Pemerintah Haiti Kuwalahan Melawan Geng Bersenjata yang Sudah Menewaskan Puluhan Orang

HAITI- Pemerintah Haiti mengumumkan keadaan darurat 72 jam pada Minggu (03/03) setelah geng bersenjata menyerbu penjara di Port-au-Prince. Sedikitnya 12 orang tewas dan sekitar 3.700 narapidana melarikan diri dalam pembobolan penjara tersebut.

Para pemimpin geng bersenjata mengatakan mereka ingin memaksa Perdana Menteri (PM) Ariel Henry – yang sedang melakukan perjalanan ke luar negeri – mengundurkan diri

Baca Juga: Usai Bagi-Bagi Uang, Pemuda Ini Bakar Diri hingga Tewas Terpanggang

Kelompok yang ingin menggulingkannya menguasai sekitar 80% wilayah Port-au-Prince

Kekerasan geng telah melanda Haiti selama bertahun-tahun.

Pemerintah Haiti menyatakan dua penjara – satu di ibu kota dan lainnya di dekat Croix des Bouquets – diserbu pada akhir pekan silam

Pemerintah menyebut bahwa aksi "pembangkangan" merupakan ancaman terhadap keamanan nasional dan menyatakan bahwa pihaknya segera memberlakukan jam malam, yang dimulai pada Minggu (03/03) pukul 20:00 waktu setempat.

Media Haiti melaporkan bahwa sebelum serangan terkoordinasi terhadap penjara-penjara tersebut, kelompok geng bersenjata menyerang kantor polisi sehingga mengalihkan fokus pihak berwenang

Di antara mereka yang ditahan di penjara Port-au-Prince adalah anggota geng yang didakwa karena keterlibatannya dalam pembunuhan Presiden Jovenel Moïse pada 2021 silam

Eskalasi kekerasan terbaru di Haiti ini bermula pada Kamis (29/02) lalu, ketika perdana menteri melakukan perjalanan ke Nairobi untuk membahas pengiriman pasukan keamanan multinasional pimpinan Kenya ke Haiti

Pemimpin geng Jimmy Chérizier – dijuluki "Barbekyu" – mengumumkan serangan terkoordinasi untuk menyingkirkan sang perdana menteri

“Kita semua, kelompok bersenjata di kota-kota provinsi dan kelompok bersenjata di ibu kota, bersatu,” kata mantan petugas polisi, yang diduga berada di balik beberapa pembantaian di Port-au-Prince.

Persatuan polisi Haiti telah meminta militer untuk membantu memperkuat keamanan penjara utama di ibu kota tersebut, namun kompleks tersebut diserbu pada Sabtu (02/03) malam.

Pada Minggu (03/03), pintu penjara masih terbuka dan tidak ada tanda-tanda petugas, kantor berita Reuters melaporkan.

Baca Juga: BBM Naik, Kerusuhan di Haiti Makin Meningkat

Tiga narapidana yang mencoba melarikan diri tergeletak tewas di halaman, menurut Reuters.

Seorang jurnalis kantor berita AFP yang mengunjungi penjara tersebut melihat ada sekitar 10 mayat, beberapa di antaranya memiliki tanda-tanda luka akibat peluru.

Seorang pekerja sukarelawan di penjara mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa 99 tahanan – termasuk mantan tentara Kolombia yang dipenjara karena pembunuhan Presiden Moïse – memilih untuk tetap berada di sel mereka karena takut terbunuh dalam baku tembak.

Kedutaan Besar AS di Port-au-Prince pada Minggu (03/03) mendesak warganya untuk meninggalkan Haiti “sesegera mungkin”.

Kedutaan Besar Prancis mengatakan pihaknya menutup layanan visa sebagai “tindakan pencegahan”.

Baca Juga: Haiti Diguncang Gempa, Berpotensi Tsunami

Meskipun Haiti telah dikuasai oleh geng selama bertahun-tahun, kekerasan semakin meningkat sejak pembunuhan Presiden Moïse di rumahnya pada tahun 2021.

Hingga kini belum ada presiden baru yang menggantikannya dan pemilihan umum belum diadakan sejak tahun 2016

Berdasarkan kesepakatan politik, Henry dijadwalkan mundur sebagai perdana menteri pada 7 Februari lalu. Namun pemilu yang direncanakan tidak diadakan dan dia tetap menjabat. Pada Senin (04/03), pihak berwenang Kenya mengatakan perdana menteri telah kembali ke Haiti.

Berbicara kepada program BBC Newsday, Claude Joseph – yang menjabat sebagai penjabat perdana menteri ketika Presiden Moïse dibunuh dan sekarang menjadi ketua partai oposisi – mengatakan Haiti sedang mengalami “mimpi buruk”.
Joseph mengatakan Perdana Menteri Henry ingin "tetap memegang kekuasaan selama mungkin".

“Dia setuju untuk mundur pada tanggal 7 Februari. Kini dia memutuskan untuk tetap menjabat, terlepas dari kenyataan bahwa ada protes besar-besaran di seluruh negeri yang meminta dia untuk mundur – namun sangat disayangkan bahwa sekarang para penjahat tersebut menggunakan cara-cara kekerasan untuk memaksanya mundur."ha

Editor : Redaksi

Berita Terbaru