Terlilit Utang Rp 40 Triliun, Garuda Indonesia di Ujung Tanduk

- Komisaris Independen PT Garuda Indonesia (Persero) Yenny Wahid buka-bukaan soal kondisi perusahaannya. Dia menegaskan bahwa seluruh jajaran manajemen Garuda sedang berjuang menyelesaikan masalah agar tidak berujung dipailitkan.

Yenny Wahid mengatakan banyak warisan masalah yang diterima manajemen Garuda saat ini. Dia blak-blakan menyebutkan ada masalah kasus korupsi sampai pengeluaran yang tidak efisien yang dihadapi manajemen saat ini

Baca Juga: Yenny Wahid Merapat ke Prabowo?

"Saat ini kami sedang berjuang keras agar Garuda tidak dipailitkan. Problem warisan Garuda besar sekali, mulai dari kasus korupsi sampai biaya yang tidak efisien," kata Yenny dalam potongan cuitannya di akun Twitter resmi @yennywahid, Senin (31/5/2021).

Dia mengatakan, Garuda harus diselamatkan sebagai satu-satunya maskapai penerbangan nasional milik pemerintah yang masih beroperasi.

"Namun, Garuda adalah national flag carrier kita. Harus diselamatkan. Mohon support dan doanya," lanjut Yenny dalam cuitannya.

Dalam beberapa cuitan lainnya, Yenny juga memaparkan Garuda terbelit utang triliunan rupiah. Bahkan, saat Yenny baru saja ditunjuk jadi komisaris di awal 2020 lalu, utang Garuda sudah mencapai Rp 20 triliun. Jumlah itu terus membengkak imbas dari pandemi COVID-19.

Pasalnya, setiap Garuda menerbangkan pesawat justru kerugian besar dirasakan. Hal itu terjadi karena penerapan social distancing, yang membuat Garuda tak mampu mengangkut penumpang secara penuh. Ujungnya, biaya operasional naik dua kali lipat.

Baca Juga: PKPU Berujung Damai, PT Lombok Energy Dynamics Kembali Beroperasi Normal

"Waktu saya masuk, utang Garuda sudah lebih dari Rp 20 triliun, lalu kena pandemi, setiap terbang pasti rugi besar. Demi penumpang, kami terapkan social distancing meskipun biaya kami jadi 2 kali lipat dengan revenue turun 90%. Sudah jatuh tertimpa tangga," cuit Yenny.

Dalam catatan detikcom, Garuda sendiri memang mengalami masalah bisnis yang cukup besar. Dilansir dari laporan Bloomberg, Garuda saat ini disebut memiliki utang sekitar Rp 70 triliun.

Utang itu akan meningkat sekitar Rp 1 triliun setiap bulannya karena Garuda terus menunda pembayaran. Saking banyaknya utang tersebut, Garuda disebut berada dalam posisi keuangan terburuk selama satu dekade dengan memiliki arus kas negatif dan ekuitas minus Rp 41 triliun.

Dengan kondisi itu, apabila Garuda gagal melakukan program restrukturisasi, bisa membuat maskapai dihentikan secara tiba-tiba.

Baca Juga: Erick Thohir Berikan Peluang Luas untuk Mahasiswa Palembang Berkarir di BUMN

Untuk memulihkan keuangan perusahaan, Garuda bahkan menawarkan opsi pensiun dini kepada para karyawannya. Adapun program pensiun dini akan ditawarkan sebulan, sejak 19 Mei yang lalu hingga 19 Juni 2021 mendatang.

Dalam rekaman rapat internal Garuda yang diterima detikcom, Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra memaparkan kini penghasilan perusahaan hanya mencapai US$ 56 juta. Jumlahnya jauh di bawah tahun jaya Garuda Indonesia yang bisa mencapai US$ 200 juta per bulan di tahun 2019.

Di sisi lain, Irfan memaparkan perusahaan harus tetap membayar sewa pesawat US$ 56 juta tiap bulan, biaya maintenance US$ 20 juta, biaya bahan bakar avtur US$ 20 juta, dan membayar penghasilan pegawai US$ 20 juta.

Editor : Redaksi

Berita Terbaru