JAKARTA (Realita)- Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar kembali agenda sidang judicial review UU Narkotika secara daring dan ruling pada pukul 11.00 Wib. Pemohon akan menghadirkan beberapa ahli dari Korea Selatan dan Thailand agar bisa menerangkan bahwa ganja bagi kesehatan dan rekom ganja menjadi legal di Indonesia.
"Dari tim kuasa pemohon akan menghadirkan 2 ahli yaitu dokter ganja dari Korea Selatan Mister Sung Seok Kang dan ahli pharmacis ganja Miss Pakakrong Kwankhao wakil direktur Institusi Ganja Medis di Kementrian Kesehatan Thailand," ujar Singgih Tomi Gumilang, S.H, M.H Kuasa Hukum pemohon kepada Realita.co melalui sambungan seluler, Selasa (12/10/2021).
Baca Juga: Terdakwa Ganja Ajukan Kasasi, Singgih: Putusan PT Diduga Tak Sesuai Fakta Hukum
Masih sambung Singgih, bahwa uji materil ini bertujuan agar mereka yang sakit bisa mendapatkan obatnya sekarang.
Sidang judicial review Undang-Undang Narkotika itu diajukan oleh Dwi Pratiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Murhayati, yang meminta Makamah Konstitusi melegalkan ganja untuk kesehatan. Dwi adalah seorang ibu dari anak yang menderita cerebral palsy, yakni lumpuh otak yang disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal. Sedangkan Santi dan Nafiah merupakan ibu yang anaknya mengidap epilepsi.
"Secara umum, kalau kita melihat secara historis banyak keputusan-keputusan tentang penggolongan obat-obatan tersebut, khususnya yang sudah lama dilakukan puluhan tahun yang lalu, seperti LSD atau cannabis (ganja) itu terjadi dalam suatu konteks yang sangat terpolitisasi," kata Stephen Rolles Steve ahli asal Inggris saat bersaksi sidang di MK beberapa bulan lalu dikutip dari detik.com
Dan keputusan-keputusan tersebut pada masanya dibuat lebih bersifat politik, alih-alih ilmiah.
Baca Juga: 14, 338 Kg Ganja Siap Edar, Berhasil Diamankan Polresto Bekasi Kota
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum (FH) Unika Atma Jaya, Jakarta, Asmin Fransiska, menyatakan dirinya setuju ganja untuk kesehatan dilegalkan.
"Konstitusi Republik Indonesia Pasal 28H ayat (1) menjamin hak atas kesehatan, atas layanan kesehatan kepada semua. Salah satu sifat dari hak atas kesehatan adalah bahwa hak tersebut bersifat progressive realization yaitu pemenuhannya harus dilakukan terus-menerus secara progresif dan tidak boleh regresif atau menurun, serta diberikan dan dipenuhi tanpa diskriminasi," terang Asmin pada sidang lalu di MK.
"Kesalahan tafsir atas pelarangan amatlah merugikan Indonesia. Saatnya Indonesia melihat dan meninjau kembali Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 yang melarang penggunaan narkotika bagi kesehatan tanpa penundaan," Asmin menegaskan.
Baca Juga: Dititipi Ganja Oleh Anak Kandungnya, Asfiyatun Mengaku Tidak Tau
Asmin berharap sudah saatnya memaknai hak atas kesehatan dalam Konvensi Tunggal Narkotika dan implementasi Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.
Dalam mengartikan konteks Konvensi Tunggal Tahun 1961, sayangnya dalam pasal UU Narkotika pihak Pemerintah Republik Indonesia hanya melakukan interpretasi penggunaan narkotika saja," pungkasnya.
Para ahli kembali menekankan pentingnya membangun sistem monitoring oleh otoritas kesehatan Pemerintah. Penggunaan ganja medis yang terbatas tidak untuk semua penyakit dan hanya dalam kondisi pengobatan standart yang gagal.tom
Editor : Redaksi