Sidang Notaris Edhi, Pieter Talaway: Keterangan Saksi Menunjukan Kebohongan Pelapor

SURABAYA (Realita)- Sidang lanjutan dugaan pemalsuan surat dengan terdakwa Notaris Edhi Susanto dan dan Feni Talim (istri Edhi Susanto) digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (7/7/2022). Dalam sidang ini menghadirkan saksi mantan pegawai Notaris Edhi Susanto dan pegawai PNS BPN Surabaya 2.

Dihadapan majelis hakim, saksi Ninik Hartini (56) yang merupakan mantan pegawai Notaris Edhi Susanto dibagian penerima tamu, menjelaskan serta menerangkan kepada pihak yang ingin bertemu Notaris, dan mempertemukan tamu itu dengan Notaris.

Baca Juga: Notaris Edhi Susanto Divonis Bersalah, Ronald Talaway; Menyesalkan Putusan Hakim

Saat ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Haru Basuki, apakah saksi juga bertugas mengetik dokumen serta menyimpan arsip dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kenotariatan? 

Menjawab pertanyaan itu, saksi Ninik mengakui, untuk mengetik dokumen, saksi menjawab iya. Dan saksi kembali menjelaskan, dokumen yang ia ketik banyak, termasuk adanya dokumen-dokumen yang harus direvisi.

"Kalau mengenai perjanjian-perjanjian tidak, karena ada bagiannya sendiri. Kalau surat kuasa, siapapun bisa mengetiknya selama ada lampiran dari notaris," terang Ninik.

Saksi Ninik kemudian menjelaskan, mengenai surat kuasa, ia pernah diperintah notaris untuk mengetiknya. 

Jaksa Rakhmad Hari Basuki kemudian bertanya ke saksi Ninik, apakah pernah ada klien kantor Notaris Edhi Susanto yang bernama Hardi Kartoyo, Itawati Sidharta dan Tiono Satria Dharmawan? 

Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, saksi Ninik menjelaskan, sekitar tahun 2017, Hardi Kartoyo datang ke kantor Notaris Edhi Susanto kemudian menyerahkan tiga sertifikat.

"Namun, waktu itu, Hardi tidak bersama istrinya dan istri Hardi yang bernama Itawati tidak pernah didatangkan," kata Ninik.

Dari tiga sertifikat yang diserahkan tersebut, lanjut Ninik, salah satunya terkena pemotongan jalan atau reeland Jalan Kenjeran Surabaya.

"Hardi sendiri sudah menerima ganti rugi atas pemotongan jalan itu. Ia datang ke kantor notaris untuk diproses sertifikat itu," jabarnya.

Karena di Bank JTrust, lanjut saksi Ninik, sertifikat yang belum dipotong dengan logo bola dunia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus mengganti sertifikat tersebut.

Pada persidangan ini, saksi Ninik menjelaskan bahwa Hardi telah menerima uang sebesar Rp. 500 juta, dan pembeli juga sudah mengganti uang-uang charge sebanyak Rp. 150 juta sehingga total uang yang sudah diterima Hardi Kartoyo sebanyak Rp 650 juta.

Hakim Suparno yang ditunjuk sebagai Ketua Majelis kemudian bertanya ke Ninik, dari tiga sertifikat yang diserahkan ke Notaris Edhi Susanto, apakah ada pengurangan luas tanah? 

Saksi Ninik kemudian menjawab, yang satu tidak, sedangkan yang dua ada pengurangan luas. 

Kepada Hardi Kartoyo, apakah Notaris Edhi ada meminta syarat-syarat untuk dilakukan checking? Saksi Ninik menjawab harus ada lampiran dari BPN.

Sejak Hardi Kartoyo menerima uang sebesar Rp 500 juta, saksi Ninik menjelaskan, bahwa Notaris Edhi sudah menyiapkan perjanjian. 

Dan dalam membuat perjanjian yang telah disiapkan Notaris Edhi itu, saksi Ninik kembali menjelaskan, Itawati Sidharta yang merupakan istri Hardi Kartoyo, harus dihadirkan.

"Sampai terjadi masalah seperti ini, Itawati tidak pernah didatangkan ke kantor Notaris Edhi Susanto," kata Ninik. 

Pada persidangan ini, dihadapan majelis hakim, penuntut umum kemudian memperlihatkan adanya surat kuasa tertanggal 9 Februari 2018.

Terhadap surat kuasa itu, saksi Ninik mengatakan, baru melihat surat kuasa tersebut ketika diperiksa penyidik di Polda Jatim. Selama bekerja di kantor Notaris Edhi Susanto, saksi Ninik mengatakan tidak pernah melihatnya.

