SURABAYA (Realita)- Novi Rahman Hidayat, Bupati Nganjuk non aktif yang menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana penyalahgunaan wewenang menajalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Kamis (30/12/2021). Dalam sidang kali ini Novi Rahman membacakan nota keberatan (pledoi) atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eko Baroto dari Kejagung RI, serta Andie Wicaksono dan Sri Hani Susilo dari Kejari Nganjuk.
Dalam nota pembelaan setebal 100 halaman ini menyebutkan banyak kejanggalan yang dirasakan tim kuasa hukum Novi Rahman atas tuntutan tinggi yang diajukan JPU pada Novi. Terlebih dalam pertimbangan JPU juga terkesan kontradiktif dengan fakta persidangan yang ada.
Baca Juga: Sidang Korupsi Mantan Kepala BPBD, Kasi Intel Kejari Sidoarjo Disebut Meminta Aliran Dana
Terkait barang bukti misalnya, salah satu tim kuasa hukum terdakwa, Tis’at Afriyandi dalam pledoinya menyebut bahwa dalam salah tuntutan yang diminta oleh JPU adalah barang bukti sebesar Rp 11 juta yang disita dikembalikan lagi ke saksi Jumali.
“Hal itu sangat aneh, awal mula terjadinya OTT dimulai dari pengungkapan saksi Jumali yang diduga akan menyerahkan uang sebesar Rp 11 juta kepada Dupriono selaku Camat Pace yang katanya akan diserahkan kepada Novi, tetapi mengapa Jaksa Penuntut Umum dalam requisitornya meminta uang tersebut dikembalikan lagi kepada saksi Jumali,” ujar Tis’at dalam pledoinya.
Dalam pledoi kuasa hukum tedakwa juga disebutkan bahwa penangkapan terhadap terdakwa juga sama sekali tidak memenuhi unsur tertangkap tangan karena tidak sedang melakukan tindak pidana ataupun sesaat kemudian diserukan sebagai orang yang melakukan atau menerima uang padahal kenyataannya terdakwa tidak pernah menerima uang dari siapapun sebagaimana didakwakan oleh JPU.
Terpisah, kuasa hukum Novi yakni Ari Hans Simaela usai mendampingi terdakwa Novi di Rutan Kejati Jatim menyatakan apabila melihat tingginya tuntutan JPU serta pertimbangan yang disampaikan jelas adanya upaya kriminalisasi terhadap Novi.
“Sudah jelas bahwa di persidangan jaksa gagal membuktikan dakwaannya. Dari rentetan saksi yang dihadirkan jaksa tak ada satupun menyebut bahwa pak Novi meminta uang ataupun menerima suap,” ujar Ari, Jum'at (31/12/2021).
Baca Juga: Suami Maia Estianty Mengelak Berikan Uang kepada Eko Darmanto, Eks Kepala Bea Cukai Jogjakarta
Selain itu lanjut Ari, ajudan Bupati Novi yakni Izza Muhtadin dalam persidangan juga mengakui bahwa dirinyalah yang menerima uang tersebut. Bahkan uang tersebut juga diakui sudah dibelikan mobil, merenovasi rumah dan dipergunakan untuk keperluan pribadi lainnya.
“Tapi fakta itu dalam tuntutan Jaksa sama sekali tidak dipertimbangkan lagi,” ujarnya.
Yang menjadi aneh lagi lanjut Ari, terkait permohonan JPU dalam tuntutannya bahwa uang Rp 11 juta dikembalikan kepada Jumali. Menurut Ari itu sangatlah aneh dan tidak lazim.
“Penangkapan Jumali yang menjadi akar atau awal permasalahan ini, tetapi Jumali tidak pernah dijadikan tersangka. Ditambah lagi permintaan jaksa untuk mengembalikan uang 11 juta yang yang disita kepada sang pemberi suap apa tidak aneh. Ada apa dan siapa di balik perkara Pak Novi?” tanyanya.
Baca Juga: KPK Nilai Pencegahan Korupsi di Pemkot Surabaya Terbaik di Jatim
“Secara tidak langsung jaksa kan mengakui bahwa tindak pidana suap itu tidak ada, buktinya jaksa dalam tuntutanya meminta agar barang bukti dikembalikan ke Jumali yang notabenenya dia adalah orang pertama yang diamankan dalam dugaan suap ini,” ujar Ari.
Dengan adanya keanehan dan kejanggalan dalam pertimbangan tuntutan JPU, Ari merasa bahwa JPU terkesan sangat menggebu-gebu ingin memenjarakan Novi. “ Siapa yang sebenarnya ingin Pak Novi dipenjara?,” ujar Ari penuh keheranan.
Perlu diketahui, JPU menuntut pidana penjara selama sembilan tahun pada Novi yang dianggap terbukti menerima suap dan jual beli jabatan dengan barang bukti yang disita Rp 11 juta.ys
Editor : Redaksi