JAKARTA (Realita) - Rencananya DPR akan mengesahkan RUU IKN (Ibu Kota Negara) menjadi Undang Undang Pada selasa, 18 Januari 2022.
Pengesahan RUU IKN ini terlalu buru buru, dan kurang kajian atas Lokasi lahan Ibukota negara baru tersebut. Sebaiknya Panitia Khusus RUU Ibu Kota segera mengundang ahli Geologi untuk mengetahui potensi bahaya ketika Lokasi IKN itu berada penuh pada lahan Gambut dan lahan sumber daya batu bara.
Baca Juga: Puti Guntur Soekarno Konsisten Bangun Generasi Milenial Berlandaskan Ideologi Bangsa
Ketika IKN tetap berada di Penajam Paser Utara, dan Kutai Kertanegara, maka bahaya yang dihadapi Pemerintah bukan ancaman Peluru kendali dari negara asing atau teroris. Tetapi lahan gambut, dan lahan yang berisi batubara yang berpotensial menghancurkan aset gedung - gedung perkantoran pemerintah.
Perlu diketahui, bahwa yang namanya lahan gambut itu mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan proses pembakaran spontan akibat adanya aksidasi. Jadi tidak perlu adanya pembakaran secara sengaja, hanya dengan adanya cuaca panas ekstrim akibat dampak elnino, lahan gambut bisa menjadi api atau asap yang menganggu kinerja pemerintah.
Kemudian, di IKN akan dibangun gedung gedung pemerintah bertingkat dengan menggunakan pondasi dalam seperti tiang pancang. Ketika pondasi tiang pancang pada kedalaman tertentu menyentuh sumber daya batubara maka akan terjadi proses oksidasi yang menyebabkan kerusakan pada beton dan besi tiang pancang. Ketika tiang pancang gedung perkantoran pemerintah bertingkat mengalami kerusakan, maka tinggal tunggu waktu saja, bangunan gedung pemerintah tersebut akan runtuh.
Yang terakhir adalah rencana anggaran untuk membangun IKN sebesar Rp 500 triliun. Dan alokasi anggaran sebesar Rp 500 triliun menurut CBA (Center for Budget Analysis) merupakan paket akal- akalan saja. Sengaja dikecil-kecilkan agar tidak ada reaksi dari publik dan DPR.
Baca Juga: Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi Dampingi Presiden Joko Widodo Cek Harga di Pasar Dukuh Kupang
Sebagai pembanding saja, biaya pindah ibukota Kazahkstan dari Almaty ke Astana / Nursultan pada tahun 1998 sebesar USD 30 Miliar (setara RP 450 Triliun), yang jika dikonversikan ke nilai saat ini bisa 4x lipat setara USD 120 Miliar Dollar (setara Rp 1.800 Triliun). Luas kota Nursultan hanya 722 kilo meter persegi atau ekivalen 72.200 Hektare.
Kok Indonesia bisa pindah Ibu kota negara ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara dengan rencana luas 256.142 Hektare (3,5 kali lipat luas Nursultan) cuma membutuhkan biaya Rp 500 Triliun dengan lokasi Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara yang sangat-sangat buruk, hutan belantara, banyak lubang bekas tambang dan lahan gambut.
Maka dari Gambaran ini, kami dari CBA meminta kepada DPR agar jangan dulu mengesahkan RUU IKN menjadi undang undang sebelum ada kajian yang komprehensif. Masa DPR mau dipaksa- paksa pemerintah Jokowi hanya sebagai tukang stempel saja, kaya zaman Orde Baru. Beb
Baca Juga: Wali Kota Eri Dampingi Presiden Jokowi Pantau Harga Pangan di Pasar Soponyono
Oleh : Direktur CBA
Uchok Sky Khadafi
Editor : Redaksi