Oleh: Nabila Ananda Firdaus
SUDAH menjadi rahasia umum berbagai macam korupsi terjadi di lingkungan sekolah. Terutama setelah dilaksanakannya masa penerimaan siswa baru. Modus pembayaran rutin pada koperasi sekolah ini berpotensi menjadi ladang para guru dan petinggi sekolah meraih keuntungan untuk dirinya sendiri.
Baca Juga: Teten Bakal Efektifkan PLUT KUKM di Palu
Landasan pokok berdirinya koperasi didasarkan pada UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1. Kemudian peraturan koperasi diperinci dan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Dalam kepengurusannya koperasi sekolah berada di bawah bimbingan kepala sekolah serta guru-guru yang dibantu oleh para siswa yang tergabung menjadi anggota koperasi sekolah.
Untuk menunjang kegiatan koperasi sekolah perlu untuk para anggotanya membayar uang simpanan pokok. Uang ini dibayarkan oleh siswa jika ingin mendaftar menjadi anggota koperasi sekolah.
Namun, dalam pelaksanaannya pembayaran uang simpanan pokok ini tidak hanya berlaku pada siswa yang ingin bergabung menjadi anggota koperasi, melainkan hampir seluruh siswa diwajibkan membayar iuran ini.
Jumlah nominal yang dibayarkan memang tidak besar, berkisar di harga 10 ribu hingga yang paling mahal 30 ribu rupiah. Namun, jika dikalikan dengan rombongan belajar yang diterima dalam sekolah tersebut, nominal yang didapatkan bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Asumsi pemasukan dana koperasi hingga puluhan juta dari simpanan siswa dapat diperoleh dari hasil perkalian dana yang dibayarkan dengan rombongan belajar setiap angkatan (kelas 7, kelas 8, dan kelas 9). Simpanan pokok ini juga wajib dibayarkan siswa per bulannya.
Baca Juga: Koperasi Multi Pihak Tonggak Baru Model Koperasi di Indonesia
Dengan fakta bahwa para guru yang tidak mendapatkan gaji selayaknya dari pemerintah, maka koperasi sekolah menjadi salah satu ladang untuk mendapatkan penghasilan lebih bagi mereka.
Pasalnya uang simpanan siswa yang dibayarkan pada koperasi sekolah seolah dianggap sebagai kewajiban. Padahal jika menurut peraturan resminya, hanya anggota saja yang wajib membayar uang simpanan tersebut.
Pembayaran uang simpanan ini sudah banyak menuai kecaman dari para orang tua murid. Hal ini didasarkan pada tidak adanya kejelasan atau transparansi biaya yang masuk dan keluar menggunakan uang tersebut. Setidaknya koperasi sekolah mengeluarkan laporan pertanggungjawaban agar para orang tua tidak merasa kebingungan dengan biaya simpanan pokok koperasi.
Baca Juga: Korporasi Petani dan Nelayan melalui Koperasi Modern
Puluhan guru yang di salah satu Sekolah Dasar di Rungkut, Surabaya menggeruduk rumah mantan kepala sekolah yang melakukan penggelapan dana.
Seperti yang terjadi di Surabaya tidak lama ini mengenai penggelapan dana yang dilakukan oleh seorang mantan kepala sekolah salah satu Sekolah Dasar (SD) yang ada di Rungkut. Ia menggelapkan dana sebesar Rp 2,3 M dimana uang tersebut merupakan hasil uang yang disimpan lebih kurang 200 guru.
Dalam kasus tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa transparansi dana koperasi sangat diperlukan. Hal ini untuk mencegah adanya tangan-tangan nakal yang berusaha mengambil uang tersebut demi memenuhi kebutuhannya sendiri.
Editor : Redaksi