TEXAS- Kabar buruk disampaikan oleh orang terkaya di dunia dan CEO Tesla, Elon Musk, yang menyatakan bahwa dirinya memutuskan untuk membatalkan rencana pembelian platform media sosial Twitter.
Ia mengatakan bahwa dia mengakhiri kesepakatan senilai 44 miliar dolar untuk membeli Twitter, pada hari Jumat (8/7).
Baca Juga: Elon Musk Gugat OpenAI, padahal Dia Dulu Ikut Mendirikannya
Keputusan itu diambil karena perusahaan media sosial itu gagal memberikan informasi tentang akun palsu.
Saham Twitter turun 7% dalam perdagangan yang diperpanjang. Musk telah menawarkan 54,20 dolar per saham pada bulan April.
Petinggi Twitter, Bret Taylo mengatakan di platform micro-blogging bahwa dewan berencana untuk mengambil tindakan hukum untuk menegakkan perjanjian merger.
"Dewan Twitter berkomitmen untuk menutup transaksi pada harga dan persyaratan yang disepakati dengan Mr Musk...," tulisnya.
Dalam pengajuan, pengacara Elon Musk mengatakan Twitter telah gagal atau menolak untuk menanggapi beberapa permintaan informasi tentang akun palsu atau spam di platform.
Baca Juga: Digugat Drummer, Elon Musk Kehilangan Duit Rp 882 Triliun
Informasi itu dikatakan sebagai dasar kinerja bisnis perusahaan.
"Twitter melakukan pelanggaran material terhadap beberapa ketentuan Perjanjian itu, tampaknya telah membuat pernyataan palsu dan menyesatkan yang diandalkan oleh Musk ketika memasuki Perjanjian Penggabungan," kata pengajuan itu.
Pengumuman itu adalah putaran lain dalam kisah tarik ulur orang terkaya di dunia itu meraih kesepakatan senilai $44 miliar untuk Twitter pada bulan April.
Elon Musk kemudian menunda pembelian sampai perusahaan media sosial itu membuktikan bahwa akun bot spam lebih sedikit dari 5% dari total penggunanya.
Baca Juga: X Bakal Bisa Dilengkapi Fitur Video Call hingga Pinjaman Online
Persyaratan kesepakatan mengharuskan Musk membayar biaya pemutusan 1 miliar dolar jika dia tidak menyelesaikan transaksi.
Elon Musk telah mengancam untuk menghentikan kesepakatan kecuali perusahaan menunjukkan bukti bahwa akun spam dan bot kurang dari 5% pengguna yang melihat iklan di layanan media sosial.
Keputusan itu kemungkinan akan menghasilkan pergumulan hukum yang panjang antara miliarder dan perusahaan berusia 16 tahun yang berbasis di San Francisco itu.mor
Editor : Redaksi