JAKARTA (Realita)- Calon Presiden dari PDI Perjuangan Ganjar Pranowo, kemungkinan besar akan menghadapi batu sandungan yang serius terkait data angka kemiskinan di Jawa Tengah.
Publik luas, akademisi, apalagi lawan-lawan politik akan mempertanyakan. Jika dua periode menjadi Gubernur Jawa Tengah tapi provinsi itu menjadi termiskin kedua di pulau Jawa, bagaimana Ganjar bisa dipercaya mensejahterahkan 38 provinsi di seluruh Indonesia?
Baca Juga: Menangkan Capres Lima Kali Beruntun, Denny JA Raih "The Legend Award"
Pernyataan ini disampaikan oleh Denny JA, Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Dia kerap mendapatkan pertanyaan tentang kemiskinan dan peluang Ganjar.
Ketika ditanya apakah kemiskinan di Jawa Tengah bisa membuat Ganjar kehilangan dukungan secara signifikan.
"Bisa Iya dan Tidak," jawab Denny dalam keterangannya, Senin (15/5/2023).
Hal itu tergantung apakah TIGA syarat ini terpenuhi
Pertama, data kemiskinan di Jawa Tengah tersebut harus data yang dikeluarkan lembaga kredibel dan acapkali menjadi rujukan. Hanya data kredibel yang bisa kuat dan bertahan lama dalam memori pemilih.
Kedua, selain datanya valid, data tersebut harus diketahui seluas mungkin dan disadari oleh mayoritas pemilih.
Jika yang tahu data valid itu hanya segelintir intelektual dan kaum terpelajar, efek data valid itu juga terbatas. Itu tak akan mengubah tren dukungan secara signifikan ke Ganjar Pranowo.
Ketiga, Ganjar Pranowo dan pendukungnya gagal memberi penjelasan yang bisa diterima pemilih.
Jika Ganjar dan tim bisa membatasi serta memberi penjelasan yang meyakinkan, isu kemiskinan Jawa Tengah akan mengempis. Efek elektoral isu kemiskinan di Jateng tak akan mengubah tren dukungan ke Ganjar Pranowo.
“Saya mencoba melacak di Google, juga di media sosial. Sumber berita apa yang bisa dijadikan rujukan soal kemiskinan di Jawa Tengah," katanya.
Cukup banyak berita pro kontra soal ini. Bahkan, isu kemiskinan sudah dijadikan bahan orasi singkat di Tik Tok, di antara isu yang dianggap kelemahan Ganjar,” ungkapnya lagi.
Denny JA mencontohkan, pemberitaan di Kontan pada 27 Januari 2023 yang judulnya cukup mencolok: “Daftar Provinsi Terkaya dan Termiskin 2022, Yogyakarta dan Jateng termasuk”.
Dengan persentase kemiskinan 10,98 persen, Jawa Tengah menjadi provinsi kedua termiskin di Pulau Jawa, di bawah Yogkarta.
Secara persentase, Jawa Tengah memang lebih miskin dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa pada 2022, yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Timur
Pada berita lain, ada pula data yang menunjukkan persentase kemiskinan di Jawa Tengah melampaui persentase kemiskinan nasional.
Secara nasional, persentase kemiskinan Indonesia pada September 2022 sebesar 9, 57 persen. Artinya, persentase kemiskinan di Jawa Tengah lebih tinggi dibandingkan kemiskinan rata- rata nasional.
Memang, data mengenai persentase kemiskinan di tingkat provinsi dan nasional berbeda-beda sepanjang tahun karena setiap semester ada data terbaru. Ada data Maret dan September. Tapi, peringkat provinsi sepanjang tahun tak banyak berubah
Baca Juga: Lacak Jejak Digital Lembaga Survei Itu, Denny JA: untuk Menilai Kredibilitasnya!
Menurut Denny JA, isu ekonomi adalah panglima. Isu itu selalu dianggap pemilih Indonesia sebagai isu paling penting. Apalagi setelah pandemi COVID-19 yang sudah tiga tahun memporak-porandakan kita. Kemajuan ekonomi, keluar dari kemiskinan menjadi dambaan,” paparnya.
Sehingga, rekor dan program Capres soal memajukan ekonomi sangatlah menentukan dan selalu menjadi bahan untuk dikampanyekan guna menaikkan atau menjatuhkan Capres.
