Lahan Dikuasai PTPN, Ratusan Petani Hutan di Lamongan Gigit Jari

LAMONGAN (Realita) - Ratusan petani hutan di Kabupaten Lamongan harus rela gigit jari. Pasalnya, lahan Perhutani di wilayah Kecamatan Ngimbang yang sudah puluhan tahun digunakan untuk bercocok tanam, saat ini telah diambil dan difungsikan oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN).

Waras, salah seorang petani mengatakan jika pengambilan lahan oleh perusahaan BUMN itu dilakukan sejak tahun 2018 lalu. Padahal pihak Perhutani saat itu meminta kepada petani untuk menebang pohon-pohon Mahoni yang sudah ditanam sebelumnya. Bahkan para petani juga dimintai biaya penebangan. Namun kenyataannya lahan yang diharapkan bisa dimanfaatkan warga, justru difungsikan PTPN. Sedangkan petani dilarang bercocok tanam.

Baca Juga: Sengketa Berujung Duel Dua Lawan Tiga

"Tiap petani diminta 135 ribu rupiah per 1/4 hektar, untuk menebang pohon-pohon Mahoni itu. Tapi faktanya, masyarakat malah di usir sama perhutani dan gak boleh nanam disitu. Lalu diambil alih oleh PTPN-X," kata Waras saat bersama dengan puluhan petani lainnya di Desa Lawak, kecamatan Ngimbang, Kamis (28/10/2021).

"Ada 176 petani yang terdampak, dan saat ini kami harus kehilangan lahan yang sudah 20 tahun kami gunakan untuk bercocok tanam yang seharusnya bisa kami gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup kami," keluhnya.

Waras menambahkan jika sejauh ini petani hutan di desanya, sudah mematuhi apa yang jadi keinginan perhutani, salah satunya membayar upeti dari hasil panen.

Baca Juga: Kasus Dugaan Penguasaan Tanah Negara di Desa Lebakadi Lamongan Berlanjut

"Dalam proses pengerjaan tanah negara itu, kami lakukan tidak cuma-cuma. Petani dimintai sharring (hasil panen), yang tiap panen masing-masing petani harus membayar sebesar 300 ribu rupiah per seperempat hektar. Rata-rata 3 kali panen dalam 1 tahun. Jadi tiap tahun kami membayar sekitar 1 juta rupiah kepada perhutani," akunya.

Sementara itu, Pemerhati Program Perhutanan Sosial, Zainul Mukid, menyayangkan sikap yang dilakukan oleh pihak perhutani maupun PTPN. Mukid mengatakan jika persoalan itu merupakan bentuk ketidakberdayaan para petani.

"Permasalahannya, diperhutanan Sosial waktu itu ada 3 skema, yakni P-81 tentang ketahanan pangan, P-83 tentang kemitraan petani dengan perhutani, dan P-39 tentang IPHPS. Ini yang saya rasa gak sinkron. Kadang perhutani memberikan lahan ke skema 81 tapi tanpa koordinasi dengan petani sekitar, akhirnya jadi masalah. Artinya lahan yang diberikan ke PTPN melalui skema P-81 itu sama saja dengan merebut lahan petani. Petani di usir diberikan ke pihak corporasi. Jadi tidak menyelesaikan masalah, tetapi malah nambah masalah," kata Mukid.

Baca Juga: Sengketa Kepemilikan Lahan yang Diduga Dikuasai oleh KUA Kecamatan Sedati

"Kasihan para petani. Karena ketidakmampuannya, mereka diperas, di pungli, dan mereka nurut, karena ketidakberdayaan mereka, yang tak lain dengan harapan hanya ingin mengerjakan lahan yang dikuasai PTPN ini," lanjutnya.

Mukid berharap agar persoalan ini segera diselesaikan, mengingat tujuan meningkatkan kesejahteraan petani hutan merupakan salah satu program Presiden RI, Joko Widodo.def

Editor : Redaksi

Berita Terbaru

Ditlantas Polda Banten Awasi Bus Pariwisata

SERANG (Realita ) - Dalam rangka mengantisipasi peristiwa kejadian di Subang Jawa Barat, Ditlantas Polda Banten bersama Dishub Provinsi Banten, Jasa Raharja …