Kesalahan 3 Jenderal yang Dicopot, Paksa Tanda Tangan sampai Larang Buka Peti Jenazah

JAKARTA- Buntut kasus tewasnya Brigadir J , tiga orang jenderal di Divpropam Polri dimutasi menjadi perwira tinggi di Yanma Mabes Polri.

Mereka adalah Irjen Fedy Sambo yang sebelumnya menjabat sebagai Kadiv Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan sebelumnya menjabat sebagai Karo Paminal Dipropam dan Brigjen Benny Ali sebelumnya sebagai Karo Provos Divpropam.

Baca Juga: Bharada E Yakin Sambo yang Tembak Yosua Terakhir

Kuasa Hukum Brigadir J , Kamaruddin Simanjuntak mengugkap peran dua jenderal dari tiga yang dimutasi.

Dalam kasus tewasnya Brigadir J , dua di antaranya berperan untuk meminta adik Brigadir J menandatangani surat.

Kamaruddin mengungkap, Benny Ali disebut memanggil adik Brigadir J , Bripda LL untuk datang ke RS Polri Kramat Jati saat Proses autopsi pertama.

Sesampainya di sana, Bripda LL diminta untuk menandatangani sebuah kertas yang tak jelas isinya.

Bripda LL baru mengetahu isi dari kertas tersebut terkait pemeriksaan tewasnya Brigadir J .

"Dia (Bripda LL) hanya adik nya, dipanggil Karo Provos, disuruh pergi ke Rumah Sakit Polri, disuruh menandatangani satu kertas tanpa melihat abangnya yang sudah meninggal."

Saat itu Bripda LL mau tak mau menandatangani surat tersebut lantaran yang menyuruh adalah jenderal bintang satu.

Kamaruddin menjelaskan, tidak ada paksaan namun lebih kepada perintah.

Baca Juga: Bharada E Sempat Berdoa sebelum Membunuh Brigadir J

"Tidak dibilang pemaksaan, tetapi lebih kepada perintah, yaitu perintah atasan kepada bawahan atau perintah jenderal kepada brigadir," ucapnya.

Kemudian Brigjen Hendra Kurniawan berperan dalam pengiriman jenazah Brigadir J ke Jambi.

Hendra saat itu berperan untuk melarang keluarga membuka peti jenazah.

Hal itu diungkap oleh Kuasa Hukum Brigadir J lainnya, Johnson Pandjaitan.

Johnson menuturkan tindakan Hendra dinilai telah melanggar prinsip keadilan bagi pihak keluarga.

Baca Juga: Sambo Beri Ricky dan Eliezer Uang, tapi Diminta lagi

Selain itu juga dinilai melanggar hukum adat.

"Jadi selain melanggar asas keadilan juga melanggar prinsip-prinsip hukum adat yang sangat diyakni oleh keluarga korban. Menurut saya itu harus dilakukan," jelasnya.

Kamaruddin menambahkan, Hendra dinilai tidak berperilaku sopan terhadap keluarga Brigadir J .

Terkesan mengintimidasi dan memojokkan karena melarang memfoto, merekam bahkan tak diperbolehkan memegang ponsel.

"Terkesan intimidasi keluarga alamarhum dan memojokan keluarga sampai memerintah untuk tidak boleh memfoto, tidak boleh merekam, tidak boleh pegang HP, masuk ke rumah tanpa izin langsung menutup pintu dan itu tidak mencerminkan perilaku Polri sebagai pelindung, pengayom masyarakat," ungkapnya.ik

Editor : Redaksi

Berita Terbaru