SURABAYA (Realita)- Shodikin, ketua Forum Komunikasi Pendidikan Quran (FKPQ) Kabupaten Bojonegoro kembali menjalani sidang dugaan korupsi pemberian dana bantuan Covid-19 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, kamis (27/1/2022). Dalam sidang kali ini Jaksa menghadirkan empat orang saksi.
Dihadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat orang saksi antaranya, Saifudin selaku Kepala TPQ Darul Ulum, Misbah Mabrur selaku Kepala Sekolah TPA Al Is'ad Unit 028, Nurcholis dan Mohammad Fauzi selaku Kepala TPA Baitul Mutaqin.
Baca juga: Sidang Korupsi Mantan Kepala BPBD, Kasi Intel Kejari Sidoarjo Disebut Meminta Aliran Dana
Dalam keteranganya ke-empat saksi itu mengatakan, para pengurus lembaga pendidikan TPQ di Kabupaten Bojonegoro ini menyerahkan uang sebesar Rp. 1 juta kepada ketua Koordinator Kecamatan (Kortan) atau Ketua Dewan Perwakilan Kecamatan (DPK) yang mengundang mereka untuk dilakukan sosialisasi dan pemberitahuan akan ada dana bantuan covid 19 untuk lembaga yang mereka kelola.
Dimana uang sebesar Rp. 1 juta itu sebagai bantuan operasional untuk pengurusan proposal, pembuatan laporan pertanggung jawaban, pengiriman alat kesehatan ke lembaga mereka masing-masing.
Empat saksi yang dihadirkan dipersidangan ini juga mengakui bahwa uang sebesar Rp. 1 juta yang sudah mereka serahkan ke Ketua Kortan atau Ketua DPK, tidak tahu akan diserahkan lagi kepada siapa, termasuk kepada terdakwa Sodikin.
Peran ketua dan pengurus Kortan maupun DPK yang sangat dominan dalam hal "mengutip" dana dari lembaga penerima bantuan yang disosialisasikan untuk pembuatan proposal, laporan pertanggung jawaban, pengiriman alat kesehatan covid-19, juga terdengar dari pengakuan empat saksi yang dihadirkan penuntut umum, pada persidangan ketiga ini.
Para saksi juga mengakui, bahwa selama ini mereka tidak pernah tahu dan mendengar akan ada dana bantuan yang akan turun dari Kementerian Agama sebagai bantuan Covid-19.
Meski mendapat dana bantuan dan mencairkannya secara langsung di bank pemerintah yang ditunjuk, pengakuan keempat saksi pada persidangan kali ini juga sama dengan pengakuan tiga saksi sebelumnya, dimana para saksi yang sudah berjumlah tujuh orang ini tidak pernah membuat proposal untuk mendapatkan dana bantuan.
Tiga saksi sebelumnya ditambah empat saksi yang dimintai keterangan pada persidangan kali ini, juga mengakui tidak pernah membuat laporan pertanggung jawaban sendiri begitu menerima dana bantuan. Lalu, siapa yang membuatnya? Para pengurus Kortan atau pengurus DPK. Semua saksi yang sudah dihadirkan mengaku hanya tanda tangan saja, begitu diperlihatkan laporan pertanggung jawaban.
Uniknya, saat para saksi pada persidangan kali ini, juga mengaku di depan majelis hakim, tidak pernah membaca isi laporan pertanggung jawaban.
Begitu juga dengan uang bantuan yang turun sebesar Rp. 10 juta, lalu yang Rp. 6 juta diserahkan kembali ke DPK maupun Kortan ditambah Rp 1 juta untuk operasional. Sehingga, uang yang lembaga terima hanya Rp. 3 juta.
Namun, dalam laporan pertanggung jawaban yang dibuat Kortan maupun DPK, uang yang diterima lembaga tertulis Rp 4 juta. Keempat saksi yang dihadirkan pada persidangan yang digelar diruang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya ini, tak satupun yang menanyakan itu. Keempatnya langsung tanda tangan saja.
Adanya uang yang diterima lembaga pendidikan agama yang berbeda dengan yang tertera di laporan pertanggung jawaban tersebut mengusik salah satu majelis hakim.
Hakim anggota yang ikut memeriksa dan menyidangkan perkara ini, sempat bertanya kepada keempat saksi perihal uang yang diterima hanya Rp 3 juta namun dalam laporan pertanggung jawabannya tertera Rp 4 juta.
Meski didesak majelis hakim, keempat saksi ini tidak bisa menjawab. Dalam pernyataannya, keempat saksi hanya menjawab mau tanda tangan karena ikut-ikutan pengurus lembaga pendidikan agama lain yang telah membubuhkan tanda tangannya.
Sementara, penasihat hukum terdakwa, yakni Johanes Dipa Widjaja, SH.,S.Psi., M.H., C.L.A melontarkan pertanyaan kepada saksi Saifuddin.
"Saksi, apakah pernah diperiksa dirumah salah satu pengurus? Dan saat proses pemeriksaan itu, apakah saksi juga diminta untuk mengisi formulir seperti ini ?," tanya Johanes Dipa sambil menunjukkan sepucuk surat yang berisi surat pernyataan sudah menerima dana bantuan covid.
Atas pertanyaan Johanes Dipa ini, saksi Saifuddin menjawab iya. Kemudian, saksi Saifuddin diminta untuk membacakan isi draf pernyataan yang isinya telah menerima dana bantuan covid 19.
