Vaksin Gotong Royong Dijual, Faisal Basri Tuding Pemerintah Biadab

JAKARTA - Ekonom Senior Faisal Basri mengutuk komersialisasi vaksinasi gotong royong individu. Menurutnya, hal tersebut merupakan tindakan biadab karena membiarkan BUMN berbisnis.

"Rakyat disuruh gotong royong, untuk mempercepat herd immunity, BUMN dibiarkan berbisnis, ini kan biadab. Apalagi kata paling pantas untuk itu," katanya dilansir detik, Minggu (11/7/2021).

Baca Juga: Butuh 139 Tahun untuk Balik Modal Proyek Kereta Cepat

Dia pun menuturkan, pasokan vaksin saat ini sangat terbatas. Sementara, banyak orang membutuhkan vaksin tersebut.

"Vaksin ini pasokannya terbatas, kalau seluruh rakyat Indonesia sudah divaksin oleh pemerintah secara gratis, ada yang vaksinasi 3 kali ya silakan barulah, barulah bisa ditangani secara bisnis," katanya.

Lanjutnya, kegiatan vaksinasi perlu dipercepat dengan menambah tempat pelayanan vaksin. Ia sendiri tak sepakat jika vaksinasi berbayar ini disebut sebagai cara untuk mempercepat vaksinasi.

Baca Juga: Faisal Basri: Tujuh Tahun Indonesia Jadi Budak China

"Tidak benar, kalau ingin mempercepat jelas kok, diintegrasikan ayo sehingga outlet-outlet vaksinasi semakin banyak dan semakin mudah dijangkau. Ini namanya bukan gotong royong, kalau gotong royong orang kaya membantu orang miskin, orang miskinnya nggak punya uang, dia gotong royong tenaga. Jadi gotong royong pun dikorupsi," paparnya.

Selain itu, Faisal juga bilang, vaksinasi ini akan melukai perasaan masyarakat yang tidak mampu. Sebab, orang kaya bisa mendapat vaksin lebih cepat. Padahal, vaksinasi seharusnya diberikan berdasarkan prioritas.

"Misal saya orang kaya, nggak mau antre, saya ke Kimia Farma deh, kan vaksinasi ini dibagikan dengan prioritas, prioritas itu berdasarkan risiko. Kalau Kimia Farma nggak, siapa yang bisa bayar dia yang dapat. Teriris nggak hati rakyat yang nggak punya uang," ujarnya.

Baca Juga: Pulihkan Ekonomi, Gus Muhdlor Targetkan 100 Persen Warga Sidoarjo Tervaksin

"Bansos aja Juli, Agustus cuma Rp 300 ribu per keluarga per bulan, nggak sanggup mereka bayar vaksin itu," ungkapnya.ik

 

Editor : Redaksi

Berita Terbaru