“Data kemiskinan di Jawa Tengah di atas memang menjadi pekerjaan rumah bagi Ganjar dan timnya untuk menjelaskan ke publik,” sambung Denny.
Ia menambahkan, isu ekonomi dalam Pemilu Presiden juga pernah terjadi di Amerika Serikat pada 1992 saat George Bush bertarung melawan Bill Clinton. Saat itu, George Bush adalah petahanan yang ingin terpilih untuk kedua kalinya. George Bush pun populer karena berhasil mengusir Irak yang menginvansi Kuwait melalui Operation Desert Shield 1991.
Nama George Bush berkibar secara nasional. Tapi, tim Bill Clinton, khususnya konsultan politik James Carville, melihat kelemahan pemerintahan George Bush. Ekonomi Amerika Serikat sedang turun.
“Maka, lahirlah slogan kampanye yang terkenal: ‘It is economy, Stupid!’ (Ini soal ekonomi, bodoh!). Pilpres Amerika Serikat sekarang ini soal ekonomi yang merosot. Bukan soal invasi Irak dan Kuwait. Bukan soal soal lain.
Lihatlah kinerja Bush soal ekonomi. Ia gagal. Lihat datanya. Lihat rekam jejaknya. Lihat track record-nya,” bebernya.
Jika George Bush gagal soal ekonomi ketika ia menjadi presiden periode pertama, apa jaminannya dia bakal berhasil jika menjadi presiden lagi di periode kedua.
“Isu ekonomi semakin mendominasi persepsi pemilih Amerika Serikat saat itu. Hasil dukungan pun berbalik. George Bush yang awalnya unggul menjadi kalah,” imbuhnya.
Baca Juga: Kunjungi Ponorogo, Atikoh Ganjar Pranowo Cicipi Sate Khas Bumi Reog
Berkaca dari Pilpres Amerika Serikat 1992 itu, Denny JA menduga lawan-lawan Ganjar Pranowo akan menjadikan ekonomi sebagai isu utama. Bahkan isu ekonomi mengalahkan isu soal agama, korupsi dan hak asasi manusia.
“Mereka akan mengatakan, lihat rekam jejak Ganjar ketika menjadi gubernur Jawa Tengah selama dua periode. Periksa data BPS. Bukankah persentase kemiskinan di Jateng nomor dua terburuk di Jawa (2022)? Bukankah persentase kemiskinan di Jateng lebih tinggi dibandingkan prosentase kemiskinan di Indonesia (2022)?” sebutnya.
Denny mengungkapkan, patut diduga ke depan aneka bentuk informasi soal Ganjar Pranowo dan kemiskinan di Jawa Tengah segera memenuhi media sosial. Saat ini merupakan era di mana setiap individu bisa mengunggah dan mem-forward apapun yang mereka anggap penting.
“Model info seperti ini akan meluas: ‘jika di satu Provinsi Jawa Tengah saja Ganjar gagal soal kemiskinan, bagaimana Ganjar bisa mensejahterakan ekonomi Indonesia yang berjumlah 38 provinsi? Jika satu provinsi gagal, bagaimana bisa berhasil di 38 provinsi?” sambungnya.
Denny mengatakan, Ganjar Pranowo kini bersaing dengan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Dari sejumlah lembaga survei, kadang elektabilitas Ganjar Pranowo paling tinggi, namun kadang Prabowo Subianto yang paling tinggi.
Menurutnya, hasil survei-survei tersebut yang menyebut Ganjar Pranowo atau Prabowo Prabowo memimpin sementara bisa benar. Hal itu karena sebagian besar pemilih masih mudah mengubah pilihannya atau dalam bahasa teknis survei disebut soft supporters.
Justru karena masih banyaknya pemilih yang bisa ragu lalu mengubah pilihannya, Denny JA mengingatkan kembali narasi yang terjadi dalam Pemilu 1992 di Amerika Serikat bisa jadi dimodifikasi untuk Pilpres 2024 dan menghantam Ganjar Pranowo.
Dia meyakini Ganjar Pranowo dan tim pemenangan dari PDIP akan mengerahkan segala upaya untuk meng-counter isu tersebut. Namun, hasil akhirnya tergantung siapa yang bisa lebih meyakinkan publik.
“Untuk kepentingan demokrasi di Indonesia, perdebatan mengenai track record calon Presiden, yang disertai data dan fakta, itu adalah perdebatan yang sehat dan mencerdaskan,” pungkasnya.tom
Editor : Redaksi