Kontroversi Lomba Penulisan BPIP, UAH: Dasar Pemikirannya Sangat Lemah

JAKARTA – Lomba penulisan yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam menyambut Hari Santri 2021 menuai kontroversi. Banyak para tokoh agama yang mengungkapkan pandangannya, seperti Ustadz Adi Hidayat (UAH). Menurut UAH, tema lomba yang diusungkan menjadi sorotan publik sebaiknya diganti.

“Sah-sah saja kompetisi ini dilakukan dalam konteks memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air. Tapi kita akan melihat apa sesungguhnya yang dihadirkan dalam esensi ini sehingga banyak menimbulkan pandangan beragam,” kata UAH dalam video Tanggapan UAH Tentang Tema Lomba Menulis BPIP di kanal Youtube Adi Hidayat Official.

Baca Juga: Agung Sedayu Group Gelar Webinar & Lomba Penulisan untuk Wartawan

UAH menjelaskan tema yang dipakai mengundang banyak pertanyaan. Dalam proses pembuatan tema pastinya ada segelintir proses yang dilewati. Namun, dalam konteks ini penyusunan tema tidak memenuhi struktur berpikir yang sempurna. Dia mempertanyakan apa tujuan yang ingin dicapai oleh para panitia.

“Hormat bendera menurut hukum Islam? Sekarang pertanyaannya apakah belum diketahui bagaimana hukum Islam terkait penghormatan bendera. Kalau belum tahu seharusnya bertanya, datang ke ulama atau ke MUI nanti MUI beri fatwa yang akan disosialisasikan,” ujar dia.

Akan tetapi jika tujuan lomba hanya ingin mengklasifikasi ragam pemahaman keislaman masyarakat tentu tidak harus digeneralisasi dengan membuat tema yang umum. Misal, jika BPIP mengetahui ada sudut pandang tertentu sebagian kecil komunitas Muslim yang memandang hormat dalam bendera tidak diperlukan bisa memberikan edukasi atau diadakan dialog.

Sebab ini dinilai lebih sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. “Jadi saya kira dasar pemikirannya sangat lemah mengapa harus memunculkan tema seperti ini,” ucap dia.

Baca Juga: Anniversary Ke-5, Namira Syariah Hotel Surabaya Gratis Untuk Ustadz

Yang paling menarik lagi kata UAH, sasaran lomba ini adalah santri. Sedangkan dalam konstruksi hukum Islam untuk melahirkan sebuah hukum bukan ranah santri. Sebab, santri masih dalam ranah pembelajaran dasar-dasar hukum yang sudah mutlak dan disampaikan oleh ulama berdasarkan refrensi sumber-sumber hukum Islam.

Dalam hukum yang mengatur kehidupan dengan manusia atau muamalah terdiri dari sembilan turunan. Turunan-turunan itu akan dipelajari secara berjenjang berdasarkan tingkat keilmuan dan pendidikan.

“Anda ingin memberikan beban konstruksi hukum pekerjaan ulama kepada para santri yang masih di level dasar? Yang dalam konteks belum masuk untuk merumuskan suatu hukum? Ini yang menjadi persoalan,” tuturnya.

Baca Juga: Soal Tragedi Eril, Begini Pesan UAH di Depan Ridwan Kamil

UAH menyimpulkan tema yang diajukan dalam lomba menulis BPIP tidak tepat meskipun tujuannya untuk meningkatkan rasa cinta negara atau penguatan keagamaan dalam konteks kebangsaan. UAH mengusulkan BPIP membuat tema lain yang dinilai selaras dengan santri.

Contohnya, peran ulama dalam melahirkan kemerdekaan Republik Indonesia. Setiap wilayah di Indonesia bisa memunculkan ulamanya masing-masing.ika/you

Editor : Redaksi

Berita Terbaru