Kemudian, saksi juga tidak mengetahui apakah surat kuasa yang ditunjukkan kepadanya itu apakah produk dari kantor Notaris Edhi Susanto. Namun, saksi membenarkan jika tanda tangan yang dibubuhkan di surat kuasa itu adalah tanda tangan Notaris Edhi Susanto.

Pada persidangan ini, saksi Ninik juga ditanya, apakah perjanjian jual beli antara Tiono Satrio Dharmawan dengan Hardi Kartoyo dapat terlaksana? Saksi Ninik pun menjawab tidak.

Mengapa proses jual beli itu tidak terlaksana? Saksi Ninik kembali menjelaskan, ketika perjanjian jual beli selesai dibuat, Hardi Kartoyo tidak pernah datang, walaupun telah dilakukan pemanggilan.

"Sertifikat sudah selesai dan pihak bank juga telah menunggu. Hardi Kartoyo telah dipanggil notaris, baik melalui surat, telpon, namun tidak pernah datang," terangnya.

Pada persidangan ini, saksi Ninik kemudian diminta untuk menjelaskan tentang siapa Feni Talim.

Saksi Ninik menjelaskan, bahwa Feni Talim adalah istri Edhi Susanto yang juga berprofesi sebagai notaris di Pasuruan.

Ninik kemudian menjelaskan, sebagai karyawan di kantor Notaris Edhi Susanto, Feni Talim mempunyai tugas apa saja, saksi Ninik tidak tahu. 

Ditambahkan Ninik, berkaitan dengan sertifikat, ia mengatakan bahwa sertifikat itu masih berada di Notaris Edhi dan belum diserahkan ke Hardi Kartoyo. Ini sebelum ada laporan di polisi. Kalau sekarang, saksi Ninik mengaku tidak apakah sudah diserahkan ke Hardi Kartoyo atau masih dipegang Edhi Susanto.

Baca Juga: Pledoi Notaris Edhi Susanto dan Istrinya Minta Dibebaskan dari Pidana

Saksi Ninik dalam kesaksiannya dimuka persidangan juga menjelaskan, sekitar November 2017, saksi Ninik melihat ada penjual, pembeli dan perwakilan pihak bank hadir diruangan Notaris Edhi Susanto. Saksi Ninik juga berada di dalam ruangan itu.

Kembali ke masalah adanya surat kuasa yang telah ditunjukkan kepadanya, Pieter Talaway salah satu pembela terdakwa Notaris Edhi Susanto kemudian bertanya, apakah surat kuasa itu akta notariil atau akta dibawah tangan? Saksi pun menjawab bahwa itu adalah kuasa dibawah tangan, yang bisa dibuat banyak orang.

Sementara, saksi Conny Hardi Prianto selaku pegawai PNS BPN Surabaya 2, bekerja mulai 1986 sampai 2021.  sekarang sudah pensiun. Tahun 2018 masih bekerja di BPN Surabaya II sebagai koordinator buku tanah.

Adapun tugas koordinator buku tanah adalah melakukan pengecekan sertifikat. Dalam hal ini, sertifikat itu akan dicocokkan dengan buku tanah yang ada pada kantor BPN. Masalah checking, juga menjadi kewenangan koordinator buku tanah BPN. 

Lalu, saksi juga ditanya, apakah pernah mengetahui adanya pengecekan terhadap tiga sertifikat atas nama Itawati Sidharta ditahun 2017? Saksi mengakui bahwa saat itu ada permintaan checking dan permohonan pergantian sertifikat dari Itawati Sidharta.

Dari ketiga sertifikat yang diajukan itu, hanya satu sertifikat saja yang dimohonkan untuk dilakukan pergantian dari logo bola dunia menjadi burung Garuda. Dan sertifikat yang dimohonkan untuk dilakukan perubahan itu adalah SHM No. 78/K Luas 720 M².

Dalam persidangan, saksi Conny juga dimintai keterangan tentang syarat-syarat apa saja untuk dilakukan pengukuran ulang.

Lebih lanjut saksi Conny menjelaskan, selain harus melampirkan sertifikatnya, juga harus dilampirkan KTP atau kartu identitas pemohon, permohonan dari pemohon, kemudian mengisi formulir pengukuran, surat kuasa apabila pemohon tidak bisa mengurusnya secara langsung, 

Terkait surat kuasa, saksi Conny kemudian menjelaskan, bahwa yang terjadi selama ini adalah surat kuasa bisa dititipkan atau dibawa biro jasa atau kantor notaris sebagai pihak ketiga.

"Untuk kehati-hatian, kalau saya sendiri, surat kuasa itu harus dibuat didepan pejabat dikantor BPN," terang saksi Conny. 

