NGANJUK (Realita)- Tenaga Konstruksi yang memiliki Sertifikat Kerja Konstruksi (SKK) yang diatur dalam UU no. 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Diduga kuat, kini marak terjadi, legalitas Tenaga Konstruksi yang ber-SKK digunakan tanpa hak dan ijin atau tanpa sepengetahuan pemilik sertifikat. Baik dipakai dalam Legalitas Badan Usaha/BU Konstruksi untuk Penanggungjawab Teknis (PJT) dan Penanggungjawab Kualifikasi Sertifikasi Badan Usaha (PJKSBU), serta pada saat dipakai dalam pelaksanaan kontrak Konstruksi yang mendapatkan paket proyek PL, E-Katalog, dan tender.
Baca Juga: Profesor Perancis Akui Kehandalan KSLL
Suhartoyo, seorang Pakar kontruksi proyek bangunan di era Soeharto, Rabu (27/3/2024), mengatakan, di dalam paket proyek PL, E-Katalog, dan Tender pekerjaan Konstruksi, yang jumlahnya ratusan paket proyek dan nilainya ratusan Milyar yang bersumber dari APBD Nganjuk, nama tenaga konstruksi yang ber-SKK, diduga dipakai kontraktor, tanpa izin.
Suhartoyo menambahka, ada beberapa tenaga konstruksi yang mengeluh sampai minta pencabutan legalitas namanya. Baik di legalitas di dalam BU (Badan Usaha) konstruksi atau dipakai legalitas kompetensinya saat menang tender, terbanyak dalam pekerjaan PL, dan E-Katalog pekerjaan Konstruksi,
"Jadi nama tenaga konstruksi yang ber-SKK dipakai tanpa hak dan izin. Ini sangat merugikan personalnya dan terindikasi ada perbuatan melawan hukum, karena nama yang ada dalam kontrak pekerjaan konstruksi tak sesuai dengan dokumen lelang,"ucapnya.
Baca Juga: Kementerian PUPR Terapkan Struktur Bangunan Gedung Baja Tahan Gempa
Beberapa waktu lalu memang ada kegiatan bersumber dari APBD Nganjuk di dinas PUPR menyelenggarakan uji kompetensi tenaga kerja konstruksi untuk mendapatkan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi (SKK) jenjang 7 ke bawah.
"Ini langkah yang baik untuk diapresiasi yang baik. Tapi diduga ada oknum yang memanfaatkan memakai nama tenaga konstruksi ber-SKK hanya untuk formalitas tender dan tidak diajak kerja dalam pelaksanaan proyek,"imbuhnya.
"Ini harus menjadi perhatian serius merugikan hak tenaga kerja konstruksi yang ber-SKK, rerutama Tenaga Kerja konstruksi lokal Nganjuk," tegasnya lagi.
Baca Juga: Indonesia Bakal Punya Sarana Pelatihan Konstruksi Layang Berstandar Internasional
Ketua LSM FPBI, Suwadi SH mengatakan, pinjam nama tanpa izin, sama saja maling. "Kelihatannya yang ber-SKK kontruksi tidak banyak kalau di Nganjuk aja," ungkapnya
Sementara itu, Eka, salah satu staf dari Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk, hanya menjawab singkat saat dikonfirmasi. "Hal tersebut tidak faham, mas," pungkasnya.isk
Editor : Redaksi