JAKARTA (Realita)- Perselisihan hukum antara direksi dengan komisaris PT Kahayan Karyacon terus berlanjut. Nico, kuasa hukum Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto, yang merupakan pihak komisaris, menyebut kliennya tak pernah diberikan laporan keuangan dalam 10 tahun terakhir oleh direksi. Sehingga, pihaknya tak mengetahui kondisi keuangan PT Kahayan Laryacon yang berakhir di pengadilan niaga, gara-gara utang yang tak terbayarkan.
Pihak kuasa hukum direksi dari LQ Indonesia Law Firm, La Ode Soerya Alirman, angkat bicara mengenai tudingan tersebut. Menurut dia, apa yang disampaikan Nico tak masuk akal.
Baca Juga: Dituding Mafia Asuransi di Kanal YouTube Uya Kuya, Pihak Alvin Lim Angkat Bicara
Mimihetty dan Christeven sendiri, merupakan keluarga bos perusahaan produsen kopi Kapal Api, Soedomo Mergonoto. Mimihetty ialah istri Soedomo, sementara Christeven anaknya.
"Sebab Pasal 138 UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan hak kepada pemegang saham untuk mengajukan pemeriksaan dan mendapatkan laporan keuangan perseroan," ujar Alirman, Senin (1/11/2021).
"Jadi kenapa selama 10 tahun tidak pernah ajukan permohonan ke pengadilan negeri saja? Nico kan advokat apa tidak pernah kasih saran ke kliennya, atau bagaimana?," imbuhnya.
Alirman merasa janggal dengan permintaan laporan keuangan perusahaan yang dilakukan satu tahun terakhir. Terlebih, kata dia, permintaan tersebut diajukan semasa Kahayan terjerat utang.
"Kenapa baru setahun terakhir ketika perusahaan dililit utang? Bukannya minta laporan keuangan melalui pengadilan malah laporin direksi ke kepolisian," kata dia.
Sementara Kabid Humas LQ Indonesia Law Firm, Sugi menduga ada 'permainan' dari berdirinya perusahaan PT Kahayan Karyacon.
"Diduga untuk menghindari pajak, Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto diduga mengunakan uang pribadinya dan ditransfer ke rekening pribadi, salah satu direktur Kahayan. Lalu berdirilah Kahayan, mulai mengambil barang dan bahan baku dari para supplier mengunakan utang," ujarnya.
Bahan baku, lanjut Sugi, diolah menjadi bahan jadi dan dijual menjadi uang. Kemudian uang milik perusahaan dibelikan aset properti.
"Nah, aset properti ini diduga dimasukkan atas nama Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto. Ketika utang numpuk banyak, perusahaan Kahayan tidak bayar, kemudian Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto mengkambinghitamkan direktur dan laporkan direktur ke Mabes atas dugaan penggelapan dalam jabatan," tuturnya.
Adapun kata Sugi, bukti sertifikat dari aset properti inilah yang jadi dasar dugaan penggelapan dengan terlapor Mimihetty dan Christeven, yang LQ laporkan ke Polda Banten. Keduanya disangka melanggar Pasal 372 atau 374 KUH Pidana.
Baca Juga: Berkas-Memori Kasasi Alvin Lim Tak Juga Dikirim ke MA, Pengacara: Sangat Tak Wajar
"Kami berikan bukti sertifikat atas nama Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto dan bukti aliran uang milik PT untuk membayar aset tersebut. Orang awam tidak mengerti keuangan tidak akan paham modus ini. Tapi orang pintar sekelas Mimihetty dan Christeven diduga sudah rencanakan dari awal dan dicium oleh LQ aroma tidak sedap ini," papar Sugi.
Kasus seperti ini, kata Sugi, serupa juga yang dialami oleh Christian Halim, klien LQ juga, seorang kontraktor yang dibayar oleh Christeven untuk pembangunan infrastruktur tambang nikel di Morowali. Setelah pekerjaan hampir selesai dan Christian Halim menagih sisa pembayaran Rp7 miliar, kata Sugi, Christeven tak mau membayar dan malah melaporkan Christian dengan alasan pekerjaan tidak sesuai spek. Christian dijerat dengan dugaan pasal penipuan dan penggelapan.
"Dalam berbisnis mau untung, tapi ketika rugi, diduga akan makan aset orang lain. Mengerikan!," jelas Sugi.
Rapat kreditur PKPU PT Kahayan Karyacon sendiri, pada Kamis 28 Oktober 2021, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, berlangsung lancar. Rapat dihadiri kreditur, hakim pengawas dan kurator serta pihak debitur, direksi Kahayan dan para kuasa hukum dari LQ Indonesia Law Firm.
Advokat LQ Franziska Martha Ratu Runturambi, mengatakan hanya direksi Kahayan yang memiliki iktikad baik dan bertanggung jawab hingga akhir terhadap utang perusahaan tersebut.
"Tidak tampak pemegang saham dan pemilik Kahayan Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto mau datang dan tanggung jawab kepada para kreditur/supplier. Padahal jika dia pemilik saham terbesar, atau yang punya Kahayan kan seharusnya tanggung jawab dan hadapi para kreditur yang memberikan barang ke pabrik miliknya," ujar Franziska.
Baca Juga: Kate Victoria Kersama Massa Aksi Geruduk Kejagung, Minta Sang Ayah Dibebaskan
Karena seharusnya pertanggungjawaban dilakukan secara bersama, pihak LQ pun bakal menyarankan agar para supplier mengajukan gugatan pailit terhadap harta pribadi Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto, di Pengadilan Niaga nantinya.
"Karena diduga ada kelalaian Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto dalam gagal bayarnya PT Kahayan Karyacon. Juga agar para kreditur melakukan pelaporan pidana atas aset PT Kahayan yang diduga digelapkan oleh pemilik pabrik Kahayan Karyacon. Jangan biarkan orang kaya tambah kaya atas kesulitan orang lain dan tidak mau bayar utang," tandas Sugi.
Sementara Ketua Pengurus dan Pendiri LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim menyesalkan adanya tiga orang oknum diduga petugas Resmob Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten, yang berupaya menyegel pabrik Kahayan Karyacon tanpa izin pengadilan.
"Ketika LQ meminta keluar, oknum Polri tersebut menyatakan bahwa mereka suruhan Nico selaku kuasa hukum Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto. Inilah rupa oknum aparat ketika diduga berkolusi dengan oknum konglomerat. Merasa apa pun diperbolehkan bahkan perbuatan melawan hukum dilakukan. Polri sampai kapan baru mau berubah?," ujar Alvin.
Christeven Mergonoto selaku Komisaris Utama PT Kahayan sendiri tak merespons saat dikonfirmasi wartawan terkait persoalan ini.kik
Editor : Redaksi