Terhadap tiga sertifikat atas nama Itawati Sidharta, saksi tidak mengetahui siapa yang membawanya ke kantor BPN Surabaya II.

Namun yang saksi Conny ketahui, bahwa ketiga sertifikat yang dimohonkan di kantor BPN Surabaya II itu semua atas nama Itawati Sidharta.

Berkaitan dengan adanya perubahan luas tanah setelah dilakukan pengukuran, saksi kemudian ditanya siapa yang menentukan perubahan luasan tanah itu? Apakah berdasarkan pengukuran, atau kemauan dari salah satu pihak? Saksi menjawab sesuai hasil ukur.

Terpisah, Pieter Talaway penasihat hukum terdakwa Edhi Susanto mengatakan apa yang diungkapkan kedua saksi dipersidangan benar, tidak ada yang salah. Dan dari keterangan kedua saksi yang dihadirkan penuntut umum dalam persidangan itu menunjukkan adanya kebohongan pelapor.

Baca Juga: Notaris Edhi Susanto Dituntut 2 Tahun, Ronald:Jaksa Belum Membuktikan Secara Konkret

"Dalam pertemuan dikantor notaris juga dihadiri pihak bank. Jika pihak bank saja hadir, maka sudah jelas jika jual beli yang hendak dilakukan adalah kredit," ujar Pieter saat dikonfirmasi setelah persidangan.

Kalau sudah jelas bahwa proses jual beli itu dilakukan tidak secara kredit, lanjut Pieter, tetapi jual beli biasa, kenapa harus dihadiri pihak bank?

"Pelapor sendiri mengatakan bahwa proses jual beli yang ia lakukan tidak melalui kredit bank. Lalu, kenapa ada pihak bank disana?," ujar Pieter penuh tanya 

Bank sendiri, lanjut Pieter, dalam pertemuan dikantor notaris Edhi Susanto, sudah mengisyaratkan bahwa sertifikat haruslah dilakukan perubahan terlebih dahulu, harus dilakukan pengukuran ulang.

"Pelapor sendiri mengaku tidak mengetahui hal itu. Ini kan tidak masuk akal. Kalau pelapor tidak tahu, mengapa terjadi jual beli?," tanya Pieter lagi.

Kita, sambung Pieter, dalam mengucapkan sesuatu, harus masuk akal. Gunakan akal sehat, jangan hanya berdasarkan suara orang.

Terkait surat kuasa yang ditunjukkan penuntut umum kepada saksi dimuka persidangan, Pieter menjelaskan bahwa itu bukan produk notaris, bukanlah akta kuasa otentik.

"Kalau akta kuasa otentik adalah produk notaris. Kalau akta dibawah tangan semua orang bisa membuatnya," papar Pieter.

Masih menurut Pieter, nanti pada saat pemeriksaan terdakwa, akan dijelaskan tentang surat kuasa tersebut. 

Surat kuasa itu memang disiapkan untuk ditanda tangani terlebih dahulu, nanti setelah itu notaris yang akan mensahkan. 

Dan kalau sudah disahkan notaris, maka akta itulah yang dinamakan akta otentik, karena ada disahkan notaris. 

Pieter juga menambahkan, akta dibawah tangan sudah bisa dibawa ke BPN untuk dipakai sebagai syarat permohonan dilakukan pengukuran ulang atas obyek tanah tersebut.

Sementara, Ronald Talaway yang juga tim penasihat hukum terdakwa, mengatakan bahwaa saksi Ninik telah menjelaskan, pelapor telah mengetahui adanya pembiayaan pembelian objek sengketa yang melalui kredit dari Bank J-Trust karena pelapor sendiri ikut dalam pertemuan dengan Bank J-Trust bersama pembeli dan terdakwa hal ini selaras dengan keterangan saksi Happy mantan pegawai J-trust minggu lalu, sehingga persyaratan perubahan pergantian cover pun sudah diketahui sejak awal dan pelapor pun sudah menerima uang muka sebesar 500 juta ditambah ada beban tunggakan pajak sekitar 150 jt yang telah dibayarkan pembeli.

"Jadi yang untung justru seharusnya pelapor dalam hal ini,"kata Ronald.ys

Editor : Redaksi

Berita Terbaru

Mayat Membusuk di Tepi Kali Gegerkan Warga

BEKASI- Penemuan mayat tanpa identitas di Kali Perumahan Bumi Anggrek, Kelurahan Karang Satria, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, pada Selasa (14/5) sore, …

Misro Dibacok Saudara Iparnya hingga Tewas

CIPAKU- Korban bernama Misro (33), warga RT 3 RW 10 Dusun Pengebonan, Desa Cipaku. Korban dibacok menggunakan senjata tajam oleh adik iparnya berinisial NA …