SINGAPURA - Resesi seks mulai mengubah gaya berbisnis di Singapura. Hal ini disebabkan tingginya angka populasi yang menua dan kurangnya angka kelahiran.
Dikutip dari CNBC International, penduduk berusia 65 tahun ke atas mencakup hampir seperlima populasi Negeri Singa. Angka ini merupakan kenaikan 11,7% dibanding satu dekade lalu.
Baca Juga: Terkenal dengan Film Romantisnya, Korsel malah Alami Resesi Seks Terparah di Dunia
Seiring dengan bertambahnya usia rata-rata populasi, semakin besar pula peluang bagi bisnis Singapura yang menyediakan produk dan layanan untuk warga lanjut usia. Mulai dari startup layanan kesehatan yang menggunakan kecerdasan buatan untuk merawat pasien lanjut usia hingga platform yang mengatur produk gaya hidup mereka sedang berkembang pesat.
Menurut Silver Economy Index 2020 dari Aging Asia, Singapura menunjukkan potensi pasar terbesar untuk populasi lanjut usia di antara 15 negara Asia-Pasifik. "Nilai ekonomi perak negara kota ini diperkirakan akan mencapai $72,4 miliar pada tahun 2025," data lembaga itu, dikutip Selasa (31/10/2023).
Kepala Studi Penuaan Terapan Singapore University of Social Sciences (SUSS), Kelvin Tan, mengatakan pergeseran dalam sikap populasi lansia terhadap belanja akan mempengaruhi meningkatnya permintaan dalam "ekonomi silver" itu.
"Dibandingkan generasi pionir sebelumnya, generasi baby boomer (usia antara 60 hingga 75 tahun) Singapura memiliki pendidikan yang lebih baik, memiliki lebih banyak tabungan, dan lebih sadar ke mana harus mencari sumber gaya hidup," paparnya.
Sementara itu, Citibank Singapura melaporkan konsumen berusia 65 tahun ke atas mencatat tingkat pertumbuhan belanja tercepat di antara kelompok usia lainnya di negara maju seperti Singapura. Lembaga perbankan itu memperkirakan bahwa konsumen kemungkinan akan mengeluarkan lebih banyak uang untuk merawat dan mendukung kesehatan lansia.
Baca Juga: Resesi Seks di Jepang Sudah Parah, Pemerintah Mulai Panik
"Generasi baby boomer menjadikan kesehatan sebagai prioritas nomor satu karena mereka cenderung terus bekerja di kemudian hari dan tetap terlibat dengan komunitas di usia tua," tambah Tan.
Perusahaan juga menggunakan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) dan perangkat ponsel pintar untuk memberikan solusi layanan kesehatan bagi lansia. Startup lokal seperti SmartPeep dan SoundEye menggunakan teknologi untuk mendeteksi ketika seorang lansia terjatuh, sehingga memicu peringatan bantuan ketika pasien dalam bahaya.
Merek lokal lainnya, Tetsuyu, mengembangkan aplikasi bertenaga AI yang dapat digunakan oleh penyedia layanan untuk memantau luka pasien lanjut usia dan tanda-tanda vital dari perangkat internet apa pun.
Baca Juga: Jokowi Pastikan Tak Ada Resesi Seks, BKKBN: Orang Indonesia Masih Punya Nafsu
"Kami melihat banyak peluang untuk mengembangkan layanan kami, terutama dalam membantu para lansia untuk hidup mandiri... melalui teknologi seperti pemantauan rumah dan robot sosial," kata salah satu pendiri dan direktur Tetsuyu, Ng Li Lian.
Namun, meskipun sebagian lansia menikmati pertumbuhan teknologi, sebagian lainnya mungkin kurang memahami teknologi dan menganggap penggunaan teknologi baru sebagai hal yang menakutkan. Ng menyebut pada sisi ekstrimnya, beberapa lansia bahkan mungkin merasa bahwa privasi mereka dilanggar oleh teknologi pemantauan kesehatan.
"Penyedia layanan mungkin perlu menginvestasikan waktu untuk mendidik (para lansia) tentang manfaat pemantauan kesehatan dan secara bertahap meyakinkan mereka untuk ikut serta," lanjut Ng.bc
Editor : Redaksi