JAKARTA (Realita) - Mangkirnya Ketua Komis Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dari panggilan Komisi Nasional (Komnas) HAM terkait dugaan pelanggaran HAM dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada saat peralihan status pegawai KPK menjadi Aparat Sipil Negara (ASN), membuat sejumlah guru besar bereaksi.
Baca Juga: Anies: Kami Ingin KPK Berwibawa Seperti Dulu dan Revisi Undang-Undang KPK
Pengajar STH Jentera, Bivitri Susanti usai beraudiensi dengan Komnas HAM, dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual, mengatakan salah satu guru besar dari Unpad, Susi Dwi Harijanti menilai Komnas HAM bisa saja melakukan panggilan paksa terhadap pimpinan KPK. Misalnya dengan meminta bantuan pengadilan negeri.
"Tadi itu Prof Susi dari Unpad bahkan memberikan dorongan kepada Komnas HAM, saya paham kata beliau bahwa memang Komnas HAM kalau ada pihak yang dimintai keterangan dan tidak bersedia hadir sebenarnya ada upaya paksa melalui pengadilan yang bisa dilakukan," ujar Bivitri.
Namun Bavitri beranggapan bahwa pemanggilan sepenuhnya ranah Komnas HAM, sedangkan sejumlah guru besar hanya mengingatkan.
"Karena yang dibicarakan kan dua hal, jadi bukan hanya pertanyaannya loh yang soal HAM, tapi juga perlakuan yang layak dan sesuai HAM pada setiap warga negara, mau warga negaranya pakai cap merah seperti kata salah satu komisioner KPK, tapi itu HAM kan melekat pada diri semua orang," imbuh pengamat hukum tata negara itu.
Baca Juga: KPK Temukan Uang Miliaran di Apartemen PLH Dirjen Minerba
Diketahui, hari ini sejumlah guru besar menggelar audiensi dengan anggota Komnas HAM. Adapun diantara guru besar yang hadir misalnya Prof Azyumardi Azra, Prof Supriadi Rustad, Prof Sigit Riyanto, Prof. Dr. Marwan Mas, SH. MH, Prof Atip Latipulhayat, Susi Dwi Harijanti, Prof Aminuddin Mane Kandari, Prof. Sukron Kamil, Prof Ruswiati Suryasaputra, Tri Marhaeni Pudji Astuti, Prof Teguh Supriyanto.
Sedangkan, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkap memang pemanggilan paksa terhadap pihak yang dipanggil diatur dalam Pasal 95 UU 39 tahun 1999 tentang HAM. Dalam aturan itu disebutkan Komnas HAM dapat meminta bantuan pengadilan untuk melakukan pemanggilan paksa.
"Memang prosedurnya harus melibatkan pengadilan negeri. Apakah kita akan menggunakan kewenangan itu atau kah tidak? Sampai sekarang kita masih menganggap bahwa teman-teman kolega kami KPK berniat baik untuk datang ke Komnas HAM," ujar Anam.
Baca Juga: Presiden: Pemerintah Berupaya Cegah Pelanggaran HAM di Masa Datang
Berikut bunyi Pasal 95 UU HAM:
Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau menolak memberikan keterangannya, Komnas HAM dapat meminta bantuan Ketua Pengadilan untuk pemenuhan panggilan secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.hrd
Editor : Redaksi