JAKARTA - Jaksa menghadirkan Liu Asak selaku penambang liar timah dalam sidang lanjutan kasus kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun. Liu mengaku meraup untung setengah miliar rupiah dari usaha menambang secara ilegal di IUP PT Timah Tbk.
"Kalau saya termasuk penambang liar. Maksudnya ya kalau memang lokasinya IUP PT Timah, ya kita izin ke PT Timah," kata Liu di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024).
Baca juga: 10 Tersangka Korupsi Timah segera Disidang, 30 Jaksa Dikerahkan
"Ya sudah, saya menggunakan bahasa Saudara, penambang liarlah ya. Ketika melakukan penambangan liar, itu gimana ceritanya?" tanya jaksa.
"Awalnya kita tambang rakyat, kita cek, ada gantungannya, kita bor," timpal Liu.
Liu hadir sebagai saksi. Dia bersaksi untuk terdakwa Harvey Moeis, yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
Jaksa lalu mencecar Liu soal penjualan hasil timah dari penambangan liar. Liu menjelaskan timah tersebut juga dijual kembali ke PT Timah serta beberapa smelter swasta, termasuk PT RBT.
"Ya, kalau kita kerja samanya, kalau masuk ke wilayah IUP PT Timah, kita ngajuin bikin SPK (surat perintah kerja). Setelah dikeluarkan, setelah itu kita bawa mesin, kita tambang. Hasil tambangnya kita jual ke PT Timah juga," kata Liu.
"Ada sebagian yang dijual selain ke PT Timah, ke smelter swasta?" tanya jaksa.
"Ada. Kita butuh duit, kita mau cepat, karena biayanya besar," timpal Liu.
Liu menjelaskan proses penambangan liar yang dilakukan pihaknya rata-rata mampu menghasilkan 100 kg timah tiap harinya. Dia mengaku jumlah itu masih relatif kecil.
"Satu bulan kisaran berapa? tanya jaksa.
"Tergantung, kalau kecil ya kecil, kalau cuacanya bagus, bisa mendukung, ya kita satu hari adalah dua kantong, sekitar 100 kg," jawab Liu.
Dia mengatakan timah yang dihasilkannya dipatok Rp 150 ribu per kilogram. Tiap harinya Liu mampu meraup Rp 15 juta.
"Kalau di rupiah?" tanya jaksa.
Baca juga: Ada 5 Tersangka Baru Dugaan Korupsi Timah
"Kalau bahasanya harganya 150 ya 15 juta," jawab Liu.
"150 dikali Rp 15 juta?" tanya jaksa.
" Rp 150 ribu per kilo, kali bisa 100 kg," jawab Liu
"150 juta? tanya jaksa.
"15 juta," timpal Liu.
"Per?" tanya jaksa.
"Hari," balas Liu.
Baca juga: Diduga Jadi Aktor Intelektual Korupsi Timah, Robert Bonosusatya Diperiksa Kejagung selama 13 Jam
Liu menyebut secara keseluruhan penghasilannya bisa mencapai Rp 500 juta tiap bulannya dari hasil penambangan liar timah.
"Banyak juga ya. Satu bulan berapa pendapatan," tanya jaksa.
"Setengah miliar," ujar Liu.
Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Suranto Wibowo bersama-sama Amir Syahbana, Rusbani alias Bani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, Alwin Albar, Tamron alias Aon, Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung, Suwito Gunawan alias Awi, m.b. Gunawan, Robert Indarto, Hendry Lie, Fandy lingga, Rosalina, Suparta, Reza Andriansyah dan Harvey Moeis sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan kerugian Keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14," ungkap jaksa saat membacakan dakwaan Harvey di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/8).
Kerugian negara yang dibeberkan jaksa meliputi kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. Lalu, jaksa juga membeberkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun berdasarkan hitungan ahli lingkungan hidup.ik
Editor : Redaksi