Dari pembacaan surat pernyataan itu, akhirnya diketahui ada beberapa pernyataan yang sengaja dikosongkan supaya diisi penerima surat pernyataan.
Baca juga: Tiga Mantan Primkop UPN Diadili Dalam Perkara Dugaan Korupsi, Penasihat Hukum: Dakwaan Kurang Tepat
Berkaitan dengan surat pernyataan itu, saksi Saifuddin diminta untuk menerangkan secara jujur, siapa yang membuat laporan pertanggung jawaban tersebut?
'Dimana saksi menerima surat pernyataan ini?," tanya Johanes Dipa. Saksi Saifuddin awalnya menjawab bahwa surat pernyataan itu diterimanya saat diperiksa di kantor Kejari Bojonegoro. Lalu, saksi meralat jawabannya, bahwa surat pernyataan itu diserahkan seorang jaksa saat saksi Saifuddin diperiksa dirumah pengurus Kortan.
Adanya "penyeragaman" kesaksian berdasarkan adanya surat pernyataan yang dibuat oknum jaksa Kejari Bojonegoro ini juga terlihat dari kesaksian Misbah Mabrur.
Lebih lanjut Kepala Sekolah TPA Al Is'ad Unit 028 ini mengaku bahwa ia selama proses penyidikan telah diperiksa dua kali, pertama dikantor kecamatan dan yang kedua dikantor kejaksaan.
"Saksi, apakah pernah diperlihatkan surat pernyataan seperti ini? Dimana?," tanya Johanes Dipa.
Mendapat pertanyaan dari penasehat hukum terdakwa Sodikin ini, saksi Misbah akhirnya menjawab pernah. Dan yang membuat tim penasehat hukum terperanjat adalah, saat menerima draf surat pernyataan tersebut, saksi Misbah diminta untuk menulis ulang dengan tulisan tangan. Yang memerintahkan adalah salah satu jaksa yang bertugas di Kejari Bojonegoro.
Sama halnya dengan saksi Saifuddin, saksi Misbah Mabrur juga mengaku tidak pernah membuat proposal pengajuan dana bantuan covid-19, membuat laporan pertanggung jawaban, namun membubuhkan tanda tangan dilaporan pertanggung jawaban yang dibuat Sirin, ketua Kortan dilingkungannya dan yang mengundangnya untuk datang sosialisasi.
Hal mengagetkan lain yang terungkap di persidangan ini adalah adanya lembaga pendidikan agama Islam yang menerima dana bantuan covid sampai dua kali.
Anehnya, saksi penerima dana bantuan hingga dua kali ini juga tidak menyangka akan menerima bantuan untuk kedua kalinya. Adanya penerimaan dana bantuan hingga dua kali tersebut diungkapkan saksi Nurcholis.
Dihadapan majelis hakim, saksi Nurcholis mengakui bahwa lembaga TPQ yang ia kelola, memang menerima bantuan hingga dua kali.
Baca juga: Cegah Korupsi, Ganjar Desak Bansos Dibagikan lewat Transfer Bank
"Bantuan pertama saya terima pada pemberian bantuan tahap I. Untuk tanggalnya saya lupa. Kemudian, untuk penerimaan kedua saya terima pada tahap III, tanggalnya juga lupa," ungkap Nurcholis.
Untuk besarnya bantuan, lanjut Nurcholis, masing-masing sebesar Rp. 1 juta. Namun, bantuan kedua itu sudah dikembalikan ke pusat, melalui kantor pos.
Saksi Nurcholis dalam persidangan ini juga mengaku, bahwa ia sempat dipanggil Kasi PD Pontren. Dan saat dana bantuan kedua itu diterimanya, Nurcholis mengaku mendapat kabar dari Kortan.
Ditemui usai persidangan, Johanes Dipa Widjaja menilai bahwa kesaksian para saksi yang sudah dihadirkan, termasuk saksi yang dihadirkan penuntut umum pada persidangan kali ini, terlihat sekali telah diarahkan.
"Jawaban saksi yang satu dengan saksi yang lain, terlihat sekali copy paste. Dan yang perlu diingat adalah, dari seluruh saksi yang telah dihadirkan, tidak ada satupun yang mengakui telah memberikan uang sebesar Rp. 1 juta kepada terdakwa Sodikin," papar Johanes Dipa.
Begitu pula dengan yang melakukan sosialisasi, sambung Johanes Dipa, serta permintaan untuk menyerahkan uang Rp. 1 juta sebagai bantuan operasional Kortan dalam hal pembuatan proposal, laporan pertanggung jawaban dan lain sebagaimnya.
Ditambahkan Pinto Utomo, selaku Ketua Tim penasehat hukum terdakwa Sodikin, dari seluruh saksi, juga mengakui, bahwa tidak ada potongan dari penerimaan bantuan penanganan covid 19 untuk lembaga pendidikan agama Islam di Kabupaten Bojonegoro.
"Uang sebesar Rp. 1 juta itu, diserahkan masing-masing lembaga ke para pengurus atau ketua Kortan maupun DPK, tidak ada yang diterima atau disetorkan ke terdakwa Sodikin," ungkap Pinto.
Dengan banyaknya fakta yang terungkap dipersidangan ini, lanjut Pinto, penasehat hukum terdakwa berharap, akan ada keadilan bagi terdakwa Sodikin.ys
Editor : Redaksi