Sidang Polemik Tanah Damarsi di KIP Jatim, Pemerintah Desa Mangkir lagi

realita.co
Suasana sidang di KIP Jatim, Rabu (11/12/2024). Foto: Nur

SIDOARJO (Realita)- Polemik sengketa tanah di Desa Damarsi, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, kembali mencuat setelah Komisi Informasi Publik (KIP) Jawa Timur menggelar sidang ajudikasi non-litigasi terkait permintaan informasi publik yang diajukan oleh warga.

Sengketa ini berawal dari permohonan warga bernama Slamet, yang merasa hak atas tanah yang dimilikinya tidak dilayani dengan baik oleh Pemerintah Desa Damarsi.

Dalam sidang kedua yang digelar KIP, perwakilan Pemerintah Desa Damarsi kembali absen. Hingga akhirnya, sidang ditunda.

Ketidakhadiran ini disayangkan oleh kuasa hukum pemohon, Abdul Syakur, yang menyebut absensi ini menghambat proses klarifikasi terkait hak atas tanah yang telah dibeli kliennya sejak tahun 1990.

"Kami sudah mengikuti prosedur hukum, berkirim surat kepada PPID Desa Damarsi hingga dua kali, tetapi tidak ada balasan. Dalam sidang pertama mereka beralasan ada kegiatan desa, sementara dalam sidang kedua mereka beralasan kepala desa sedang menjalankan ibadah umrah," kata Syakur, saat ditemui usai sidang di KIP, Rabu (11/12/2024).

Sementara itu, kuasa hukum pemohon berharap sidang ini dapat memberikan solusi yang adil dan menghormati hak-hak warga.

Ia menyebut jika kasus ini mencerminkan pentingnya transparansi dalam pemerintahan desa dan penegakan hukum terhadap pelayanan publik.

"Kami hanya meminta kejelasan dokumen yang ada di desa. Jika pemerintah desa memiliki dasar hukum, tunjukkan. Jika tidak, jangan menghambat hak warga," tegas Syakur.

Di samping itu, Slamet, selaku pemohon pada sidang KIP itu menceritakan bahwa permasalahan bermula ketika ia membeli 13 bidang tanah di Desa Damarsi dengan luas sekitar 17.200–17.400 meter persegi.

Awalnya, tidak ada kendala dalam penguasaan tanah tersebut. Namun, pada 17 Desember 2006, pemerintah desa membekukan pengurusan status tanah dengan alasan adanya "catatan desa". Hingga kini, catatan tersebut belum pernah ditunjukkan kepada pemohon.

"Saya sudah menguasai tanah itu secara fisik, mematok, dan menjaganya. Namun, setiap kali mengajukan sertifikat, selalu mentok tanpa alasan jelas. Pemerintah desa mengklaim tanah tersebut sebagai Tanah Kas Desa (TKD), tetapi tidak bisa menunjukkan dasar hukumnya," jelas Slamet, yang kini berusia 69 tahun itu.

Slamet menegaskan bahwa tanah tersebut telah dia beli secara sah berdasarkan Letter C dan berbagai dokumen pelepasan hak yang disahkan oleh Kepala Desa Damarsih pada masa itu, Syafaat Sulaiman.

Dokumen-dokumen tersebut mencakup berbagai bidang tanah yang telah berpindah kepemilikan sejak tahun 1990.

Namun, upayanya untuk meningkatkan status tanah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) terus terhambat oleh klaim pemerintah desa. Warga lain juga mengeluhkan kurangnya transparansi informasi terkait peta desa dan data Buku Letter C.

"Saya hanya ingin hak saya diakui. Tidak ada sengketa atau pemindahan hak kepada pihak lain. Desa seharusnya transparan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik," tambah Slamet.

Selain itu, turut hadir dalam sidang tersebut Rochmad Suhaji, penasehat Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia (FPPI) Kabupaten Sidoarjo, turut menuntut keterbukaan informasi yang kepada pemerintah Desa Damarsi.

"Kami rasa aparat desa tidak profesional. Kami juga juga telaah adanya upaya-upaya tindak pidana. Dan makanya kami arahkan kami sini, kami juga ingin melihat proses sidang ini. Bisa dilihat juga bahwa pemdes tidak profesional. Sidang kedua ini tidak hadir. Tidak mungkin, tidak ada perwakilan dari pemerintah Desa tidak ada yang bisa hadir," tandas Slamet.

Adapun demikian, Ketua Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi, Nur Aminuddin, sekaligus sebagai ketua majelis hakim pada kasus ini menyatakan sidang ditunda dan dijadwalkan untuk sidang ketiga, dengan harapan Pemerintah Desa Damarsi hadir untuk memberikan klarifikasi.

Hal ini mengacu pada pentingnya keterbukaan informasi oleh pemerintah desa sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik.

"Karena pihak termohon tidak ada yang hadir, sesuai dari surat yang terlampir bahwa yang bersangkutan menjalani ibadah umroh per tanggal 11 Desember hingga 24 Desember 2024. Oleh karena itu, sidang kami tunda. Secepatnya sidang ketiga akan kami gelar pada awal Januari 2025," pungkasnya.nur

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru