JAKARTA- Keputusan Presiden Jokowi menaikkan BBM subsidi sama dengan ‘menggebuk’ rakyat yang ekonominya sedang susah. Masih banyak cara lain, efisiensi besar-besaran di pemerintahan, Pertamina, PLN, hingga pengurangan bunga dan cicilan utang.
Disampaikan begawan ekonomi Rizal Ramli, alasan menyelamatkan APBN dengan menaikkan harga BBM subsidi yakni Pertalite dan Solar, serta BBM non subsidi yakni Pertamax, adalah cara yang tidak kreatif.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Siapkan Berbagai Langkah Atasi Kenaikan Harga Bahan Pokok
Dia menyayangkan karakter pejabat negara di lingkar istana yang selalu mencari cara mudah. Kalau tidak menambah utang ya menaikkan harga. Ujung-ujungnya, rakyat yang kesusahan.
“Pejabat yang ilmunya cuman segitu, ndak usah S3. Negara lain (Malaysia) menurunkan harga BBM, Indonesia malah menaikkan,” tegas mantan penasehat ekonomi PBB ini, dikutip Rabu (7/9/2022).
Padahal, kata mantan Menko Kemaritiman di periode pertama Jokowi ini, tersedia banyak jalan agar APBN 2022 selamat dari ronrongan subsidi energi, khususnya BBM. Alhasil, kekhawatiran bahwa anggaran subsidi energi bakal jebol hingga Rp700 triliun, bisa dicegah. Atau anggaran subsidi yang sudah bengkak 3 kali lipat menjadi Rp502,4 triliun, tidak perlu terjadi.
Caranya bagaimana? Mantan Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini, menyebut kebijakan pengetatan ikat pinggang alias efisiensi besar-besaran.
“Pemerintah harus bisa hentikan pengeluaran yang tidak perlu. Seperti proyek ibu kota baru yang abal-abal itu, kurangi pengeluaraan lembaga negara seperti Mahkamah Konsitusi (MK) yang anggarannya malah dinaikan 4 kali, tapi kinerja payah. Badan-badan baru dan staffing potong,” jelas eks penasehat ekonomi PBB ini.
Baca Juga: Rizal Ramli Wafat, Jerry Massie: Indonesia Kehilangan Tokoh Peduli Rakyat Kecil
Masih kata Rizal, Presiden Jokowi harus berani menginstruksikan komisaris dan direksi Pertamina serta PLN memotong ineffesiensi yang diduga mencapai 20 persen. “Itu bukan hal yang sulit, asal mereka bersih dan profesional, bukan titipin politik dan utang budi Jokowi seperti Ahok. Kalau itu dilakukan, tidak perlu BBM naik,” lanjutnya.
Selain itu, Bang RR, sapaan akrabnya, menyarankan pemerintah agar fokus mengurangi cicilan bunga serta beban pokok utang, yang tahun ini mencapai Rp805 triliun, atau 1/3 dari APBN. Perjuangkan debt-swap dan debt to nature swap maka cicilan sehingga bisa berhemat 1/4, atau setara Rp200 triliun.
“Kalau itu bisa dilakukan, dananya cukup (Rp200 triliun), sehingga BBM tidak perlu naik,” terangnya.
Baca Juga: Kabar Duka! Rizal Ramli Meninggal Dunia
Suka atau tidak, lanjutnya, perekonomian rakyat semakin sulit lantaran semakin mahalnya harga barang sebagai dampak kenaikan harga BBM.
“Inflasi 5 persen, namun untuk inflasi makanan sudah 11,5 persen. Kehidupan rakyat betul-betul sedang susah. Kok tega-teganya (Jokowi) naikkan harga BBM. Akibatnya, ekonomi rakyat yang mulai membaik, eh digebuk malah rontok,” terang Bang RR.
“Esensinya sederhana, pemerintahan Jokowi tidak kreatif dan tidak berpihak pada rakyat. Bisanya hanya ‘nambah utang mahal’ dan ‘naikkan harga’ yang bikin susah rakyat. Padahal ada cara lain, tidak perlu naikkan BBM. Ndak kreatif. Jokowi wis, cukup sudah,” pungkasnya.in
Editor : Redaksi