PONOROGO (Realita)- Puluhan pemilik warung di kawasan Pasar Njanti Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan melurug kantor desa setempat, Kamis (30/03/2023).
Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Ratusan Mantan Kades Se Ponorogo Berkumpul, Ada Apa?
Dengan membawa sebuah mobil sound sistem, dan puluhan sepeda motor. Sekitar 90 pemilik dan pelayan warung di pasar Njanti itu menggelar unjuk rasa di depan kantor Desa Ngrupit, menuntut transparasi Pendapatan Asli Desa (PADes) yang bersumber dari retribusi pasar Njanti.
Salah satu pemilik warung Pasar Njanti, Arif Wiyono mengaku, aksi warga ini lantaran hingga kini, tidak ada transparasi PADes dari retribusi pasar yang disetorkan mereka setiap bulan dan pertahun ke pihak desa. Dimana 52 pemilik warung dan lapak pedagang di pasar ini, setiap bulan ditarik retribusi Rp 35 ribu oleh desa. Pun dengan biaya perbaharuan sewa, pertahun mereka juga harus membayar Rp 100 ribu bila ingin terap membuka usaha disana.
" Kita minta transparasi PADes dari rertribusi pasar. Karena tidak jelas, karena banyak yang menyimpang. Di Ngrupit itu ada dua pasar. Pak Kades bilang PADes hanya Rp 5 juta, itu tidak mungkin. Yang dari Pasar Njanti saja sudah Rp 38 juta. Dari perbaharuan sewa saja mencapai Rp 5,8 juta," ujarnya.
Arif mengaku, untuk menguatkan tuntutan pemilik warung, sejumlah bukti pembayaran retributi dan pembaharuan sewa juga dibawa dan ditunjukkan dalam forum. Pihaknya pun akan mebawa kasus ini ke jalur hukum, bila pihak desa tidak memberikan klarifikasi.
" Akan kami bawa ke jalur hukum. Bukti ada semua, komplit. Kalau kami mbayar retribusi ke desa," ungkapnya.
Disinggung terkait, rencana pembongkaran Pasar Njanti oleh pihak desa tahun ini, pemilik warung mempersilahkan, namun dengan syarat PADes retribusi pasar harus jelas terlebih dahulu.
Baca juga: Lestarikan Kentongan, Kades Terpilih Karanggondang: Ini Simbol Kearifan Lokal
" Kalai mau dibongkar silahkan, tapi PADes nya harus jelas dulu. Kemana uang yang kami setorkan," tuntutanya.
Senada dengan Arif, salah satu pemilik rumah dikawasan Pasar Njanti, Septi Marlena mengaku kendati mendiami rumahnya sendiri dan telah bersertifikat, namun pihak desa tetap menarik retribusi bulanan sebesar Rp 35 ribu kepadanya. Ia pun menolak pembongkaran Pasar Njanti, lantaran rumahnya juga akan ikut dibongkar.
" Jangan, la rumah itu punya saya dan bersertifikat lo. Kita juga walau di rumah sendiri tiap bulan membayar retribusi Rp 35 ribu," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan Suherwan berdalih tidak tahu menahu perihal besaran retribusi yang dipermasalahkan warga. Pasalnya, berdasarkan data desa, PADes dari pajak rertribusi 52 lapak dan warung di Pasar Njanti tahun 2022 hanya Rp 6,5 juta. Pihaknya, pun mempersilahkan warga melapor ke Inspektorat bila memang ada indikasi penyimpangan.
Baca juga: Tuntut 9 Tahun Menjabat, 253 Kades Ponorogo Lurug DPR-RI
" Buktinya dia mengatakan pendapatan desa itu banyak apa? Nanti kita cek, kalau nanti ada selisih ya yang menarik itu yang nantinya bertanggung jawab. Jadi pendapatan bersih tahun ini hanya Rp 6,5 juta. Karena Covid. Kalau keberatan silahkan laporkan ke Inspektorat," dalihnya.
Menanggapi perihal penolakan penutupan dan pembongkaran Pasar Njanti, Suherwan mengaku sementara ini rencana pembongkaran Pasar Njanti pada, Jumat (31/03/2023) esok terpaksa ditunda. Lantaran adanya aksi unjuk rasa ini, pihaknya dan tokoh warga akan berembuk kembali hingga 2 minggu ke depan.
" Pembongkaran besok ditunda. Tapi tetap dilaksanakan. Untuk menata baru, karena kita tahu Pasar Njanti itu terkenal sebagai pusat prostitusi," pungkasnya.
Masa sendiri membubarkan diri dengan tertib usai, mendengar akan adanya rapat bersama terkait kasus ini pada, Selasa (04/03/2023) esok.ZNL
Editor : Redaksi