Dugaan Pungli di Bojonegoro, Kuasa Hukum Terdakwa: Keterangan Saksi Hanya Copy Paste

SURABAYA (Realita)- Shodikin diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (18/1/2022). Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Quran (FKPQ) Kabupaten Bojonegoro menjadi terdakwa dalam perkara penerimaan bantuan Kementrian Agama.

Sidang yang dipimpin majelis hakim Johanis Hehamony ini mengagendakan keterangan 31 saksi yakni dari ketua Lembaga TPQ di Bojonegoro. Nanum dari 31 saksi, hanya tiga saksi yang diperiksa dalam persidangan kali ini lantaran pihak kuasa hukum terdakwa minta saksi diperiksa satu persatu. Majelis hakim pun memerintahkan 28 saksi lainnya untuk pulang ke rumah.

Tiga saksi yang diperiksa secara bergantian tersebut adalah Mohammas Kharis selaku ketua TPQ Al Mubarokh di desa Sarirejo Balen Bojonegoro.

Dalam kesaksiannya Kharis menyatakan lembaga yang dia pimpin menerima bantuan dari Kementrian Agama (Kemenag) Republik Indonesia sebesar Rp 10 juta yang ditransfer melalui Bank BNI. Pencairan dilakukan pada bulan Oktober 2020.

Dijelaskan saksi, sebelum dana bantuan tersebut cair ada pemberitahuan dari Koordinator Kecamatan (Kortan) bahwa akan ada dana bantuan dari Kemenag RI untuk bantuan Covid-19. 

Dana tersebut yang mencairkan saksi dan bendahara TPQ. Uang Rp 10 juta tersebut enam juta dan satu juta diserahkan pada bendahara Kortan yakni Imam Mutaqin. 

Masih kata saksi, sebelum anggaran dari Kemenag tersebut dicarikan, Terdakwa sudah mensosialisasikan  bahwa pada nantinya dari anggaran Rp 10 juta tersebut, enam juta untuk membeli alat protokol kesehatan sementara empat juta untuk biaya operasional lembaga.

Selain itu waktu sosialisasi juga disampaikan jika proposal dan Surat Pertanggungjawabab (SPJ) dipermudah oleh pihak Kortan dan akan dibuat oleh Imam Mutaqin. 

“ Dengan adanya proposal dan SPJ yang sudah disiapkan oleh pihak Kortan, saya merasa terbantu,” ujar saksi.

Saksi menambahkan, dirinya tidak membaca petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk tekhnis (juknis) terkait anggaran tersebut apakah uang tersebut utuh untuk lembaga atau lainnya. 

Dari anggaran Rp 1 juta yang diklaim untuk penyusunan proposal dan SPJ tersebut kata saksi rinciannya Rp 600 ribu diserahkan ke FKPQ Kabupaten dan  Rp 400 ribu untuk Koordinator Kecamatan (Kortan).

“Dana satu juta diserahkan ke bendahara kecamatan. Tekhnisnya, uang Rp 1 juta diserahkan bersaman waktu pembayaran prokes yakni Rp 6 juta dan Rp 1 juta,” ujarnya.

Namun saksi juga tidak mengetahui kalau uang tersebut diserahkan ke Terdakwa Shodikin yang juga tidak pernah saksi kenal.

Saksi juga mengakui bahwa dia tak pernah membuat SPJ, karena yang menyiapkan adalah Kortan. Dalam SPJ disebutkan bahwa anggaran yang Rp 4 juta untuk operasional lembaga namun realnya yang digunakan lembaga adalah Rp 3 juta.

Saksi tidak mempertanyakan adanya ketidaksamaan dalam SPJ tersebut karena dikira saksi SPJ tersebut hanya formalitas saja. 

Saksi menambahkan bahwa saat sosialisasi dilakukan Terdakwa Shodikin disampaikan adanya edaran larangan-larangan tidak boleh ada pemotongan. Dan juga disampaikan bahwa surat larangan tersebut juga disampaikan larangan keperuntukan anggaran diluar juklak dan juknis. 

Atas keterangan saksi, terdakwa Shodikin menyatakan tidak benar adanya pemotongan anggaran dari Kemenag.

Sementara saksi kedua yakni Mohammad Khusnul Wafaq juga menjelaskan hal yang tak jauh beda dengan saksi pertama. Saksi menjelaskan bagaimana proses pencairan anggaran Rp 10 juta dari Kemenag tersebut sampai diterima oleh lembaga yang dia pimpin. 

Saksi juga menjelaskan bahwa dari anggaran Rp 10 juta tersebut dibagi menjadi dua yakni Rp 6 juta untuk membeli alat prokes sedangkan tiga juta untuk operasional. Sementara yang Rp1 juta diserahkan ke Imam Mutaqin dengan rincian Rp 600 ribu untuk FKPQ Bojonegoro dan Rp 400 ribu untuk FKPQ Kecamatan.

Seperti halnya saksi pertama, saksi kedua juga tidak menyebutkan bahwa Terdakwa Shodikin menerima anggaran tersebut.

Saksi mengaku tidak detail membaca SPJ. Saksi mengaku tidak mengenal Sodikin dan tidak tahu apakah sodikin menerima uang tersebut dari Imam Mutaqin.

Saksi terlihat kebingungan dan menjawab lupa ketika ditanya apakah saksi diberitahu bagaimana syarat-syarat untuk menerima bantuan anggaran Kemenag.

Saksi ketiga yakni Hismawan, bendahara TPQ Abdul Salam di Gugulan. Saksi memberikan keterangan yang tak jauh beda dengan saksi sebelumnya. Saksi juga mengungkapkan bahwa dia tak mengenal Shodikin dan tidak pernah menyerahkan uang ke Shodikin.

Selain itu kata saksi, uang Rp 1 juta yang dia klaim disetorkan ke Kortan dan ke FKPQ tidak pernah ada tanda terima. 

Usai sidang, kuasa hukum Terdakwa yakni Pinto Utomo, S.H., S.Pd., M.H menyatakan dari keterangan saksi sudah kelihatan adanya banyak kejanggalan dengan ketidaktahuan saksi dalam perkara ini.

"Ini kelihatan sekali bahwa keterangan saksi hanya copy paste, terlebih lagi tidak ada satu saksipun yang pernah mendapat perintah dari Shodikin untuk melakukan pemotongan dari dana yang diterima sebesar Rp 10 juta,” ujarnya.

Sementara kuasa hukum Terdakwa yang lain yakni Johanes Dipa Widjaja menyatakan pihaknya sangat keberatan apabila saksi diperiksa secara bersamaan karena BAP isinya sama persis satu sama lain dan ada beberapa BAP yang dibuat bersamaan dua orang sekaligus dan diperiksa oleh seorang penyidik.

“Ini aneh, lain halnya kalau konfrontir. Keterangan saksi-saksi seperti paduan suara, masa orang berbeda punya gaya bahasa dan tata bahasa yang sama. Dasar keberatan pasal 160 KUHAP. Keberatan disampaikan guna didapatkan kebenaran materiil,” ujarnya.

Johanes Dipa juga sempat menegur JPU karena berlaku kurang sopan dengan tertawa dan cengengesan pada saat saksi sedang memberikan keterangan.

"Yang mulia, ini kan pengadilan yang terhormat saya keberatan dengan sikap JPU yang tertawa seperti itu,” ujarnya.ys

Editor : Redaksi

Berita Terbaru