasan, RTRW sudah dibahas dengan Malang Raya lainnya. Selain itu, zonasi Kedungkandang dan industri juga diatur, yakni tinggi gedung maksimal 25 lantai juga masuk dalam bahasan,” ujar pria yang biasa dipanggil Abah Sutiaji itu.
Selain itu, Sutiaji juga menjelaskan, bahwa 20 persen dari total wilayah akan dipergunakan untuk RTH. Itu menurutnya, juga bisa diambil dari wilayah Kabupaten Malang, namun masih rancangan.
Baca juga: DPRD Resmi Menetapkan 25 Maret sebagai Hari Jadi DPRD Kota Malang
"Kita sediakan 20 persen dari total wilayah untuk RTH. Kalau bisa kita ambil dari kabupaten juga dan itu nggak ribet," bebernya.
Sementara, terkait dengan pembahasan RTH yang ada di Kota Malang, mendapat sorotan dari keenam fraksi yang ada di DPRD Kota Malang.
Salah satunya di antaranya adalah sorotan dari Fraksi PDI-Perjuangan, melalui juru bicaranya, Agoes Marhaenta. Di mana Kota Malang dianggap belum mampu menyediakan RTH secara proporsional, karena baru mencapai 12 persen.
Pihaknya menilai, bahwa pembahasan mengenai tata ruang ini sangat penting dan strategis dalam melihat pembangunan kota Malang ke depan yang berbasis multi aspek. Yaitu sosial, ekonomi, budaya, politik, pembangunan dan lingkungan.
Maka, kata Agoes, Fraksi PDI Perjuangan memiliki tanggung jawab moral dalam melakukan evaluasi secara bertahap dengan melakukan kritik, saran, masukan, rekomendasi dan pandangan strategis sebagai dasar penyusunan regulasi sebagai dasar hukum kebijakan, sehingga mampu mendukung terbentuknya aktualisasi Tata Ruang Masa Depan yang responsif, integratif, stimulatif dan mampu menjawab tantangan era digital yang sangat dinamis.
Baca juga: DPRD Setuju dan Sahkan Perubahan APBD Kota Malang 2024
"Kota Malang adalah kota yang belum mampu menyediakan RTH secara proporsional. Saat ini, RTH Kota Malang baru 12 persen dan belum mampu mencapai 20 persen. Sehingga, jika tidak dilakukan penekanan kebijakan, maka akan sangat membahayakan terhadap spasialitas dan berdampak pada tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kota Malang,” ujar Agoes.
Selain itu, Agoes juga menyampaikan, kebijakan reformatif harus dilakukan dalam peningkatan kapasitas dan pengadaan sistem drainase berdaya tampung besar yang mampu mendistribusikan air dari tempat biasa layanan banjir menjadi lebih cepat mengalir.
Kemudian, sistem kabelisasi yang membahayakan juga merupakan masalah besar penataan Kota Malang, berupa kesemerawutan sistemik yang harus juga dimasukkan sebagai kebijakan tata ruang.
"Perihal mengenai sistem parkir terintegrasi dengan blanded model harus menjadi prioritas, untuk mengatasi kesemerawutan sistem perparkiran di Kota Malang yang belum bisa dikelola dengan optimal. Terutama di beberapa titik yang bisa menjadi role model yaitu di sekitar Masjid Jami’, Pasar Besar, Pasar Blimbing, Pasar Induk, Pasar Kebalen, Bundaran Tugu dan berbagai pusat publik yang biasa menjadi langganan macet," papar dia.mad
Editor : Redaksi