JAKARTA (Realita) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil di Kementrian Perindustrian, Muhammad Khayam sebagai tersangka bersama 3 orang rekannya terkait kasus dugaan suap impor garam.
"Hari ini, tim penyidik Kejagung telah menetapkan 4 tersangka pejabat aktif di kementerian perindustrian, dalam kasus importasi garam ini," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (02/11).
Baca Juga: Kejagung Periksa Susi Pudjiastuti
Selain ditetapkan sebagai tersangka penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung juga 3 tersangka menjebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung, dan seorang lainnya di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jaksel.
Kejagung menetapkan tersangka setelah mempunyai bukti yang cukup untuk menetapkan keempat orang itu sebagai tersangka.
Adapun para tersangka disangkakan Pasal 2, Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 KUHP.
Berikut daftar empat tersangka:
1. Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, Insinyur MK
2. Direktur Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, FJ
3. Kepala Sub Direktorat Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, YA
Baca Juga: Terkait Korupsi Garam, 5 Mantan Dirjen Kemendag dan Kemenperin Diperiksa Kejagung
4. Ketua Asosiasi Industri Pengelola Garam, FTT.
Sebelumnya, Kejagung tengah menyidik kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota, pemberian persetujuan, pelaksanaan, dan pengawasan impor garam periode 2016-2022.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, kasus tersebut naik ke tahap penyidikan pada 27 Juni 2022.
"Tim penyidik melakukan gelar perkara dan berkesimpulan untuk meningkatkan perkara ke tahap penyidikan," ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin (27/06/2022).
Burhanuddin mengatakan, pada 2018, Kemendag menerbitkan kuota persetujuan impor garam.
Menurut dia, ada 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri atau setidaknya sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp 2.054.310.721.560.
Akan tetapi, menurut dia, proses itu dilakukan tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia. Hal ini kemudian mengakibatkan garam industri melimpah.
Untuk mengatasinya, para importir mengalihkan garam itu dengan cara melawan hukum, yakni garam industri itu diperuntukkan menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi, sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan merugikan perekonomian negara.hrd
Editor : Redaksi