Jadi PSK di Bali, Wanita Asal Uganda Dideportasi

Reporter : Redaksi
Ilustrasi PSK. Foto: Istimewa

DENPASAR (Realita) - Seorang perempuan Warga Negara Asing (WNA) asal Uganda berinisial LN dideportasi dari pulau bali untuk kembali ke negaranya.

Perempuan berusia 23 tahun itu dideportasi ke negara asalnya setelah ketahuan menjadi pekerja seks komersial (PSK) dan melayani jasa pacar bayaran melalui internet.

Baca juga: Tempat Lokalisasi di Sumenep Digerebek Polisi, Dua PSK Asal Jember Diamankan

“Selama di Bali, LN baru melakukan sekali,” kata Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar Gede Dudy Duwita di Badung, Bali, Kamis kemarin.

Sebelum dideportasi melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai, LN mendekam di Rudenim Denpasar sejak 11 September 2024.

Ia tidak bisa langsung dideportasi karena menunggu kelengkapan administrasi dan juga kesiapan finansial wanita berusia 23 tahun itu untuk membeli tiket kepulangannya sendiri.

Petugas Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Ngurah Rai menemukan LN menjajakan diri melalui situs daring dewasa, setelah mendapat laporan pengaduan dari masyarakat.

Di situs dewasa itu, wanita berambut pirang tersebut menampilkan detail informasi dirinya mulai fisik hingga tarif.

Baca juga: Nenek Berusia Hampir Seabad Didaulat Jadi Model Kecantikan

Tak hanya prostitusi, petugas juga mendapati bahwa LN juga melayani kencan atau menjadi pacar sewaan.

Berdasarkan penelusuran Imigrasi, LN membuka tarif hingga 650 dolar AS atau setara Rp10 juta untuk tiga jam pelayanan.

Dari hasil pemeriksaan, LN mengaku sudah lima kali melakukan prostitusi di Nepal dan kemudian terbang ke Bali untuk berwisata sekaligus melakukan prostitusi dengan bayaran yang diterima sebesar Rp3,5 juta.

Baca juga: Diam-Diam Jadi PSK Kelas Atas, Eks Miss USA Dicerai Suami

Selain dideportasi, Rudenim Denpasar juga mengusulkan LN masuk daftar penangkalan agar tidak bisa masuk wilayah Indonesia.

Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan.

Selain itu, penangkalan seumur hidup juga dapat dikenakan terhadap orang asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun, keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya.(Adi)

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru