JAKARTA- Setelah hiatus dari podcast dan sosial media selama dua pekan, Deddy Corbuzier mengumumkan terkena Covid-19 dan mengalami badai sitokin.
Deddy menyebut bahwa selama masa badai sitokin, paru-parunya rusak hingga 60 persen sehingga menyebabkan dirinya dalam kondisi kritis hingga hampir meninggal.
Baca Juga: Tjahjo Kumolo Meninggal karena Sakit Paru-Paru
"Saya sakit, kritis, hampir meninggal karena badai Cytokine, lucunya dengan keadaan sudah negatif. yes it's covid," kata Deddy Corbuzier melalui unggahan Instagram, Minggu (22/8/2021).
Lalu apa itu badai sitokin yang disebut-sebut sebagai penyebab kematian banyak orang dimasa pandemi Covid-19?
Menurut penilitian dari Mukesh Kumar, seorang ahli virologi dan imunologi, Georgia University, badai sitokin dipicu oleh virus yang menggandakan diri dengan sangat cepat setelah menginfeksi sel.
Saat itu, tubuh langsung mengirimkan sinyal bahaya kepada sel. Sel yang merasakan bahaya langsung merespons dengan membunuh dirinya sendiri.
Menurut Penanggungjawab Logistik dan Perbekalan Farmasi RSUP Dr. Kariadi Semarang, Mahirsyah Wellyan TWH., S.Si., Apt., Msc., badai sitokin atau cytokine storm adalah reaksi berlebihan sel darah putih yang mempertahankan sistem kekebalan tubuh dari virus Covid-19
Saat itu, sel darah putih akan menghasilkan sitokin, protein yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh.
Pada normalnya, sitokin hanya berfungsi akan berhenti saat respons kekebalan tubuh tiba di daerah infeksi, namun pada badai sitokin, sel terus mengirimkan sinyal sehingga bergerak di luar kendali.
Akibatnya, paru-paru mengalami peradangan yang hebat sehingga akan merusak fungsi paru-paru.
Baca Juga: PPP Desak Pemerintah Seret Deddy Corbuzier ke Jalur Hukum dan Videonya Dihapus
Hal itulah yang membuat pasien Covid-19 sulit untuk bernapas dan membutuhkan bantuan oksigen.
"Maka sering pada pasien Covid-19 membutuhkan ventilator untuk membantu pernapasan," kata Mahirsyah Wellyan.
Mahirsyah juga mengatakan badai sitokin masih bisa terjadi meskipun virus sudah mati di dalam tubuh.
Sebagai informasi, badai sitokin sebelumnya pernah menyebabkan Raditya Oloan meninggal dunia pada 6 Mei 2021 lalu.
Pada normalnya, sitokin hanya berfungsi akan berhenti saat respons kekebalan tubuh tiba di daerah infeksi, namun pada badai sitokin, sel terus mengirimkan sinyal sehingga bergerak di luar kendali.
Baca Juga: Soal Podcast Deddy Corbuzier, Ketua MUI: LGBT Itu Ketidaknormalan
Akibatnya, paru-paru mengalami peradangan yang hebat sehingga akan merusak fungsi paru-paru.
Hal itulah yang membuat pasien Covid-19 sulit untuk bernapas dan membutuhkan bantuan oksigen.
"Maka sering pada pasien Covid-19 membutuhkan ventilator untuk membantu pernapasan," kata Mahirsyah Wellyan.
Mahirsyah juga mengatakan badai sitokin masih bisa terjadi meskipun virus sudah mati di dalam tubuh.
Sebagai informasi, badai sitokin sebelumnya pernah menyebabkan Raditya Oloan meninggal dunia pada 6 Mei 2021 lalu.pas
Editor : Redaksi