Cegah Stunting Sejak Dini, YAICI Gandeng UNAIR Kampanyekan Literasi Gizi Masyarakat

JAKARTA (Realita) Dalam rangka mengejar target penurunan stunting hingga 14% pada 2024 yang ditetapkan Presiden Joko Widodo, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) memperluas jangkauan edukasi hingga usia muda bahkan remaja. Salah satunya adalah dengan menggandeng kampus dan mahasiswa untuk mengkampanyekan literasi gizi dan edukasi konsumsi kental manis di kalangan masyarakat. 

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan,  menyadarkan masyarakat terutama generasi muda akan literasi gizi merupakan langkah yang efektif untuk mencegah terjadinya gizi buruk dan stunting di masa mendatang. “Salah satu cara memutus mata rantai gizi buruk adalah dengan mencegah kejadian gizi buruk tersebut. Oleh karena itu yang perlu diedukasi hari ini adalah calon-calon orang tua yang akan melahirkan generasi berikutnya, yaitu remaja, anak muda dan mahasiswa.” jelas Arif Hidayat. 

Baca Juga: Wujudkan Zero Stunting 2024, TP-PKK Ponorogo Datangi Desa

Sebelumnya, edukasi gizi yang dilakukan YAICI menyasar ibu dan balita. Kali ini, kerjasama dengan kampus khususnya Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya sekaligus untuk meningkatkan peran serta mahasiswa dan generasi muda dalam hal pengabdian untuk masyarakat. “Ini adalah momentum bagi mahasiswa untuk meneguhkan komitmennya untuk memberikan yang terbaik di masyarakat. Sebagai kelompok yang suaranya sangat berpengaruh, peran serta mahasiswa dalam mengkampanyekan edukasi gizi diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat akan gizi,” jelas Arif.   

YAICI telah sejak lama melakukan edukasi gizi dan  memiliki perhatian terhadap persoalan stunting dan gizi buruk. Terlebih, dengan mencuatnya polemik susu kental manis yang membuat BPOM akhirnya mengatur penggunaan produk dengan kandungan gula yang tinggi ini ke dalam PerBPOM No 31 tahun 2018 tentang Label dan Pangan Olahan. Dalam kebijakan tersebut, terdapat dua pasal yang menjelaskan bahwa kental manis adalah produk yang tidak boleh dijadikan sebagai pengganti ASI dan dikonsumsi oleh anak diawah 12 bulan, serta aturan mengenai label, iklan dan promosinya. 

Dosen Tim Pusat Direktorat kemahasiswaan Universitas Airlangga, Prof. Dr. Bambang Purwanto, dr., M.Kes., menjelaskan bahwa alasan masyarakat memilih kental manis, karena rasanya yang enak. “Ketika kental manis sudah terlanjur dikonsumsi, sama saja melatih anak untuk mengonsumsi gula dalam jumlah tinggi, jika dikonsumsi secara terus menerus, makan munculah generasi gizi buruk untuk masa depan, “ jelas Bambang dalam diskusi media yang diselenggarakan pada Selasa (13/9). 

Baca Juga: Angka Stunting di Surabaya Terus Menurun: Tersisa 255 Anak dan 47 Kelurahan Sudah Nol Kasus

Lebih lanjut, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini memaparkan bahwa orang tua tidak perlu khawatir anak obesitas jika pemberian gizinya benar. “kalau tidak diawali dengan susu kental manis, bentuk proporsional tubuh akan terbentuk dengan sendiri. “ pungkasnya.

Pegiat Literasi, Maman Suherman, pada kesempatan tersebut juga menyampaikan, untuk mencapai Generasi Emas 2045, banyak hal yang perlu disiapkan. Pertama, terkait persoalan stunting yang masih jauh dari target yang ditetapkan oleh pemerintah. 

Baca Juga: Safinka Afra Wisudawan S1 Kedokteran Gigi Siap Wujudkan Senyum Indah Anak Indonesia

“Kalau literasi gizi jelek, bonus demografis akan menjadi ancaman bagi kita. Edukasi gizi yang diadakan oleh YAICI menjadi salah satu cara pendekatan kepada generasi milenial bahwa literasi gizi itu penting, karena masih banyak yang salah sangka bahwa kental manis itu susu, padahal bukan. Kental manis bukan susu,” tegas Maman. 

 

Editor : Redaksi

Berita Terbaru