DPD RI Usulkan MPR Diberi Kewenangan Lebih Besar, Ini Alasannya

 SURABAYA (Realita) - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI mendatangi kampus Wijaya Putra Surabaya. DPD ingin ada perubahan sistem proses pemilihan umum yang dilakukan di Indonesia. 

Untuk itu, DPD mendatangi Universitas Wijaya Putra (UWP) melakukan diskusi atau Focus Group Discussion Universitas Wijaya Putra Dengan tema 'Membedah Proposal Kenegaraan DPD RI Menyempurnakan dan Memperkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa'. FGD ini dilakukan pada Senin,  27 November 2023.

Baca Juga: Lulusan UWP Surabaya Miliki Etos Kerja Mumpuni dan Siap Jadi Enterpreneur Muda

Tak tanggung-tanggung, FGD ini diikuti sekitar 150 peserta mulai mahasiswa, dosen, hingga akademisi. Diskusi yang dilakukan sangat menarik, DPD memaparkan sejarah proses pemilihan yang terjadi di Indonesia, hingga muncul adanya kekuasaan Dinasti. 

"Partai Politik dan Presiden, masing-masing memegang kedaulatannya sendiri. Bahkan Partai Politik menjadi sangat dominan, karena mereka yang mengusung dan memilih calon presiden, untuk disodorkan kepada rakyat," kata Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam sambutan yang dilakukan di UWP Surabaya. 

Parahnya, lanjut LaNyalla, jika partai politik dan presiden terpilih dengan cara menjalin koalisi dengan bagi-bagi jatah menteri di kabinet, maka apapun yang mereka kehendaki pasti akan terlaksana. Karena partai politik melalui anggota DPR adalah pemegang kekuasaan pembentuk Undang-Undang.

"Jadi, kekacauan tata negara Indonesia ini sebenarnya bermula saat bangsa ini melakukan Amandemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam.Hasil dari Amandemen itu, telah mengubah 95 persen isi dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar naskah asli yang dirumuskan para pendiri bangsa," paparnya. 

Perubahan tersebut juga membuat Konstitusi Indonesia meninggalkan Pancasila sebagai identitasnya. Karena faktanya, pasal-pasal yang ada justru mencerminkan ideologi lain, yaitu Ideologi Liberalisme dan Individualisme. Sehingga ekonomi Indonesia perlahan tapi pasti menjadi Kapitalistik.

Sehingga segelintir orang, dapat menguasai dan menguras kekayaan alam Indonesia. Sementara ratusan juta rakyat hanya jadi penonton. Ketidakadilan inilah yang menjadi salah satu faktor penyumbang kemiskinan struktural.

Baca Juga: Resmi Lulus, 600 Mahasiswa Universitas Wijaya Putra Surabaya Siap Terjun Ditengah Masyarakat, Ini Pesan Rektor

"Ironisnya, jumlah utang pemerintah melesat jauh meningkat sejak awal tahun 2000 hingga hari ini. Bahkan tahun 2023 ini, pemerintah menambah hutang lagi sekitar Rp700 triliun rupiah. Artinya di akhir tahun 2023 nanti, hutang pemerintah akan menembus angka Rp8.000 triliun rupiah. Dan di tahun 2024 nanti akan hutang lagi sekitar Rp600 triliun rupiah," ungkap LaNyalla.

Menurut LaNyalla,Pilpres Langsung hanya cocok untuk negara yang homogen, tidak terpisah lautan, dan bangsa dengan karakter individualistik sertam materialis pragmatis. Bukan untuk bangsa yang punya nilai-nilai gotong royong, guyup dan komunal. 

"Saya mengajak kita semua membangun kesadaran kolektif kita sebagai bangsa. Untuk kembali ke Pancasila. Kita kembalikanP ancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi dan Identitas Konstitusi kita. Kita dorong semua elemen bangsa, agar terwujud Konsensus Nasional, untuk kita kembali menerapkan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945, untuk kemudian kita sempurnakan dan perkuat melalui Amandemen dengan Teknik Adendum, tanpa mengganti Sistem Bernegara yang bermuara kepada Penjelmaan Rakyat di dalam MPRs ebagai Pelaksana Kedaulatan," ujarnya. 

"Kami di DPD RI, berdasarkan aspirasi yang masuk dari sejumlah stakeholder bangsa, akhirnya kami sepakati, untuk mengambil inisiatif kenegaraan, dengan mengajak seluruh komponen bangsa ini, untuk Kembali Menerapkan Sistem Bernegara sesuai Rumusan Pendiri 

Baca Juga: Keren! Tim Dosen UWP Mampu Ubah Limbah Tahu di Kediri Jadi Energi Alternatif, Ini Bentuknya

Bangsa, untuk kemudian kita sempurnakan dan perkuat, untuk memastikan posisi kedaulatan rakyat yang lebih kuat, dan untuk menghindari praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru. Kami juga menyiapkan Proposal Kenegaraan dari DPD RI, yang nanti akan dibedah lebih mendalam oleh para narasumber dalam FGD hari ini," jelas LaNyalla. 

Sementara itu, Rektor Universitas Wijaya Putra (UWP) Surabaya Dr Budi Endarto, SH. MH mengatakan, diskusi yang dilaksanakan bersama dengan DPD ini sebagai bentuk usulan yang muncul. Mahasiswa juga mengetahui sejarah munculnya demokrasi yang ada di Indonesia. 

"Inikan kajian, kita menyajikan ke mahasiswa fakta kondisi demokrasi. Biar mereka yang melakukan penilaian sendiri," ujarnya. 

Budi mengaku sangat berterima kasih atas kedatangan tim DPD RI untuk memberikan wawasan kondisi politik di Indonesia. "Semoga jalan terbaik untuk bangsa dan negara ini," terang dia. 

Editor : Arif Ardliyanto

Berita Terbaru

Sedang Wudhu, Tangan Digigit Buaya

KOBAR- Nasib naas menimpa warga Desa Tanjung Terantang Kecamatan Arut Selatan (Arsel), Kotawaringin Barat (Kobar), disambar buaya saat mengambil air wudhu di …