Menkes Budi Akui Testing dan Tracing di Indonesia Masih Rendah

realita.co
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.

JAKARTA- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bakal mengubah penentuan sistem zonasi COVID-19. Sebelumnya, salah satu indikator penentuan zonasi COVID berdasarkan jumlah kasus konfirmasi COVID.

Dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Senin (5/7/2021), Menkes mulanya menyebut standar testing dari WHO adalah 1/1.000 penduduk per minggu sudah dilampaui. Namun, standar testing ini berlaku jika positivity rate hanya 5 persen.

Baca juga: 241 Anak Sakit Gagal Ginjal Akut Misterius, 133 Meninggal

"Beberapa provinsi yang sudah mencapai angka tersebut selalu menyampaikan ke saya kan kita sudah lewat, cuma saya sampaikan ke teman-teman bahwa angka 1/1.000 per minggu itu adalah untuk positivity rate di bawah 5 persen," kata Budi.

Kalau positivity rate-nya sudah lebih 5 persen, kata Menkes, artinya laju penularannya sudah sangat tinggi dan tesnya harus dibuat lebih banyak supaya tidak ada orang yang tidak teridentifikasi tertular COVID. India, katanya, sempat menaikkan testing COVID hingga 5-10 kali standar WHO.

"Itu yang kita kejar. Sehingga untuk daerah-daerah yang positivity rate-nya di atas 25 persen, kita minta 15 kalinya WHO. Kalau (positivity rate) 15 sampai 25 (persen), 10 kali WHO kalau bisa, terus kita kejar. Kalau (positivity rate) 5-15 (persen), 5 kali WHO, artinya 5 per seribu per minggu," ujar Menkes.

Baca juga: Mereka yang Lahir Tahun 1980 ke Bawah, Lebih Terproteksi dari Cacar Monyet

Cara ini disebut Menkes dapat mengetahui siapa yang tertular lebih cepat dan pemerintah bisa melakukan tindakan yang tepat, apakah menetapkan seseorang isolasi mandiri atau dirawat di rumah sakit.

Menkes mengakui testing dan tracing COVID saat ini masih lemah dan dia ingin memperbaikinya. Karena itu, dia akan menjadikan angka positivity rate sebagai penilaian zonasi COVID.

Baca juga: Omicron BA.4 dan BA.5 Diprediksi Memuncak di Bulan Juli

"Saya mohon bantuan Bapak-Ibu sekalian karena testing ini dipakai penilaian suatu daerah jadi seakan-akan semua daerah berebutan agar nilainya kelihatan baik dengan cara tidak membuka semua testing yang ada di sana atau tidak melakukan testing sebesar yang seharusnya," kata Menkes.

"Oleh karena itu, kita akan mengubah, kita tidak akan melihat lagi dari merah kuning-hijaunya berdasarkan jumlah kasus konfirmasi, tapi berbasiskan positivity rate. Kalau testing-nya sudah 1 kali WHO tapi positivity rate-nya masih tinggi, artinya testing-nya kurang banyak. Masih banyak orang yang memang tertular yang kita tidak bisa identifikasi dan dia berkeliaran ke mana-mana berbahaya buat teman-teman kita yang lain," tegasnya.ik

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru