JAKARTA (Realita) - Aktivis Bali dan Founder Institut, Arya Gangga prihatin terhadap Teni Hargono Warga Kota Bali. Dia seorang janda dua orang anak yang membuat usaha makanan ringan, namun belakangan ternyata ada pihak lain yang menggunakan merek dagang Fettucheese.
"Kasus merek dagang ini dibawa ke Polda Bali, yang kemudian menetapkan kedua pengusaha sebagai tersangka. Salah satu di antaranya ternyata adalah istri pejabat publik yang berdinas sebagai Kepala PN Parigi Moutong di Sulawesi Tengah Yakobus Manu. Hakim di PN Denpasar tidak boleh di interveni dengan kehadiran suami tersangka di persidangan karena ini sudah menjadi isu nasional dan perhatian publik," ungkap Arya Gangga, Sabtu (17/06).
Baca Juga: Tiga Oknum Hakim Terjaring OTT, PN Surabaya Enggan Berikan Komentar
Dijelaskan Gangga, Kasus viralnya istri seorang ketua PN Parigi Moutong ke persidangan ini ke permukaan, setelah sang istri pejabat mengajukan raperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Kemudian, banyak pengamat dan Anggota Komisi III DPR RI bahkan dari Mahkamah Agung ikut bersuara.
"Saya percaya masih ada keadilan dalam putusan praperadilan ini karena majelis hakim sudah disumpah dan tak akan mencoreng istitusinya sendiri dengan mengeluarkan putusan yang blunder. Hakim yang menangani kasus ini harus melihat dengan kehadiran Kepala PN Parigu Moutong ini bisa melahirkan konflik kepentingan," ucap Aktivis Bali tersebut.
Padahal, kata Gangga, Presiden Joko Widodo juga minta institusi lain untuk mendukung Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Salah satunya kata Gangga ialah dengan mendukung perjuangan janda dua orang anak di Bali yang sedang memperjuangkan hak merk dagangnya.
“Selanjutnya juga pemerintah seharusnya mengakomodir umkm-umkm seperti ini dan memberikan sosialisasi secara konsisten terkait dengan merk, produk dan lain-laim agar kedepannya hal-hal seperti ini tidak terulang kembali," ujar Arya Gangga.
Sementara itu, Polda Bali juga telah menghadirkan ahli hukum pidana merek dari Departemen Hukum dan HAM RI untuk menangkis dalil pemohon praperadilan merek dagang makanan ringan milik janda beranak dua yang diduga digasak oleh istri seorang pejabat di pengadilan. Ahli Hukum dan HAM yang dihadirkan dari Polda Bali, Agustiawan Muhammad menjelaskan kepada hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar bahwa penetapan dua tersangka dugaan pemalsuan merek Ny. OH dan TAC sudah mememuhi syarat dan ketentuan berlaku.
Baca Juga: Victor Sukarno Bachtiar Divonis Onslagh, PT Hitakara Melapor ke Bawas
"Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan jasa. Bisa dikenakan pada setiap orang yang memperdagangkan produksi dengan kesamaan kemiripan merek yang sudah terdaftar sebelumnya salah satunya istri dari Kepala PN Parigi Moutong yang menjadi tersangka karena dia produksi belum mendapat sertifikat merek terdaftar. Jadi tidak ada perlindungan hukum sebelum terbitnya sertifkat merek,” jelas Agustiawan.
Sementara itu, Kasubdit Gankum Bitkum Polda Bali AKBP Imam Ismail memgatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya berdasarkan koridor normatif hukum. Kata Imam, apa yang telah dilakukannya di persidangannya adalah mengungkap dari fakta dalam penyidikan, dan di persidangan hakim yang menilai.
“Misalkan ada intervensi, umpanya. Itu terlihat dari kesimpulannya, pertimbangan hakim kalau sampai alat bukti yang kita tetapkan ternyata oleh hakim dinyatakan bukan alat bukti nanti kan kelihatan,” tutur Imam.
Baca Juga: Eman Sulaeman, Hakim Tunggal Sidang Praperadilan Pegi Setiawan cuma Berharta Rp 294 Juta
“Kami sebagai pihak termohon optimis dalam menjalankan prosedur sesuai dengan Kitan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menghadapi gugatan praperadilan ini karena sudah memiliki minimal dua alat bukti yang sah yaitu Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat dan Petunjuk," ujar AKBP, Imam Ismail.
Dikatakan Imam, Polda Bali Pastikan Telah Miliki 2 Alat Bukti Untuk Tetapkan Status Tersangka. Kata Imam, setelah sebelumnya para pihak telah melakukan mediasi perdamaian, namun ternyata buntu alias tidak mencapai kesepakatan.
"Kita pastikan bahwa sebelum menetapkan tersangka pihaknya telah mendapatkan dua alat bukti, termasuk keterangan ahli dan juga bukti lainnya. Kita ada alat bukti lain juga, memperkuat sangkaan dugaan pemalsuan merek bahwa kedua tersangka menggunakan merek yang sudah terdaftar milik orang lain,” jelas Imam. hrd
Editor : Redaksi