MADIUN (Realita) - Perselisihan antara Ihsan Abdurrahman Siddig dengan PDIP mulai menghangat. Itu seiring kader partai berlambang banteng moncong putih melayangkan gugatan atas pemecatan sekaligus Penggantian Antar Waktu (PAW) dari kursi keanggotan DPRD.
‘’Saya akan melakukan gugatan terhadap DPC, DPD, dan DPP PDIP ke Pengadilan Negeri Kota Madiun,’’ kata Ihsan saat dihubungi Realita.co, Rabu (25/10/2023).
Ihsan mengaku keberatan atas putusan pemecatannya sebagai kader PDIP. Apalagi, harus terdepak sebagai anggota DPRD Kota Madiun melalui proses PAW yang dianggapnya hanya sepihak. Sebab, alasan pemecatannya tidak berdasar. Sehingga, perlu upaya hukum guna memperjuangkan hak konstituennya.
‘’Lebih jelas bisa konfrimasi ke pengacara saya,’’ ujar Ihsan.
Terpisah, Managing Partners SKR Law Firm, Sukriyanto membenarkan bahwa pihaknya ditunjuk sebagai kuasa hukum. Pun, timnya telah mendaftarkan gugatan hukum terkait perbuatan melawan hukum yang dilakukan PDIP. Menurut dia, ada beberapa hal dalam surat keputusan (SK) yang perlu diluruskan dalam dasar pemecatan Ihsan.
‘’Apa pun Ihsan ini adalah representasi konstituen dari dapil (daerah pemilihan) Kota Madiun 1. Fakta yang tidak boleh dipungkiri, Ihsan memiliki perolehan suara terbanyak di internal PDIP dalam Pemilu 2019,’’ ungkapnya.
Ada sejumlah sangkaan yang dilayangkan PDIP untuk pemecatan Ihsan. Yakni, Ihsan dianggap indisipliner dalam kegiatan sebagai anggota dewan. Nah, sangkaan itu, lanjut Sukriyanto, dianggap tidak berdasar lantaran hingga kini belum ada sanksi yang diberikan oleh badan kehormatan (BK) DPRD Kota Madiun.
‘’Ada tidak (pelanggaran, red)? Kalau tidak, hanya omong kosong,’’ tegasnya.
Selain itu, kliennya juga disangka terlibat balap liar beberapa tahun lalu. Namun, tidak ada suatu putusan yang melabeli Ihsan terbukti melakukan balap liar. Artinya, sangkaan ini sekadar informasi simpangsiur. Fatalnya, tuduhan ini bersifat fitnah.
‘’Apakah yang bersangkutan terbukti benar melakukan? Ini hanya katanya dan ujung-ujungnya fitnah,’’ ucapnya.
Tak hanya itu, Ihsan juga dianggap tidak berkontribusi bagi partai. Menurutnya, perlu pembuktian kembali untuk kasus ini. Sebab, menjadi bahaya seandainya kliennya telah berkontribusi namun dianggap tidak berkontribusi. Dan hal ini dapat berpotensi masuk ke unsur pidana.
‘’Semua sangkaan akan masuk ranah pembuktian. Celaka jika yang dituduhkan Ihsan tidak sesuai fakta. Kalau Ihsan ternyata sudah berkontribusi, berarti ada dugaan penipuan atau penggelapan,’’ sebut Sukriyanto.
Dalam analisanya, Sukriyanto menilai SK pemecatan dan PAW tidak sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDIP. Setelah disandingkan, ada banyak dasar yang dilanggar atau tidak dilalui. Meski begitu, pihaknya tak serta merta menyalahkan DPP PDIP. Pasalnya, semua informasi yang naik ditingkat DPP berasal dari tingkat bawah.
‘’SK ini tidak melalui proses yang benar. Karena semua informasi dari bawah (DPC, Red), bisa jadi sepihak,’’ jelasnya.
‘’Setahu saya, DPP PDIP pasti sangat hati-hati dalam mengambil suatu keputusan. Tapi, kali ini (keputusan Ihsan, red) terkesan buru-buru. Ini tidak boleh terjadi,’’ tambahnya.
Dia menambahkan, keputusan Ihsan menempuh langkah hukum sudah tepat. Yakni, untuk memperjuangkan hak dan keadilan. Di sisi lain, pihaknya berharap PDIP menghormati langkah hukum. Termasuk KPU dan elemen terkait lainnya untuk berhati-hati, menghargai dan menghormati proses hukum yang tengah berjalan.
‘’Hanya karena gara-gara sangkaan yang belum terbukti, terjadi sanksi berat berupa pemecatan. Karena Indonesia sebagai negara hukum, semua harus dilalui dengan langkah hukum,’’ pungkasnya. adi
Editor : Redaksi